Disana tak ada laut, tapi mengapa rindu ini bagai deburan ombak yang tak mampu kubendung?
Juga disana tak ada ngarai namun mengapa sunyi ini terasa bagai lembah yang tak dapat kuarung?
Pagi merenda hari, memintal lembar demi lembar benang harap
Mematut warna warninya
Agar tampak selaras
Kuharap senyum damai saat kusematkan untaiannya di altarmu, Guru
karena DhammaMu tlah menerangi hari hariku walau dulu ku tak rasa mampu
Kuingin menari pada tabuh bertalu
Menyambut Tiga Peristiwa Agung Sang Guru
Ajak jiwaku berdendang pada alunan Githa Puja
Walau kutahu nadaku tak merdu
Ketika disikap Mu kutemukan ribuan wangi (Metta) kasih sayang
Meski sulit aku kan terus berjuang
Pada empat kesunyataan Mulia yang guru suluhkan
Melewati waktu kemasa nan panjang
Kuingin seperti diriMu dalam perjuangan pelepasan
Menuju pencerahan pada kesejatian (Nibbana) di tingginya Pembebasan
**
Lampung, 22 Mei 2022
Penulis: Lusy Maitri Kalyana untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H