Tanggal 22 Maret 2022 dunia terhenyak ketika mendengar berita kecelakaan pesawat China Eastern jatuh di pegunungan. Pesawat yang mengangkut 132 orang itu meninggalkan duka buat keluarga dan kita semua, karena tidak ada penumpang yang selamat.
Selain dari berita tragedi kecelakaan pesawat itu, saya juga mendapat video tentang seorang penumpang yang selamat karena batal terbang.
Kejadian meninggalnya 132 orang secara bersama dan selamatnya mereka yang batal terbang membuat saya teringat cerita dalam Dhammapada Ahakatha. Tidak persis sama, tapi intinya adalah buah karma bersama.
Apakah ada karma bersama atau kelompok? Bukankah masing-masing mahluk memiliki karmanya sendiri?
Mari simak cerita berikut ini!
Dalam Dhammapada Ahakatha syair 47 diceritakan tentang pembantaian suku Sakya oleh Raja Vitatubha.
Karena ketersinggungan atas perlakuan suku Sakya, Raja Vitatubha menyerbu dan membunuh semua suku Sakya, kecuali beberapa orang yang bersama Mahanama.
Sang Buddha menerangkan bahwa pembantaian suku Sakya merupakan akibat dari perbuatan masa lampau mereka yang menaruh racun ke dalam sungai untuk membunuh ikan-ikan, sedangkan mereka yang selamat sedang tidak berada di sana.
Dalam pemancaran Brahmavihara bagian Upekkha dari Buku Paritta Suci Sangha Theravda Indonesia tertulis sebagai berikut:
Semua mahluk adalah pemilik perbuatan mereka sendiri,
terwarisi oleh perbuatan mereka sendiri,
lahir dari perbuatan mereka sendiri,
berkerabat dengan perbuatan mereka sendiri,
bergantung pada perbuatan mereka sendiri.
Perbuatan apa pun yang akan mereka lakukan,
baik atau pun buruk;
perbuatan itulah yang akan mereka warisi.
Dari syair di atas, kita menjadi lebih mengerti bahwa semua mahluk memiliki karmanya sendiri.
Kalau memang demikian, mengapa ada peristiwa kecelakaan pesawat yang memakan korban jiwa bersama sebanyak 132 orang?
Apakah ini disebut karma kelompok ?
Sesungguhnya manusia adalah mahluk sosial. Kita hidup berkelompok dan bermasyarakat. Umumnya tinggal dengan yang memiliki kesamaan.
Dalam masyarakat yang rukun dan penuh kekeluargaan, semangat gotong royong bukanlah hal yang aneh. Pekerjaan akan dilakukan bersama-sama. Tetapi dalam kebersamaan itu, masing-masing orang tetap dengan pikiran dan tindakan yang berbeda.
Perbuatan kelompok inilah yang mengkondisikan buah karma secara bersama, tapi dengan kondisi yang berbeda dari masing-masing individu. Sehingga kondisi buah karma secara bersama ini sering diasumsikan sebagai karma kelompok.
Kalau kita menyimak dari syair di atas, maka sesungguhnya mereka mewarisi karmanya masing-masing, tetapi dalam waktu dan tempat yang bersamaan.
Sangat mungkin orang yang selamat dari kecelakaan pesawat karena batal terbang adalah salah satu anggota kelompok yang tidak berada dalam kondisi sebab yang dibuat bersama.
Yang terpenting bagi kita semua, marilah berdoa agar mereka yang meninggal mendapatkan kebahagiaan di manapun mereka berada.
Bagi kita yang masih hidup, marilah selalu berbuat baik dan mengkondisikan keluarga atau masyarakat sekitar kita melakukan perbuatan terpuji lainnya sesuai keyakinan masing-masing.
Semoga semua mahluk bebas dari derita.
Semoga semua mahluk tak kehilangan kesejahteraan yang telah mereka peroleh.
**
Referensi: https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-vitatubha/
Paritta Suci, Sagha Theravda Indonesia, Bhikkhu Dhammadhiro Mahthera, Edisi III Pembaharuan, 2019
**
Tangerang, 30 Maret 2022
Penulis: Sima Budy untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H