Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jalan Menuju Sorgawi, Dari Ada Menjadi Ketiadaan

19 April 2022   06:03 Diperbarui: 19 April 2022   06:08 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Menuju Sorgawi, Dari Ada Menjadi Ketiadaan (gambar: devianart.com, diolah pribadi)

Sebagaimana telah diamanatkan oleh Guru-guru Mulia, para pertapa Agung, untuk selalu memupuk Sila (perbuatan berakhlak), Samadhi untuk olah batin.

Diantaranya, berdana untuk latihan melepas kemelekatan pada benda, yang terbaik jika dilakukan sebagai bagian hidup kita.

Itu semua nantinya sebagai kendaraan kita dalam menuju capaian Sorgawi. Mari arahkan pikiran, hayati secara seksama bentuk ke dalam memori. Jadikan sebagai peta, semoga bisa terpakai saatnya tiba.

Memasuki inti cerita;

Saat aku dalam kendaraan menuju alam Sorga, tampak pintu yang masih tertutup rapat. Diriku secara otomatis meraba kantong nuraniku, dan mengambil sesuatu, yaitu biji teratai.  

Pandangan pada biji teratai yang ada digenggaman tanganku, teringat biji teratai ini hasil perbuatan baik di bumi, masih teringat nasehat guru untuk ditebarkan.

Lalu kulempar pada bagian dinding pintu gerbang. Ketika biji-biji bersentuhan dinding gerbang, timbul cahaya gemilang, terpancar sinar terang. Menyilaukan mata, secepat sinar hilang pintu gerbang terbentang.

Seolah mempersilahkan aku masuk; Langkah demi langkah, ayunan kaki ini yang masih limbung, terkesima cahaya tadi.

Memasuki halaman Sorga..., tampak pemandangan indah mempesona, dengan aneka warna warni bunga tertata apik. Pepohonan nan rindang, sejuk bersama tiupan angin sepoi-sepoi.

Kolam yang terangkai dalam bagian taman memberi nuansa keindahan semakin menonjol. Ya, bagaikan berada di Istana raja Nan Agung yang ada di film-film.

Kegemerlapan cahaya lampu istana warna warni, melengkapi kesempurnaan arsitektur Istana. Hati siapa yang tak ikut berbunga-bunga mengalami keindahan ini. Iya, bagiku ini benar-benar keajaiban.

Dalam kondisi tersebut, masih teringat olehku petunjuk lain Guruku Yang kumuliakan; Agar menanam biji teratai hasil kebajikan, yang juga kusimpan di kantong nuraniku.

Yang harus ditanam di antara bagian halaman taman pada tanah terbentang luas. Kuletakan biji teratai di genggaman tangan ke atas tanah. Aku mengambil air di kolam, kusirami pada tempat biji yang sudah kutanam. 

Lalu pemandangan indah muncul seketika. Ada dentuman dan percikan cahaya sinar warna warni. Bagaikan suasana pesta kembang api di kota besar menyambut pergantian tahun.

Keajaiban terulang, tampak bangunan istana berada diantara halaman taman Sorgawi. Bangunan terbuat dari emas memancar sinar-sinar warna kuning emas. Sungguh Raga ini berada dan dikuasai suka cita, bahagia, dan kesenangan tak terkatahkan.

Aku telah berada didalam Istana, yang indah mengagumkan. Iya, akulah yang menjadi pemilik dan menempati istana ini.

Altar yang tersusun dari tangan-tangan terampil, tampak sama dengan altar kala perayaan besar saat aku masih berada di bumi. Kini ada di sorga, di depan ku berdiri.

Mata menelusuri bagian altar, terbaca tulisan indah pada dinding bagian atas altar. "Inilah altarmu, pemberian hadiah bagi pelaku kebajikan." 

Hati ini tergerak. Reflek tanganku beranjali. Lalu mengheningkan diri, berupaya mengrilekskan seluruh tubuh melalui kontemplasi.

Renungan di mulai, 'sesuatu yang ada pada akhirnya tiada. Semua landasannya hukum alam. Dengan menyadari, melepaskan, tidak menggenggam, kebahagiaan pun akan datang.

Niat yang baik adalah sumber dari adanya anugrah, berkah pun datang. Dilengkapi dengan berkecukupan.

Segalanya yang ada pada manusia bersumber dan berakhir pada Rupa dan Nama. Dhamma sumber energi, sumber kekuatan, melahirkan ilham, saat berfikir serta bertindak.

Gema... Aummmm...

Gentah berdentang...

Hembusan angin kencang, dan bel istana berbunyi nyaring. Sayup-sayup alunan musik merdu merayu. Mengalun bersama nyanyian sorgawi, indah!

Sesaat aku berada dalam rasa terpukau, dan menyadari anugrah karma baik. Tiada yang sia-sia, kebaikan sekecil apapun.

Mulia dalam kebaikan memberi kemuliaan didalam diri. Dhamma Yang Mulia, penuhilah hidupku dari hari ke hari dengan laku baik, pikiran pun terkendali.

Lalu mata ini terbuka. Apa yang kurasakan hanyalah fenomena batin. Diriku belum meninggal, dan surga hanyalah khayalan.

Tapi, perasaan yang sama bisa terjadi kapan saja, di mana saja. Semuanya akan muncul seiring dengan tekad yang kuat. Teriring karma baik yang sudah berbuah.

Teringat Inti ajaran para Buddha

"Jangan berbuat jahat, perbanyak perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran" inilah inti Triratana.

**

Tangerang, 19 April 2022
Penulis: Edy Sudirman untuk Grup Penulis Mettasik

mettasik, edy sudirman, dokpri
mettasik, edy sudirman, dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun