Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa yang Dilakukan Umat Buddha pada Hari Waisak?

15 Mei 2022   20:27 Diperbarui: 15 Mei 2022   20:30 1257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang dilakukan umat Buddha pada hari Waisak? (gambar: dailynews.lk, diolah pribadi)

Peringatan Hari Tri Suci Waisak, sejauh saya ingat adalah awal perjalan spiritual saya. Pada tahun tujuh puluhan, di kota saya, tidak banyak umat Buddha yang benar-benar mempelajari ajaran Buddha. Vihara yang sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah Kelenteng yang dijadikan Vihara.

Ritual di Vihara, kami sebut kebaktian, pada saat itu dilakukan setiap malam bulan purnama dan bulan gelap. Demikian tradisi awal dari Buddhis, sejak jaman Sang Buddha Gautama dahulu ada. Sama halnya di negara-negara Buddhist lain, ritual dilakukan pada hari-hari demikian. Sekarang di Indonesia, walaupun tetap dilakukan, tetapi ditambah dengan kebaktian setiap hari Minggu pagi atau siang.

Semua hari besar Agama Buddha selalu jatuh pada bulan purnama, hal ini tentu tidak mengherankan, karena pada zaman Sang Buddha Gautama, 2600 tahun lalu penerangan tidaklah memadai, jadi kalau mengadakan acara pada malam hari pada bulan purnama adalah pilihan yang tepat.

Ada kesan yang kuat pada hari Waisak yang pertama kali diadakan secara besar-besaran (saat itu) di Vihara kami saat itu. Sore hari lampu tambahan sudah dinyalakan, terang benderang, ibu-ibu sibuk menyiapkan segala perlengkapan dan makanan kecil, para bapak bolak-balik merapikan berbagai hal.

Hari Trisuci Waisak adalah memperingati kelahiran Pangeran Sidharta, Pangeran Sidharta mencapai Buddha Gautama dan wafatnya Buddha Gautama, tepat di bulan purnama di bulan Waisak, Waisak adalah nama bulan.

Saya duduk manis di belakang, karena bagian depan biasanya untuk tamu dan orang dewasa, saat itu mungkin saat itu saya kelas 3 SD. Acara dimulai dengan membacakan paritta. Paritta adalah ujar-ujar yang disampaikan oleh Sang Buddha, berupa nasihat dan ajuran untuk meninggalkan kejahatan, menambah kebaikan dan membersihkan hati dan pikiran.

Salah satu kalimat yang terkenal adalah Sabbe Satt Bhavantu Sukhitatta, yang artinya Semoga Semua Makhluk Berbahagia. Kalimat ini dikutip dari salah satu paritta.

Walaupun tidak terlalu paham artinya, tapi tetap duduk manis mengikuti acara. Setelah selesai membaca paritta, semua umat berdiri sambil memegang setangkai bunga sedap malam warna putih, dupa dan lilin yang sudah dinyalakan, yang sudah disediakan oleh panitia.

Lalu secara perlahan umat berjalan keluar vihara menuju pohon Bodhi, kami mengitari pohon Bodhi tersebut, sambil mengalunkan syair Jaya Manggala Gatha, yang isinya syair-syair yang menjelaskan bagaimana Buddha Gautama mengajarkan ajarannya kepada mereka yang semula menolaknya.

Kami beruntung, di Vihara sudah ada pohon Bodhi yang cukup besar, garis tengah batangnya sudah mencapai sekitar 120 cm. Tidak semua vihara memiliki pohon Bodhi  yang besar. Pohon Bodhi bahasa latinnya adalah ficus religiosa. Pangeran Siddharta ketika bermeditasi dan mencapai pencerahan duduk di bawah pohon Bodhi, di kota Bodhgaya. Kata Bodhi artinya adalah pencerahan.

Ritual mengitari pohon Bodhi disebut sebagai pradaksina atau padakina, untuk mengingatkan perjuangan Pangeran Siddharta yang sangat panjang tanpa kenal lelah sehingga mencapai pencerahan untuk menolong semua makhluk terbebas dari penderitaan. Proses pradaksina menempatkan objek yang dihormati berada di sisi kanan kita, jika dilihat dari atas, akan berputar seperti jarum jam.

Setelah mengitari 3 kali, kami meletakkan lilin dan dupa di sekitar pohon Bodhi, semua umat kembali masuk ke vihara, lalu kami menyanyikan lagu yang selalu dinyanyikan pada hari Waisak: Malam Suci Waisak. Lagu ini ditulis oleh seorang Bhikkhu Girirakkhito, sebelum menjadi Bhikkhu beliau adalah seorang seniman asal Singaraja, Bali. Kami memanggil beliau Bhante Giri.

Bhante artinya adalah "Yang Mulia". Bhante Giri adalah yang memberikan nama Buddhis saya, (nama yang sama yang saya pakai, hanya dengan ejaan baru) beliau yang menerima permohonan Tisarana saya. Kalau umat Buddha menyebut Tisarana, umat lain menyebutkan kalimat syahadat atau permandian.

Tisarana adalah Tiga Perlindungan, Bhante Giri menerima permohonan saya untuk berlindung pada Buddha, Dhamma, Sangha. Dhamma atau Dharma adalah ajaran Buddha, Sangha adalah perkumpulan murid Buddha, para Bhikkhu, Bhiksu.

**

Sangha adalah organisasi para Bhikkhu yang didirikan langsung oleh Sang Buddha Gautama, dapat dikatakan sebagai organisasi tertua di dunia, sudah lebih dari 2600 tahun. Dengan aturan organisasi yang jelas dan masih dipraktekkan hingga sekarang dan tersebar di berbagai negara.

Jika umat awam seperti saya, latihan moralitas hanya ada 5, kadang 8 atau 10 pada hari tertentu, tapi para Bhikkhu minimal ada 227, dilatih setiap hari, setiap saat.

Umat Buddha ada 2 kelompok, umat awam dan para Bhikkhu yang mempraktekan ajaran Buddha dengan meninggalkan keduniawian.

Sebagai umat awam ada 5 latihan moralitas yang harus kami lakukan setiap hari, setiap saat tanpa jeda, dikenal sebagai Pancasila Buddhis:

  1. Saya berjanji tidak melakukan pembunuhan
  2. Saya berjanji tidak mengambil barang yang tidak diberikan (tidak mencuri, tidak korupsi dan lainnya)
  3. Saya berjanji tidak melakukan pelanggaran susila (selingkuh, berhubungan seksual dengan bukan pasangannya)
  4. Saya berjanji tidak mengatakan hal yang tidak benar
  5. Saya berjanji tidak mengkonsumsi minuman/makanan yang mengakibatkan lemahnya kesadaran (mabuk)

Pancasila Buddhis ini adalah sebuah latihan, tidak ada hukuman. Tapi kami dijelaskan konsekuensi jika melakukan pelanggaran dan manfaatnya jika melatihnya. Yang namanya latihan, pasti ada kegagalan. Untuk itu sebagai umat Buddha sepantasnya untuk bersungguh-sungguh melatih diri agar dapat meningkatkan kualitas latihan, gagal perbaiki, gagal perbaiki terus saja.

Berlindung pada Buddha, Dhamma, Sangha artinya secara aktif menjalankan apa yang diajarkan, sehingga menjadi terlindungi dari hal yang tidak baik, seperti:

Dengan tidak membunuh, tidak menyakiti orang lain, kita terlindung, terbebas dari ketakutan musuh menyakiti kita. Kita tidak khawatir ditangkap polisi, tidak khawatir dikejar oleh musuh. Keluarga, teman dan lingkungan juga merasa aman karena berdekatan dengan orang yang tidak membunuh, tidak menyakiti.

Dengan tidak mencuri, korupsi, kita terlindung, tidak perlu menutupi perbuatan mencuri, tidak gelisah, tidak takut dikejar polisi. Orang sekitar kita merasa aman, karena tidak khawatir barangnya dicuri.

Dengan selalu setia dengan pasangan hidup, kita terlindung, keluarga menjadi rukun, hidup menjadi damai. Sebaliknya orang yang selingkuh, diliputi kegelisahan, rasa malu yang terpendam. Jika perselingkuhannya terungkap harus menanggung malu. Orang di sekitar kita tidak khawatir digoda, diajak selingkuh.

Dengan berkata benar, tepat waktu, sesuai kondisi maka kita terlindung, tidak takut dipermalukan, tidak khawatir dikejar polisi karena menipu. Orang sekitar kita merasa aman, karena berdekatan dengan orang yang jujur.

Dengan tidak mengkonsumsi makanan/minuman/obatan yang membuat mabuk, maka kita terlindung dari perbuatan yang tidak terkendali, sehingga terhindar dari banyak perbuatan yang tercela. Dengan tidak mabuk, kita melindungi juga lingkungan terhindar dari hal yang berbahaya, seperti banyak kecelakaan terjadi akibat pelaku dalam kondisi mabuk.

Dengan menjalankan latihan moralitas demikian merupakan perlindungan yang dimaksud,  dengan berlindung pada Buddha, Dhamma, Sangha, maka yang berlatih kehidupan menjadi lebih baik, kegelisahan berkurang, hidup lebih damai. Tetapi tidak semua umat Buddha menjalankan latihan ini dengan baik, jadi sangat memungkinkan penjahat yang beragama Buddha.

Sebaliknya latihan moralitas para Bhikkhu minimal ada 227, sangat banyak. Jika latihan untuk umat awam disebut Sila, kalau latihan untuk para Bhikkhu disebut Vinaya.

Karena tekad mereka yang kuat untuk melatih moralitas ini, maka dianggap pantas dihormati, itu sebabnya kami menyebut sebagai "Bhante" yang artinya "Yang Mulia", kata yang sama yang digunakan sejak 2600 tahun lalu. Seperti juga umat awan, ada saja Bhikkhu yang tidak berlatih dengan baik, kadang ada juga Bhikkhu yang palsu, berjubah kuning tapi tak berlatih.

Para Bhikkhu tidak mencari nafkah dan tidak menikah, karenanya mereka disebut berlatih dengan meninggalkan keduniawian. Kebutuhan mereka hanyalah 4 macam (cattu pacaya): tempat tinggal, makanan & minuman, pakaian dan obat-obatan, yang semua kebutuhan ini disediakan oleh umat. Pada zaman Sang Buddha (dan ada di beberapa negara Buddhis yang masih mempraktekan), pada Bhikkhu tinggal di gubuk ditepi hutan, di bawah pohon besar, gua-gua, kalau di Indonesia biasanya di Vihara.

Para Bhikkhu makan hanya 2 kali, pagi setelah matahari terbit, siang sebelum jam 12. Tetapi ada juga yang hanya makan 1 kali saja, diluar waktu itu, tidak boleh makan, tapi boleh minum.

Tidak seperti di Thailand, di sana umat dapat memberikan makanan pada para Bhikkhu yang berkeliling menerima dana makanan dari umat pada pagi hari, di Indonesia umat datang ke Vihara sebelum jam makan dan berdana makanan untuk para Bhikkhu.

Bhikkhu yang berjalan mengumpulkan dana makanan disebut sebagai pindapatta. Ini merupakan tradisi Buddhis sejak jaman Buddha Gautama masih ada. Sekarang ada beberapa tempat di mana para Bhikkhu melakukan pindapatta.

**

Berdana adalah ajaran pertama Sang Buddha. Berdana atau bersedekah, beramal, adalah latihan melepas apa yang kita miliki. Mengapa kita harus melatih melepas, karena apapun yang kita miliki, suatu saat akan dilepas, tidak bisa dihindari, harus dilepas ketika kematian tiba.

Jika tidak berlatih melepas, maka ketika harus melepas karena berbagai alasan ataupun karena kematian, maka akan menjadi beban yang luar biasa, menjadi penderitaan yang luar biasa.

Sejak kecil kita terbiasa untuk mendapat, mendapat susu, mendapat baju, mendapat makanan, mendapat, juara, mendapat pekerjaan, mendapat gaji, mendapat juara dan segala macam yang kita kejar. Jarang sekali melepas, bahkan mungkin tidak ada.

Untuk itu Buddha mengajarkan untuk berlatih melepas dengan berdana. Dengan berlatih melepas maka kita mengurangi kemelekatan. Berdana dapat berupa uang, makanan, pakaian, tenaga, memaafkan juga merupakan latihan melepas yang tersulit.

Ketika menyerahkan makanan pada Bhikkhu, kami mengucapkan terima kasih. Karena dengan keberadaan mereka, maka kami dapat melakukan kebaikan.

Yang memberikan menunduk dan berterima kasih menunjukkan bahwa yang memberi harus berterima kasih pada yang menerima, menunduk untuk membuat yang memberi tidak sombong.

Walaupun sudah berlatih melepas, menjaga moralitas, tetap saja pikiran bisa memikirkan hal yang tidak bermanfaat, memikirkan hal yang buruk. Untuk itu pikiran juga harus dilatih, agar tidak memikirkan yang tidak bermanfaat.

Latihan untuk pikiran disebut citta bhavana atau yang umum dikenal sebagai meditasi. Penjelasan secara ringan meditasi Buddhis dapat dibaca di Apa sih yang Dilatih dalam Meditasi?

**

Sebelum pandemi Covid-19, peringatan Waisak adalah hari yang ditunggu, entah kenapa. Setiap detik-detik Waisak umat berkumpul di Vihara, kadang detik-detik Waisak di tengah malam, kadang pagi, malam, siang, tidak tentu waktunya, tetapi tidak mengurangi niat umat untuk hadir.

Biasanya satu jam sebelum detik-detik Waisak acara dimulai, diisi dengan pembacaan paritta, beberapa menit sebelum detik-detik Waisak, meditasi dimulai. Semua duduk diam, berusaha bermeditasi, walaupun ratusan mungkin ribuan orang suasana langsung hening, tepat pada detik Waisak, bel dibunyikan. Meditasi tetap dilanjutkan sampai beberapa menit kemudian.

Bagi kebanyakan umat Buddha, mendengarkan ceramah adalah salah satu acara yang ditunggu-tunggu. Baik pada kebaktian setiap hari minggu, apalagi pada hari spesial seperti Hari Waisak.

Ceramah isinya tidak jauh dari, bagaimana menghindari perbuatan buruk, bagaimana menambah kebaikan, bagaimana melatih pikiran (meditasi). Itu-itu saja. Tetapi karena begitu luas cara mengulasnya, maka setiap minggu jarang sekali ada ceramah yang sama.

Khusus hari besar seperti Waisak biasanya yang berceramah adalah seorang Bhikkhu yang sudah senior, seperti Sri Bhante Pannavaro Mahathera, Bhante Uttamo dan lain-lainnya.

Bagi yang memahami, semua ceramah adalah nasihat untuk menghadapi kehidupan, sehingga harus didengarkan dengan baik, serius dan penuh perhatian. Tidak baik mendengarkan sambil ngobrol dengan teman, main ponsel, makan cemilan, sambil selonjoran, apalagi sambil tidurkan.

Harus duduk rapi dan penuh perhatian, sikap ini menunjukkan rasa hormat pada yang memberi nasihat dan juga pada Dhamma (Ajaran Buddha). Di beberapa negara Buddhist ada tradisi, ketika mendengarkan ceramah tangan dirangkapkan di depan dada, jika ceramah disampaikan selama 2 jam, ya tangan dirangkapkan di depan dada selama 2 jam.

Selama pandemi Covid-19, acara detik-detik Waisak diikuti melalui on line, tetapi tidak jauh berbeda. Walaupun di rumah, harus berpakaian rapi, duduk yang baik, tidak bolak-balik, sama seperti mengikuti detik-detik Waisak di Vihara, hanya ini di rumah.

Ketika ceramah disampaikan, walaupun bukan oleh seorang Bhikkhu yang senior, tetap harus didengarkan dengan penuh perhatian. Karena apa yang diajarkan adalah mengulang atau menjelaskan apa yang Buddha Gautama ajarkan, nasihat bagaimana agar hidup dapat bebas dari penderitaan.

**

Di keluarga saya, pada hari Waisak tidak ada pesta, bagi-bagi hadiah atau semacamnya atau memakai pakaian yang baru.

Ada beberapa teman yang menambah latihan moralitas menjadi 8 latihan, selain Pancasila Buddhis yang disebutkan di atas ditambah dengan, tidak makan setelah jam 12 siang (seperti jam makan para Bhikkhu), tidak menari, menyanyi, menikmati hiburan lainnya, tidak tidur ditempat yang mewah. Sila ketiga tidak melakukan pelanggaran susila, diubah menjadi tidak melakukan seksual dengan suami/istri. Ada juga yang mengikatkan jumlah waktu meditastinya.

Pada umum selama Hari Waisak berusaha untuk meningkatkan latihan baik berdana, latihan moralitas dan juga meditasi.

**

Selamat Waisak 2566 BE (Buddhist Era) / 2022
Semoga Semua Makhluk Berbahagia

**

Jakarta, 15 Mei 2022
Penulis: Jayanto Chua untuk Grup Penulis Mettasik

dokpri, mettasik, jayanto chua
dokpri, mettasik, jayanto chua

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun