Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tentang Mudik, Cemas, Saddha, dan Karma

8 Mei 2022   07:15 Diperbarui: 8 Mei 2022   07:19 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentang Mudik, Cemas, Saddha, dan Karma (gambar:bbc.com, diolah pribadi)

Mudik, kebahagiaan yang dibaliknya tersimpan kisah penuh perjuangan. Ada teman bercerita bahwa waktu tempuh dari rumah tinggal sampai gerbang tol Cikampek saja mencapai 4 jam, biasanya cukup 30 menit. Ini baru gerbangnya lho, belum keseluruhan perjalanan.

Ada lagi yang cerita dari Serang Timur menuju gerbang tol merak harus ditempuh lebih dari 6 jam, padahal kalau kondisi normal cukup 15 menit saja. Jangan ditanya penderitaan kaki yang bertugas menjadi supir.

Antrian kendaraan yang mau menyeberang dengan kapal ferry mencapai KM 95 tol Merak. Tidak terbayang total waktu yang dibutuhkan dari rumahnya sampai berhasil naik ke kapal ferry.

Apakah teman-teman yang mudik tidak tahu bahwa akan mengalami macet hebat seperti ini? Sepuluh dari sepuluh teman yang ditanya, jawabannya adalah "Tahu".  Semua sudah tahu bahwa arus mudik tahun ini akan dasyat setelah 2 tahun kerinduan pulang kampung ditahan gara-gara si Covid.

Mereka tahu bahwa perjalanan akan berkali lipat lebih lama, tahu bahwa untuk masuk ke rest area harus berjuang. Ke toilet juga harus berjuang dengan antrian yang mengular, dan yang mau beli makanan pun tidak kalah panjang barisannya.

Selain masalah macet di perjalanan, mereka yang mudik menggunakan moda transportasi umum juga mempunyai kekhawatiran lain, yaitu isu keselamatan. Setelah bertahun-tahun bus-bus mendekam di garasi, apakah pemiliknya memeriksa kondisi bus benar-benar laik jalan? Sudahkah kondisi rem diperiksa? Apakah bapak supir nanti tidak kelelahan karena macet panjang? Dan kekhawatiran lain.

Lantas, kekuatan apa yang membuat mereka berani menempuh semua resiko? Kekuatan rasa rindu pada keluarga jelas. Dan di atas rasa rindu itu, ada kekuatan dari sikap pasrah. Teman-teman yeng mudik percaya bahwa mereka akan diberikan jalan untuk sampai kekampung halaman dengan selamat. Angkat topi untuk yakin dan pasrah yang mereka miliki.

Dalam Buddhisme, juga ada  konsep terkait keyakinan, yang dalam bahasa Pali disebut "Saddha". Keyakinan terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha. Termasuk didalamnya yakin dan percaya kepada hukum karma yang diajarkan oleh Buddha.

Untuk kita yang beragama Buddha, sudahkah kita mempunyai saddha yang kuat, yang mampu memupus semua kekhawatiran? Saya belum. Pikiran masih sering diporak-porandakan oleh kekhawatiran

Mendengar berita kebakaran yang diakibatkan korsleting listrik langsung khawatir, mendengan berita maraknya begal, khawatir, mendengar adanya varian baru covid, khawatir. Bahkan memikirkan bahwa saat Lebaran tukang sayur semua mudik pun mampu membuat saya khawatir. Sangat menguras energi bukan?

Kita mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi. Bahkan ada artikel yang mengatakan, hanya 1% kemungkinan kekhawatiran kita menjadi nyata. Pikiran yang tidak terkendali ini, yang terus berulah menimbulkan rasa cemas.

Lantas apa yang harus dilakukan?

Pertama, Sadari apa yang sedang dilakukan oleh pikiran kita.

Saat khawatir datang lengkap dengan berbagai gambaran buruknya, saya tanyakan kepada diri, sedang memikirkan apa? Ajaib, dengan pertanyaan singkat seperti itu, pikiran yang sedang meraja-lela menebar kekhawatiran jadi berhenti.

Benar yang dikatakan oleh yang Mulia Sri Pannavaro Mahathera, bahwa pikiran kita ini tidak bisa berjalan bersamaan memikirkan lebih dari satu hal dengan intensitas yang sama.

Kedua, Perkuat Saddha

Perkuat keyakinan. Yakin bahwa kita tidak akan menerima apapun yang bukan menjadi bagian kita.

Agar bagian kita adalah hal baik, maka kita isi dengan pikiran, perkataan dan perbuatan baik. Bagaimana jika kita dulu pernah berbuat buruk? Akankah kita terima akibat perbuatan buruk itu?

Yang sudah lalu tidak bisa ditarik kembali, saya mengambil prinsip, tidak usah dipikirkan. Isi terus hidup dengan kebaikan, agar ketika buah perbuatan buruk datang, hasilnya tidak terlalu fatal karena ada buah karma baik yang membantu.

Semoga kita bisa mengurangi kekhawatiran hari-demi hari, Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

**

Jakarta, 08 Mei 2022
Penulis: Prajna Dewi untuk Grup Penulis Mettasik

dokpri, mettasik, prajna dewi
dokpri, mettasik, prajna dewi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun