Toni tidak ingin ke rumah sakit, cukup beristirahat di rumah saja. Ia akan baik dengan sendirinya, seperti yang sudah sering ia alami dulu.Â
Sebelum tertidur, Toni memesan anaknya agar tidak mengganggu dirinya selama dia beristirahat.
Tetapi saat Toni tertidur lelap, anaknya memecahkan piring beserta makanan yang ada di atasnya. Toni terbangun dengan kaget, langsung saja dia marah. Kemarahan yang sudah lama tidak muncul, menjadi muncul kembali.
Toni ingin sekali membentak anaknya dengan keras. Ia ingin mencaci keras seperti dulu yang biasa ia lakukan.
Toni ingin sekali meninju meja di hadapannya. Tidak peduli kepada siapa pun, bahkan mungkin kepada anaknya sekali pun.
Tapi pada saat dia melihat muka anaknya yang sangat dia cintai, seketika itu pula kemarahannya berhenti dan mereda.
Anak semata wayang Toni dapat melihat aura kemarahan yang terpancar dari ayahnya pada saat itu. Dia lalu mendekati Toni dan merangkulnya, "Maafkan aku, ayah. Saya berjanji untuk tidak ceroboh lagi."
Toni terhenyak, ia sadar. Dirinya kini tidak seharusnya menjadi Toni yang dulu lagi. Dia pun merangkul dan minta maaf kepada anaknya sendiri; "Ayah mencintaimu dengan segenap hati, maafkanlah ayahmu".
Moral cerita...
"Cintailah semua makhluk seperti halnya seorang ibu mencintai anaknya yang tunggal."
Terkadang kita hanya mencintai pasangan kita, orang tua kita dan tentunya anak sendiri. Tetapi cinta tersebut tidaklah menyebar dan meluas. Seharusnya seorang mencintai semua pihak tanpa perbedaan dan tanpa batasan.