Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Namo Buddhaya vs Sotthi Hotu: Yang Manakah Salam Buddhis yang Benar?

15 Mei 2022   18:00 Diperbarui: 9 Oktober 2022   06:23 14293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri, mettasik, toni yoyo

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), kata "salam" diartikan sebagai "pernyataan hormat" atau "ucapan".

Adapun dalam Wikipedia bahasa Indonesia, kata "salam" didefinisikan sebagai cara seseorang untuk mengkomunikasikan kesadaran akan kehadiran orang lain atau untuk menunjukkan perhatian kepada orang lain.

Salam sangat dipengaruhi oleh budaya dan situasi setempat. Salam juga dapat berbeda berdasarkan agama atau keyakinan.

Salam bisa diekspresikan melalui ucapan atau gerakan, atau kombinasi dari keduanya. Salam cukup sering, namun tidak harus selalu, dilanjutkan dengan percakapan.

Salam dalam bentuk ucapan bisa berupa kata atau frasa yang digunakan untuk memperkenalkan diri atau menyapa orang lain. Bentuk ucapan salam bermacam-macam, misalnya: halo, hai (saat baru bertemu); semoga baik-baik saja, semoga cepat sembuh (perhatian terhadap keadaan seseorang); selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam (berkaitan dengan waktu); selamat datang, selamat jalan, selamat ulang tahun, selamat hari raya (berkaitan dengan momen tertentu).

Adapun salam resmi yang berkaitan dengan agama adalah "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu" (Islam), "Shalom" (Kristen), "Om Swastiastu" (Hindu), "Namo Buddhaya" (Buddha), dan "Salam Kebajikan" (Kong Hu Cu).

Salam resmi secara keagamaan bisa diucapkan secara bersamaan dalam berbagai kesempatan, umumnya saat memberikan pidato. Dengan melakukan ini, pertanda kita menyampaikan pidato tersebut untuk seluruh umat beragama di Indonesia.

Dalam komunitas buddhis (pemeluk agama Buddha), frasa "Namo Buddhaya" biasanya diucapkan sebelum mengawali kegiatan, semisal puja bakti, ceramah atau khotbah ajaran Buddha (Dhamma), diskusi Dhamma, pertemuan, ataupun kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya yang dihadiri oleh umat Buddha.

Yang perlu dipahami, frasa "Namo Buddhaya" tidaklah tepat jika digunakan untuk menyapa seorang buddhis atau orang-orang buddhis dalam kelompok. Frasa ini bukanlah salam buddhis saat bertemu dengan sesama buddhis.

"Namo Buddhaya" secara arti kata keseluruhan adalah "Terpujilah Buddha". Jadi frasa ini merupakan pernyataan penghormatan dan keyakinan kepada Buddha, yang telah mencapai penerangan sempurna dan menjadi suci adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun