Hatiku sangat galau. Dokter Onkologi/ Radiologi baru saja memvonis bahwa diriku mengidap kanker nasofaring. Ya, Tuhan! Mendengar nama keren penyakit ini pun baru kali ini. Kalau diizinkan, aku masih ingin hidup 100 tahun lagi!
Pikiranku berkecamuk dengan berbagai pertanyaan yang tak mampu kujawab. Berapa lama waktu yang masih tersisa untukku? Bagaimana pula nasib anak-anakku yang masih kecil? Siapa yang akan mengasuh mereka jika aku tiada? Tiada sanak saudara yang bisa menolongku.
Berawal dari benjolan yang muncul di bawah telinga kiri, kian hari kian besar. Pada mulanya aku tidak terlalu ambil pusing karena tidak terasa sakit, tetapi lama-lama aku jadi sulit bernafas. Terutama sewaktu kutempelkan kepalaku ke bantal pada malam hari. Bisa terbayangkankah?
Ada apa gerangan? Akhirnya kuperiksakan diri ke dokter THT di dekat rumahku. Terkuaklah misteri yang menghantuiku selama ini. Sebongkah daging yang lebih dikenal sebagai tumor telah tumbuh dan berkembang dengan nyaman di rongga bagian hulu kerongkongan yang berhubungan dengan hidung.
Aduh! Bagaimana ini?
Dokter menyarankan biopsi untuk mengetahui jenis tumornya. Apa dayaku? Hasil biopsi tumornya termasuk jenis yang berbahaya dan sudah stadium IV.
Berabe nih! Tak pernah kubayangkan bahwa aku akan disapa oleh penyakit kanker yang konon sulit ditaklukkan itu.
Para pembaca yang budiman, mohon petunjuk, apa yang akan anda lakukan bila berada di posisiku?
Aku memandang keluar jendela kamarku. Angin menerbangkan rambutku yang panjang terurai. Hujan menambah kegalauan hatiku. Tiba-tiba kilat berkelebat dan guntur meraung seolah menegurku. Aku terkesiap dan tersadar dari lamunanku.
Terlintas dalam benakku wejangan dari seorang Bhante tentang hukum ketidak-kekalan dalam hidup ini. Apapun yang dilahirkan ke dunia ini pasti akan mengalami kematian.