Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Minyak Goreng Langka dan Pelajaran dari Kue Keranjang

16 Maret 2022   06:07 Diperbarui: 17 Maret 2022   22:35 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Minyak Goreng Langka dan Pelajaran dari Kue Keranjang (sumber: bantenraya.com, diolah pribadi)

Dalam beberapa pekan terakhir, banyak ibu-ibu Rumah Tangga mencari minyak goreng. Di beberapa toko swalayan dan warung-warung kecil, semuanya tidak tersedia.

Minyak goreng langka di pasaran. Boro-boro dengan harga 14.000 rupiah sesuai harga dari Pemerintah, dengan harga mahal pun tidak ada barangnya.

Banyak ibu rumah tangga yang mengomel karena susahnya cari minyak goreng sekarang ini. Jangankan di dunia nyata, bahkan di dunia maya pun kita pasti banyak mendengar omelan, umpatan, dan makian tentang kelangkaan minyak goreng.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita ikut mengomel dengan kelangkaan minyak goreng ini? Apakah kita perlu memasukkan sampah ke dalam kulkas pikiran kita?

Baca juga: Kulkas Pikiran, Tempat yang Nyaman Menimbun Sampah

Jangan dong! Sayang kalau kita mengotori kulkas pikiran kita yang sudah mulai ditata dan diisi dengan baik...

Mengingat jargon yang pernah dipopulerkan Gus Dur, "Gitu aja koq repot!", saya ingin kita menyimak cerita ini:

Kelangkaan minyak goreng bukan hanya kali ini saja terjadi, tetapi sudah pernah terjadi di masa lalu. Saya ingat kejadian waktu tante mengeluh tentang kelangkaan minyak goreng menjelang malam Cap Go Meh. Waktu di mana warga Tionghoa membuat kue keranjang.

Karena langkanya minyak goreng saat itu, alhasil tante saya ini pusing tujuh keliling. Dia tidak bisa menyediakan kue keranjang goreng untuk suami dan keluarganya.

Si tante sudah keliling pasar tradisional dan pasar swalayan mencari minyak goreng, tapi tidak berhasil mendapatkannya.

Saking kesal dan pusingnya, dia pun datang ke rumah saya dan curhat kepada mama. Saya mendengar percakapan mama dan saudaranya itu.

Yang begitu terkesan adalah jawaban santai mama saya, persis seperti yang disampaikan oleh mantan Presiden RI, almarhum Gus Dur.

"Gitu aja koq repot!"

Tambah mama saya, "Hidup ini sudah susah.... Jangan ditambah susah lagi. Jalani hidup dengan enjoy...."

Saya lihat mimik wajah saudara mama saya yang kebingungan mendengar jawaban yang tidak diduganya. Saya juga penasaran mendengar kelanjutan apa yang akan disarankan mama.

Mama saya mengambil kuali dan diisi dengan air, kemudian diletakkan klakat di atasnya. Kue keranjang yang sudah dipotong di dalam mangkok lalu diletakkan di atas klakat. Ternyata mama mengukus kue keranjang tersebut.

Kukusan kue keranjang yang disajikan dengan parutan kelapa ternyata enak. Tidak kalah enaknya dengan kue keranjang goreng.

Ah, alangkah sederhananya ketika kita tidak berfokus dan menyalahkan mengapa minyak goreng langka. Sudah ada yang mengatur untuk menyeimbangkan antara demand dan supply. Kita percayakan saja kepada Pemerintah untuk mengaturnya.

Yang perlu kita atur adalah diri kita sendiri.

Apakah kita akan mati kalau tidak ada minyak goreng? Apakah kita tidak bisa menikmati pisang goreng kesukaan kita kalau tidak ada minyak goreng?

Saat minyak goreng langka, sepertinya iya. Tapi bukankah kita bisa menikmati pisang rebus atau pisang bakar yang tidak kalah nikmatnya? Apalagi saat lapar.

Menurut dokter, makanan yang direbus atau dikukus adalah makanan yang lebih sehat. Tetapi yang digoreng memang lebih enak sih. Itu menurut pendapat saya yang memang penggemar gorengan. Jadi sesuaikanlah dengan kondisi, jangan dibuat repot.

Minyak goreng oh... minyak goreng !

Semua pasti berlalu......

**

Tangerang, 16 Maret 2022

Penulis: Budy Dipankara untuk Grup Penulis Mettasik

dokpri, mettasik, budy dipankara, sima budy
dokpri, mettasik, budy dipankara, sima budy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun