Apapun pengalaman pahit yang Ari rasakan pada hari itu, akan ia goreskan pada air laut. Ari menghitung... Jumlah goresan yang ia buat sama dengan jumlah kekesalan yang ia alami.
Setiap orang punya cara yang berbeda untuk menumpahkan kekesalan. Apa yang dilakukan oleh Ari, tentu itu yang terbaik baginya.
Tapi, apa yang Ari rasakan? Entahlah, tidak ada yang pernah tahu.
Satu yang pasti, kemarahan, kekesalan, dan kekecewaan ia tumpahkan dalam bentuk goresan air.
Mari kita renungkan sejenak. Akankah goresan pada air tersebut ada di sana selamanya? Tidak, ia akan hilang seiring dengan gelombang air yang selalu ada.
Bahkan, goresan itu sebenarnya tidak pernah ada. Pada saat Ari menggores air, pada detik itu juga goresan tersebut hilang. Tak lagi berbentuk. Tak lagi kekal.
Begitu pula dengan benci, amarah, perasan kesal, jengkel, dan tidak senang. Cobalah perhatikan, ia hanya berada di sana sesaat saja.
Namun, ia juga tidak pernah hilang jika kita selalu menggoreskannya di sana. Tiada gunanya menimbunkan kemarahan dan kebencian di pikiran kita.
Bagaikan goresan di air, goresan itu segera sirna tidak bertahan lama.
Hendaknya kita senantiasa tidak mudah marah dan benci, meskipun itu muncul. Ia tidak akan bertahan lama.
**