Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Renungan Waisak: 80 Tahun, 80.000-an Ajaran, 1 Tipitaka

15 Mei 2022   07:19 Diperbarui: 15 Mei 2022   20:00 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri, mettasik, toni yoyo

Waisak adalah peringatan atas tiga kejadian utama, yakni kelahiran Pangeran Siddhattha, pencapaian pencerahan sempurna Petapa Gotama, dan parinibbana Buddha Gotama.

Dalam kitab suci Dhammapada syair 182, Buddha Gotama mengatakan:

"Sungguh tidak mudah untuk dapat terlahir sebagai manusia,. Tidak mudah pula menjalani kehidupan dalam ketidakkekalan ini. Sungguh langka kesempatan untuk mendengarkan Kesunyataan (ajaran Dhamma). Langka pula munculnya seorang Buddha".

Terlahir sebagai manusia sangatlah sukar, terutama bagi makhluk-makhluk di alam-alam yang lebih rendah dari alam manusia. Kemungkinannya adalah seperti seekor kura-kura buta yang hanya muncul ke permukaan laut setiap seratus tahun sekali, dimana kemunculannya harus bertepatan dengan saat bulan purnama dan kepalanya harus tepat masuk ke dalam gelang-gelang.

Sungguh kemungkinannya teramat sangat kecil. Sesungguhnyalah, terlahir sebagai manusia normal merupakan buah dari perbuatan-perbuatan (karma-karma) baik yang telah dilakukan di kehidupan-kehidupan sebelumnya.

Saat ini kita sudah terlahir sebagai manusia, berarti kesulitan pertama sebagaimana tercantum dalam Dhammapada syair 182 kalimat pertama sudah terlampaui. Dengan potensi kita yang sudah menjadi "pemenang" dalam kejuaraan super sulit dari sejak awal kita terbentuk dari pertemuan benih ayah dan ibu, kita telah memiliki bekal untuk menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan dalam kehidupan sebagai manusia.

Saat ini pun kita terlahir di bumi yang masih mengenal ajaran Dhamma dari Buddha Gotama, walaupun kita tidak terlahir di zaman yang sama dengan Beliau. Berarti kalimat-kalimat selanjutnya sebagaimana tercantum dalam Dhammapada syair 182 sudah cocok. Meskipun tidak bertemu langsung dengan seorang Buddha, tidak perlu mengecilkan hati kita untuk mengisi kehidupan ini dengan sebaik-baiknya.

Jika kita menyadari bahwa kelahiran kita sebagai manusia dalam kehidupan ini sebagai buah karma-karma baik, seharusnya mendorong kita untuk terus memupuk karma-karma baik yang baru. Caranya adalah dengan berbuat baik sebanyak mungkin melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan badan jasmani.

Kita harus memanfaatkan sisa waktu dalam kehidupan sebagai manusia ini dengan sebaik-baiknya. Kita tidak tahu kapan kehidupan kita akan berakhir. Namun yang pasti, kematian dari setiap manusia yang pernah dilahirkan adalah tak terelakkan.

Laiknya seseorang yang sedang bersiap melakukan perjalanan, semisal keluar kota, keluar negeri atau pun hanya sekadar berkunjung ke rumah teman, umumnya kita menyiapkan "bekal" berupa pakaian, uang, makanan, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, sudahkah kita menyiapkan sebaik-baiknya "bekal" kita bagi kehidupan dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang? "Bekal" kehidupan nanti itu sama sekali bukan dalam bentuk benda fisik, akan tetapi berupa kumpulan karma baik yang akan berbuah di waktu-waktu atau kehidupan-kehidupan selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun