Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adi Mencari Kebahagiaan, Ia Tak Melihatnya di Sini

12 April 2022   04:53 Diperbarui: 12 April 2022   04:53 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adi Mencari Kebahagiaan, Ia tak Melihatnya di Sini (gambar: developgoodhabits.com, diolah pribadi)

Hujan menguyur kota Jakarta disertai angin kencang. Hari ini hari Minggu. Adi duduk termenung di teras rumahnya sambil berharap hujan akan berhenti.

Terdengar bunyi suara tuk tuk tuk dari ember untuk menampung air hujan dari atap rumah yang bocor di ruang tamu. Andai hujan belum reda, air bisa mampir masuk ke dalam rumah Adi. Adi tinggal bersama neneknya. Kedua orang tuanya telah tiada.

Hari-hari Adi begitu melelahkan.

Pagi hari harus membantu nenek membuat kue kemudian membawanya ke pasar untuk dititip ke tukang kue. Setelah itu Adi harus berangkat ke Kampus. Pulang kuliah harus memberikan les privat ke beberapa anak SMP dan SMA hingga larut malam.

Sebelum tidur, Adi menyempatkan diri membaca apa yang akan diajarkan besok di Kampus. Mencari sekeping uang seribu perak saja tidak mudah untuk Adi. Untung Adi selalu mendapatkan beasiswa di Kampus Negeri. Ia adalah mahasiswa brilian dengan nilai IPK tertinggi.

Kadang ada rasa iri melihat Dodi, teman di Kampusnya. Datang naik mobil sendiri. Mau beli apa-apa tanpa berpikir dua kali.

Rumah Dodi berada di kawasan elit, sebuah rumah mewah yang pasti bebas bocor, apalagi banjir.

Sedangkan Adi? Mau beli sesuatu harus berpikir seribu kali. Datang ke kampus pun harus ganti bus beberapa kali.

Pernah suatu hari tiba-tiba hujan lebat, dan kebetulan Adi tidak membawa payung. Baju Adi pun menjadi basah dan akhirnya kering sendiri karena hembusan AC di kelas.

Adi juga ingin mempunyai orang tua seperti Iwan tetangganya. Adi sangat mendambakan kasih sayang seorang ayah dan ibu.

Adi sering merasa lelah dan jenuh dengan hidupnya. Walau mempunyai prestasi akademik yang gemilang, punya nenek yang sangat menyayanginya tetapi Adi tidak pernah merasa bahagia.

Suatu hari Adi membaca berita kalau ayah Dodi ditangkap polisi. Ternyata kekayaan ayah Dodi ini dari hasil korupsi. Seluruh kekayaan disita pihak yang berwajib, hingga keluarga Dodi jadi miskin seketika.

Adi juga mendengar ibu dari Iwan tetangganya terkena covid dan meninggal. Tak lama dari itu, ayah Iwan pun menyusul karena terkena covid yang tertular dari ibu Iwan. Seketika Iwan menjadi Yatim Piatu.

Adi tersadar, selama ini dia mencari-cari kebahagiaan. Padahal Adi selama ini mempunyai nenek yang sangat teramat menyayanginya. Mempunyai prestasi akademik yang gemilang, bahkan sudah ada perusahaan yang sudah melirik dirinya, menawarkannya posisi yang menarik.

Setiap orang mempunyai bahagia dan derita masing-masing. Tapi semua itu pasti berubah. Kita hanya melihat bahagianya orang lain dari kacamata kita saja tanpa tahu ada duka di balik itu.

Saat kita mempunyai segalanya, kita tidak boleh sombong. Karena apa yang kita miliki itu tidak abadi dan bisa hilang seketika.

Saat kita tidak punya apa-apa atau tidak punya siapa-siapa, kita tidak boleh iri melihat bahagia orang lain karena mereka memiliki apa yang kita tidak punya.

Selalu bersyukur atas apa yang kita miliki, maka kita akan berbahagia.

**

Jakarta 12 April 2022
Penulis: Mustika T untuk Grup Penulis Mettasik

dokpri, mettasik, mustika t
dokpri, mettasik, mustika t

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun