Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Anumodana" yang Serupa tapi Tak Sama dengan Terima Kasih

23 April 2022   05:15 Diperbarui: 23 April 2022   05:17 16169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Anumodana" yang Serupa Tapi Tak Sama dengan Terima Kasih (gambar: infoplease.com, diolah pribadi)

"Terima kasih" adalah frasa majemuk baku dalam bahasa Indonesia. Frasa "terima kasih" telah dipakai secara umum di Indonesia sejak lama.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), frasa "terima kasih" diartikan sebagai "rasa syukur". Biasanya "terima kasih" diucapkan sebagai ungkapan rasa syukur setelah mendapatkan kebaikan dari orang lain.

Bagaimana halnya di antara sesama buddhis (pemeluk agama Buddha)? Bagaimana cara mengungkapkan rasa syukur, yang sesuai dengan ajaran Buddha, setelah mendapatkan kebaikan dari orang lain?

Tentu saja penggunaan frasa "terima kasih" untuk mengungkapkan rasa syukur setelah mendapatkan kebaikan dari orang lain tetap berlaku di antara sesama buddhis dan di dalam komunitas buddhis.

Namun sesuai ajaran Buddha, juga dikenal kata "anumodana" yang ditujukan atas perbuatan baik yang telah dilakukan oleh orang lain.

Kata "anumodana" berasal dari bahasa Pali. "Anumodana" terdiri dari awalan "anu", akar kata "mud", dan akhiran "ana". Awalan "anu" biasanya digunakan untuk memberikan makna "mengikuti atau turut". Adapun akar kata "mud" berarti "berbahagia, senang, atau gembira". Akhiran "ana" digunakan untuk membentuk keseluruhan kata menjadi kata benda.

Dengan demikian, kata "anumodana" secara harfiah artinya adalah "ikut atau turut berbahagia, senang, gembira".

Sebagai tambahan, kata-kata lain dalam bahasa Pali yang juga memiliki akar kata "mud", contohnya pamodana, modana, anumodati, pamodati, modati, pamudita, anumudita, mudita, dan lain-lain.

Sangat mungkin muncul pertanyaan, "mengapa setelah awalan "anu", akar kata "mud", dan akhiran "ana" digabung, kata akhir yang terbentuk bukan "anumudana" tetapi "anumodana"?

Sudah menjadi aturan dalam bahasa Pali, apabila akar kata mengandung huruf hidup "u", jika ditambahkan akhiran untuk membuatnya menjadi kata benda, huruf "u" akan berubah menjadi "o". Alhasil, kata akhir dari penggabungan "anu", "mud", dan "ana" menjadi "anumodana".

Sangat penting untuk mengetahui perbedaan antara frasa "terima kasih" dengan kata "anumodana". Pengetahuan ini diperlukan supaya penggunaan keduanya bisa dilakukan secara lebih tepat dalam praktiknya.

Sesuai dengan kesepakatan Sangha Theravada Indonesia (STI) di Balikpapan tertanggal 19 Juni 2015, ada perbedaan sedikit antara frasa "terima kasih" dengan kata "anumodana".

Frasa "terima kasih" diucapkan oleh seseorang untuk menyatakan sikap menghargai atau senang atas barang atau jasa yang diberikan oleh orang lain kepadanya.

Adapun kata "anumodana" diucapkan oleh seseorang untuk menyatakan sikap turut bersuka cita atas perbuatan baik yang telah dilakukan seseorang. Ini mencakup perbuatan baik yang dilakukan oleh orang lain kepada diri dia (yang lalu mengucapkan "anumodana"), ataupun perbuatan baik yang dilakukan oleh orang lain kepada orang yang lainnya (yang mengucapkan "anumodana" mengetahui perbuatan baik tersebut).

Jadi terdapat dua perbedaan antara frasa "terima kasih" dengan kata "anumodana".

Perbedaan pertama, frasa "terima kasih" diucapkan untuk memberikan penekanan atas barang atau jasa yang diterima. Adapun kata "anumodana" diucapkan untuk memberikan penekanan atas perbuatan baik yang dilakukan oleh orang lain.

Perbedaan kedua, frasa "terima kasih" diucapkan oleh penerima langsung atas kebaikan berupa barang atau jasa yang telah diberikan oleh orang lain kepadanya. Adapun kata "anumodana" dapat diucapkan oleh penerima langsung kebaikan yang orang lain telah lakukan, ataupun dapat diucapkan bukan oleh penerima langsung kebaikan tersebut (namun ia mengetahui kebaikan yang telah orang lain lakukan).

Dalam kesepakatan STI di Balikpapan tertanggal 19 Juni 2015 tersebut juga diberikan beberapa contoh penggunaan frasa "terima kasih" dan kata "anumodana". Dalam salah satu contohnya, penerima kebaikan (dalam bentuk barang atau jasa) hanya mewakili orang lain menerima kebaikan tersebut. Penerima kebaikan tersebut dapat mengucapkan "terima kasih" untuk mewakili penerima kebaikan yang seharusnya.

Juga dalam kesepakatan STI di Balikpapan tertanggal 19 Juni 2015 tersebut, terdapat pernyataan bahwa pada umumnya untuk para bhikkhu, dalam hubungannya dengan umat, lebih menitikberatkan kepada perbuatan baik umat, alih-alih kepada barang atau jasa yang umat berikan.

Oleh karenanya, bhikkhu lebih tepat mengucapkan "anumodana" kepada umat yang telah berbuat baik. Namun ditegaskan pula oleh STI bahwa "terima kasih" tetap bisa diucapkan oleh bhikkhu dalam situasi yang persis sama seperti itu.

Artinya, dalam relasi bhikkhu dengan umat, atas perbuatan baik yang telah dilakukan umat dengan mendanakan barang atau jasa, bhikkhu bisa/boleh mengucapkan "anumodana" atau "terima kasih".

Dari pemahaman berdasarkan penjelasan-penjelasan yang sudah diberikan, penggabungan pengucapan "terima kasih dan "anumodana" juga tidak keliru. Meski terkesan duplikasi atau berulang, pengucapan keduanya sekaligus dapat dibenarkan.

Alasan untuk pengucapan keduanya sekaligus adalah yang mengucapkan merupakan penerima langsung kebaikan. Dia mengucapkan "terima kasih" atas barang atau jasa yang sudah diberikan kepadanya, sekaligus mengucapkan "anumodana" untuk turut bersuka cita atas perbuatan baik yang telah diperbuat kepadanya.

Sebagai tambahan pengetahuan, kata "anumodami" atau frasa "sadhu, anumodami" dapat juga digunakan sebagai varian dari "anumodana".

Jika kata "anumodana" merupakan kata benda yang berarti sikap turut bersuka cita, kata "anumodami" merupakan kata kerja yang berarti "saya turut bersuka cita". Kata "sadhu" ditambahkan sebagai pemanis dalam berbahasa. Arti kata "sadhu" di sini adalah "bagus". Atau bisa juga kata "sadhu" diartikan "semoga kebajikan yang telah Anda lakukan menghasilkan buah sesuai harapan".

Yang tidak kalah pentingnya untuk diingat, jika diucapkan mewakili diri sendiri dan orang lain (lebih dari satu orang alias jamak), kata yang tepat diucapkan adalah "anumodama" atau "sadhu, anumodama".

**

Referensi: satu, dua, tiga, empat

**

Tangerang, 23 April 2022
Penulis: Toni Yoyo untuk Grup Penulis Mettasik

mettasik, dokpri, toni yoyo
mettasik, dokpri, toni yoyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun