Hari itu, tanggal 12 Mei 2022, pertama kali saya menginjakan kaki ke gedung Kementerian Agama. Lokasinya terletak di tengah kota jalan Lapangan Banteng Barat. Bersama teman --teman pengurus kami datang untuk menghadiri penandatanganan prasasti sejarah Vihara Dharma Jaya Toasebio oleh bapak menteri agama H. Yaqut Cholil Qoumas.
Hawa sejuk dan nyaman menerpa kami saat memasuki gedung. Petugas yang jaga menyambut kami dengan ramah. Ruang pertemuan ada di lantai dua. Kami naik dengan tangga. Petugas membukakan pintu menuju ruang pertemuan. Koridor dekat ruang pertemuan terasa segar tercium aroma pengharum ruangan.
Sambil menunggu kedatangan bapak menteri kami melihat banyak informasi, foto dan lukisan di sepanjang kiri dan kanan koridor. Hati terasa sejuk dan bahagia melihatnya. Semua gambar bertemakan kebaikan, keindahan, dan keberagaman.
Ada salah satu lukisan yang menarik perhatian saya yang terletak pada koridor dekat pintu masuk ruang pertemuan. Lukisan seorang anak laki-laki berkopiah dan bersarung sedang melihat patung Buddha.
Melihat lukisan Buddha tersebut tiba-tiba pikiran saya terbawa pada adegan film Little Buddha yang dibintangi Keanu Reeves yang saya tonton beberapa tahun yang lalu.
Menjelang pencapaian pencerahan sempurna, petapa Siddharta pergi ke Hutan Gaya, ke kaki pohon Bodhi (Latin : Ficus religiosa). Di bawah pohon Bodhi beliau duduk bersila menghadap ke timur. Ia menyatakan tekad-Nya yang bulat: "Walaupun hanya kulit, urat daging, dan tulang-Ku yang tertinggal! Biarpun seluruh tubuh, daging, dan darah-Ku mengering dan berkerut! Tak akan Kubangkit dari tempat duduk ini kecuali dan sampai Aku mencapai kebuddhaan!"
Mara, penguasa dunia nafsu, berasal dari alam Paranimmitavasavatti-Deva tidak suka kalau ada manusia dapat mencapai pencerahan sempurna. Mara mengumpulkan pasukan besar perangnya untuk menghancurkan petapa Siddharta.
Kedatangan Mara ditandai munculnya fenomena menakutkan. Tiba-tiba terjadi kegelapan total dan munculnya halimun. Ribuan meteor jatuh dengan lebat menghanguskan semua yang dilewatinya. Samudra dan bumi berguncang keras. Kabut muncul di samudra. Banyak sungai yang airnya mengalir ke hulu. Banyak pohon besar dan kecil tumbang. Angin dan badai bertiup sangat kencang menimbulkan suara yang menakutkan. Bersamaan dengan itu matahari hilang ditelan kegelapan serta munculnya makhluk tanpa kepala beterbangan di angkasa.
Petapa Siddharta duduk dengan tenang tak terusik sedikit pun laksana raja singa duduk tenang di antara hewan lainnya.
Mara dan pasukannya merangsak maju dan mengelilingi Nya dari semua arah. Tetapi mereka tidak mampu mendekat. Kala itu petapa Siddharta hanya seorang diri. Dewa-dewa yang sebelumnya menemani telah melarikan diri.
Dalam menghadapi gerombolan Mara, petapa Siddharta hanya mengandalkan senjata Parami (kesempurnaan) sebagai pelindung satu-satunya. Sepuluh Kesempurnaan (Parami) yang telah beliau latih dan kembangkan dalam masa waktu yang sangat lama yaitu: kemurahan hati, kemoralan, pelepasan, kebijaksanaan, semangat, kesabaran, keteguhan hati, kejujuran/kebenaran, cinta kasih dan keseimbangan batin.
Karena merasa diacuhkan dan seakan tidak terjadi apapun, Mara semakin berang dan mengamuk. Mara melancarkan serangan bertubi-tubi. Mula-mula ia menciptakan angin topan dasyat. Tidak berhasil. Mara menggunakan senjata kedua yaitu awan tebal yang menjadi hujan yang sangat lebat yang mampu mengkis tanah menjadi lubang yang sangat besar. Air bah tidak mampu menyentuh sedikitpun jubah- Nya.
Serangan berikutnya hujan batu cadas membara. Ribuan batu berjatuhan dari angkasa serta menimbulkan debu asap yang sangat panas. Namun begitu mendekati petapa berubah menjadi karangan bunga surgawi dan gumpalan bunga besar.
Gagal lagi. Selanjutnya mara menciptakan hujan senjata panas untuk menyerang petapa Siddharta. Pedang, pisau, tombak, Mandau, pisau jagal dan anak panah menimbulkan asap dan nyala api. Ketika senjata tersebut mendekati jarak tertentu semuanya jatuh dalam sekejap dan berubah menjadi beragam bunga surgawi.
Senjata berikutnya hujan batu bara yang berkobar membara melumatkan semua yang dilewatinya. Sekali lagi, ketika mendekat semuanya berubah menjadi hujan bunga surgawi yang jatuh di kaki petapa Siddharta.
Tidak terima kekalahannya, Mara menyiramkan dari langit debu yang sangat panas bak api dalam skala besar. Namun debu tersebut berubah menjadi bubuk cendana surgawi ketika mendekati kaki-Nya.
Kembali Mara melakukan serangan dengan menciptakan pasir panas, disusul hujan lumpur panas dengan asap dan api yang deras laksana hujan. Lagi, dan lagi, semua berubah menjadi bubuk bunga surgawi dan ramuan wangi surgawi yang jatuh dikaki Nya.
Mara kembali menggunakan senjata pamungkasnya yaitu kegelapgulitaan untuk membuat pangeran Siddhattha ketakutan. Namun yang terjadi sebaliknya, kegelapan menjadi buyar seperti diterpa sinar matahari.
Kemudian Mara meminta petapa Siddhatha menunjukkan bukti kesempurnaan Parami-Nya. Petapa Siddhatha berseru "biarlah bumi yang agung menjadi saksi-Ku". Beliau mengulurkan tanganNya dari dalam jubah untuk menyentuh tanah.
Saat jari-jari-Nya menyetuh tanah, bumi berputar dengan kencang laksana roda tembikar, suara menggelegar bagai halilintar. Mara dan pasukannya terperangkap di antara bumi dan langit. Mereka sangat ketakutan. Mara dan pasukannya tercerai berai melarikan diri.
Kemudian petapa Siddharta melanjutkan perjuangannya dengan mengembangkan pelbagai tahap meditasi. Perhatian murni-Nya menjadi jernih. Pikiran-Nya terkonsentrasi dan terpusat. Secara bertahap Beliau mencapai Tiga Pengetahuan Sejati.
Semua kotoran batin tercerabut sampai ke akar-akarnya . Noda keinginan indrawi, Noda kemelekatan pada kehidupan, noda pandangan salah dan noda kegelapan batin menjadi hancur secara menyeluruh. Beliau menjadi manusia yang tercerahkan sempurna dan menjadi seorang Buddha (Yang Tersadarkan).
Pikiranku kembali ke lukisan tersebut ketika petugas protokol memberikan informasi bahwa sebentar lagi bapak menteri akan tiba segera.
Kami segera bergegas mempersiapkan diri menyambut kedatangan bapak menteri Yaqut yang didampingi Plt Dirjen Bimas Buddha Nyoman Suriadarma dan Pembinmas DKI Jakarta Suwanto.
Hanya ada satu kata yang dapat mewakili perasaan kami, bahagia. Penandatanganan prasasti ini merupakan kado Waisak, khususnya buat jemaah Vihara Dharma Jaya Toasebio dan umat Buddha Indonesia pada umumnya.
Selamat Memperingati Hari Trisuci Waisak 2022/2566 BE.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta! Semoga semua makhluk berbahagia
**
Referensi: Kronologi Hidup Buddha, Ashin Kusaladhamma.
**
Jakarta, 15 Mei 2022
Penulis: Joe Hoey Beng untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H