Dunia dikejutkan oleh serangan invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai sejak tanggal 24 Februari 2022. Memasuki bulan kedua, belum ada tanda-tanda pasti kapan perang akan berakhir.
Ada berbagai alasan yang coba ditelisik oleh publik tentang penyebab terjadinya perang tersebut. Ada yang berpendapat karena Rusia ingin membantu warga Ukraina Timur yang telah menyatakan diri merdeka dari Ukraina. Wilayah di Ukraina Timur tersebut adalah Donbass (Luhanks dan Donetsk) yang pro Rusia.
Alasan lain yang beredar menyebutkan bahwa Rusia mempermasalahkan keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO. Rusia kuatir nantinya NATO akan membawa persenjataan mereka ke perbatasan Ukraina. Kota-kota besar Rusia bisa menjadi target sasaran yang mudah.
Ukraina tentu saja tidak mau negaranya diinvasi. Selain ancaman terhadap kemerdekaan, juga ancaman kematian bagi penduduk Ukraina, tidak hanya militer tetapi juga sipil.
Selain itu, tentu saja kehancuran sarana dan prasarana pasti akan terjadi. Alhasil, Ukraina mengerahkan segenap kemampuannya untuk melawan Rusia secara militer maupun diplomasi internasional.
Sudah terlalu banyak perang yang tercatat dalam sejarah peradaban manusia. Tidak hanya di zaman kuno tetapi juga di zaman modern. Berbagai alasan menjadi penyebabnya.
Penyebab perselisihan dalam skala kecil antar orang atau kelompok, maupun dalam skala besar berupa perang antar negara, sebenarnya bermuara kepada tiga penyebab. Seandainya setiap orang, kelompok, maupun negara memahaminya, segala bentuk perselisihan kecil hingga perang besar akan dapat dihindari.
Ketiga penyebab perselisihan tersebut adalah keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan (kebodohan). Dalam ajaran Buddha, ketiganya dikenal sebagai lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (ketidaktahuan/kebodohan).
Jika ingin dikerucutkan lagi, sangat mungkin KEBENCIAN-lah yang menjadi penyebab perselisihan dan pertengkaran, sampai kepada perang di muka bumi ini.
Keserakahan dapat menyebabkan seseorang membenci sesamanya. Melihat pihak lain yang mungkin memiliki atau menguasai yang sama atau bahkan lebih banyak darinya. Alhasil, keinginan untuk tidak kalah dan menguasai yang lebih, menimbulkan kebencian di dalam diri.
Ketidaktahuan atau kebodohan juga dapat menyebabkan seseorang atau satu pihak membenci orang atau pihak lain. Kebencian muncul karena menggunakan persepsi sendiri untuk menilai orang atau pihak lain.
Padahal persepsi bisa salah. Persepsi seringkali tidak terlepas dari kepentingan dan sudut pandang diri sendiri.
Karena ketidaktahuan persis tentang apa yang dipikirkan dan menjadi latar belakang orang atau pihak lain melakukan sesuatu, kebencian lantas muncul. Apalagi jika tindakan orang atau pihak lain tersebut berbeda atau bahkan berseberangan dengan keinginan diri sendiri.
Kebencian yang didorong oleh keserakahan dan/atau ketidaktahuan ini lalu menimbulkan tindakan buruk terhadap orang atau pihak lain. Karena merasa tidak puas dan/atau tidak adil, orang atau pihak lain itu lalu membalas dengan tindakan buruk pula.
Karena masing-masing pihak memiliki teman, sekutu, bahkan komunitas atau koloni, perseteruan bisa meluas bahkan sampai menyebabkan perang. Balas membalas hingga kepada skala yang besar itulah yang membuat bumi dan dunia ini jauh dari rasa aman, damai, dan tenteram.
Apakah ada cara yang bisa menghentikan SEGERA perang antara Rusia dan Ukraina secara CEPAT dan TUNTAS?
Ajaran Buddha mengandung cara yang dimaksud. Tidak hanya mampu menghentikan perang Rusia -- Ukraina, tetapi juga semua perang yang sedang berlangsung. Bahkan dapat mencegah perang yang akan terjadi di kemudian hari.
Dalam kitab suci Dhammapada syair 1 dan 2, Buddha mengatakan:
"Segala PERBUATAN (BURUK) didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran, dan dihasilkan oleh pikiran. Bila seseorang bicara atau berbuat dengan PIKIRAN TIDAK SUCI, PENDERITAAN pun akan mengikuti, seperti roda pedati mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya."
"Segala PERBUATAN (BAIK) didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran, dan dihasilkan oleh pikiran. Bila seseorang bicara atau berbuat dengan PIKIRAN SUCI, KEBAHAGIAAN pun akan mengikuti, seperti bayang-bayang tak pernah meninggalkan dirinya."
Pikiran tidak suci yang dimaksud oleh Buddha, di antaranya adalah pikiran yang diliputi oleh kebodohan (ketidaktahuan), keserakahan, dan kebencian. Tentu saja pikiran suci adalah sebaliknya, yakni yang tidak diliputi oleh ketiga akar kejahatan tersebut.
Adapun dalam kitab suci Dhammapada syair 5, Buddha mengatakan, "Kebencian tidak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci (cinta kasih). Inilah suatu hukum abadi."
Pikiran tidak membenci yang dimaksud secara lebih spesifik adalah pikiran yang dilandasi dengan cinta kasih.
Dalam beberapa tahun belakangan, kalimat "Sabbe satta bhavantu sukhitatta" sangat populer di kalangan umat Buddha Indonesia. Non buddhis pun mulai mengucapkan kalimat ini, terutama sewaktu memberikan selamat hari raya kepada umat Buddha.
Kalimat "Sabbe satta bhavantu sukhitatta" oleh umat Buddha diucapkan dalam berbagai momen. Tidak hanya setelah melakukan meditasi ataupun di akhir khotbah ajaran Buddha, melainkan di berbagai kesempatan lainnya.
Dalam bahasa Indonesia, kalimat "Sabbe satta bhavantu sukhitatta" diartikan sebagai "Semoga semua makhluk berbahagia". Kalimat ini merupakan bentuk cinta kasih sesuai ajaran Buddha.
Kalimat "Sabbe satta bhavantu sukhitatta" terdapat dalam bagian sutta atau khotbah Buddha. Sutta adalah salah satu kelompok (keranjang) dari total tiga kelompok yang menyusun Tipitaka/Tripitaka (kitab suci agama Buddha).
Dari puluhan ribu sutta yang dikhotbahkan oleh Buddha, kalimat "Sabbe satta bhavantu sukhitatta" hanya ditemukan di dalam satu sutta saja, yakni Karaniyametta Sutta beserta kitab komentarnya.
Karaniyametta Sutta merupakan ajaran Buddha terkhusus tentang cinta kasih. Pemancaran cinta kasih seharusnya dilakukan terhadap semua makhluk apa pun yang ada, tanpa terkecuali. Ini juga termasuk kepada binatang, apalagi kepada manusia.
Cinta kasih sesuai ajaran Buddha seharusnya dipancarkan kepada makhluk-makhluk yang goyah maupun kokoh, yang panjang atau besar, yang sedang, pendek, kecil, gemuk atau yang kurus. Juga dipancarkan kepada makhluk-makhluk yang tampak atau pun yang tak tampak, yang berada dekat maupun jauh, yang belum menjadi atau pun yang telah menjadi.
Selanjutnya, Buddha mengatakan bahwa cinta kasih harus dipancarkan terhadap semua makhluk di segenap alam. Patut dikembangkan tanpa batas dalam batin, baik ke arah atas, bawah, dan di antaranya. Pemancarannya tidak sempit, tanpa kedengkian, dan tanpa permusuhan.
Pemusatan perhatian untuk pemancaran cinta kasih ini juga seharusnya dilakukan, baik selagi berdiri, berjalan atau duduk, ataupun berbaring, sebelum terlelap.
Di bagian lain dalam Karaniyametta Sutta, Buddha menggambarkan cinta kasih dengan cara terbaik itu adalah sebagaimana seorang ibu mempertaruhkan jiwa melindungi putra tunggalnya. Demikianlah seharusnya terhadap semua makhluk, kita kembangkan pikiran cinta kasih tanpa batas.
Cinta kasih sesuai ajaran Buddha harus kita pancarkan kepada para leluhur, orang tua, sanak keluarga, keturunan, teman dan sahabat, dan ke orang-orang yang kita suka. Cinta kasih juga harus kita pancarkan kepada orang-orang yang tidak kita suka, bahkan yang kita benci ataupun musuh kita. Semoga mereka semuanya berbahagia.
Praktik "Sabbe satta bhavantu sukhitatta" tidak boleh hanya terbatas dalam pikiran saja. Seharusnya juga tertuang dalam ucapan dan perbuatan badan jasmani, yang diliputi oleh cinta kasih kepada sesama manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Mengutamakan kebahagiaan bagi semuanya.
Jika setiap manusia mempraktikkan "Sabbe satta bhavantu sukhitatta"Â tidak hanya dalam pikiran, tetapi juga ucapan dan perbuatan badan jasmani, niscaya semua perang yang sedang berlangsung akan berhenti segera. Perang-perang yang dapat terjadi di kemudian hari akan dapat dielakkan.
Tidak hanya perang, yang menyengsarakan kehidupan manusia, yang bisa dihentikan dari muka bumi ini. Juga semua perbuatan buruk yang dapat menyakiti dan merugikan sesama manusia, bahkan binatang dan makhluk-makhluk lainnya, akan berhenti. Dunia akan dipenuhi dengan ketenangan, ketenteraman, kedamaian, dan kebahagiaan.
Semua kebaikan di dunia tersebut dapat diperoleh dengan mempraktikkan secara disiplin dan konsisten "Sabbe satta bhavantu sukhitatta" melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan badan jasmani kita.
**
Selamat Memperingati Hari Trisuci Waisak 2022/2566 BE
**
Tangerang, 18 Mei 2022
Penulis: Toni Yoyo untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H