Ketika ada masalah, pikiran selalu terisi dengan masalah tersebut. Berputar-putar saja di sana, mengulang-ulang hal yang sama. Bahkan jika tidak mau memikirkan, pikiran tetap saja berputar di masalah yang sama.
Pikiran tidak dapat pindah ke lain hati. Karena jauh di dalam sana, ada keinginan tersembunyi agar tidak ada masalah. Kenyataannya ada masalah, jadi pikiran terus berusaha mencapai apa yang diinginkan.
Pikiran terpenjara oleh nafsu keinginan, tidak dapat bebas untuk memikirkan lainnya.
Kadang sulit melupakan mantan terindah, walaupun sudah berusaha, tapi tetap tidak dapat dilakukan. Sebenarnya jauh di dalam sana ada keinginan agar bersamanya, ada kerinduan, tapi kenyataan mengatakan lain. Pikiran terpenjara oleh nafsu keinginan.
Ketika mengenang orang yang kita kasihi, mungkin ibu, ayah, pasangan hidup, atau siapapun, selalu mencucurkan air mata. Sebenarnya jauh di dalam sana, ada keinginan selalu bersamanya, ingin mengulang masa-masa yang indah atau memperbaiki kesalahan yang sudah terjadi. Tapi, kenyataannya semua sudah berlalu. Pikiran terpenjara oleh nafsu keinginan.
Kadang kecewa dengan pasangan hidup, sudah diberitahu kalau tidak boleh ini, tidak boleh itu, masih saja. Padahal itu demi kebaikannya. Jauh di dalam sana, diriku lebih baik dari kamu, karena kamu masih ini, masih itu, tidak bisa ini, tidak bisa itu. Pikiran terpenjara oleh nafsu keinginan.
Melihat orang lebih cantik, lebih kaya, lebih dihormati, merasa tidak suka. Karena jauh di dalam sana, ada keinginan agar diri sendiri lebih baik dari mereka. Kenyataan tidak, pikiran terpenjara oleh nafsu keinginan.
Dunia yang kita lihat, terbentuk dari apa yang kita pikirkan. Pemandangan menjadi indah, ketika bersama orang yang kita cintai. Pemandangan menjadi biasa saja, jika bersama dengan orang yang kita tidak sukai. Suasana hati, kebahagiaan terbentuk dari keinginan.
Kebahagiaan terpenjara oleh nafsu keinginan.
**
Moral cerita: hati-hati dengan keinginan. Keinginan yang semula kita pikir baik, belum tentu membawa manfaat, bisa jadi membuat diri sendiri menderita.
**
Jakarta, 19 Maret 2022
Penulis: Jayanto Chua untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H