Peristiwa serupa terjadi lagi, ketika saya sedang mengobrol bertiga di sebuah toko furniture. Nampak dari kejauhan seorang nenek menuju toko tempat kami berada.
Nenek itu berjalan tertatih-tatih dengan pakaiannya yang lusuh. Ia pun masuk ke dalam toko dan bertanya, "Mami ada?"
Dengan cepat si pemilik toko menjawab "Nggak ada, lagi pergi."
Sesaat kemudian, si Nenek langsung mengambil dompet kecil dan mengeluarkan uang 300 ribu. Tidak lupa juga secarik kertas dengan tulisan tangannya "Ini titip buat Mami, bilang dari saya."
Pada kertas tertera: "sumbangan untuk [...]," beserta nama nenek tersebut.
Baca juga: Banjir yang Tidak Ada Musimnya
Setelah si nenek itu pergi, si pemilik toko langsung bertanya kepada saya dan teman. "Waktu pertama kali lihat Nenek itu, apa yang ada di pikiran kalian?".
Saya menjawab "Kirain mau minta-minta uang." Teman saya menjawab mirip, "kirain pengemis."
Begitu pula dengan si pemilik toko, pikirannya pun sama. Ia telah berbohong, karena mengira nenek tersebut hanya mencari masalah. Maminya tidak keluar, berada di lantai atas.
Si pemilik toko lebih kaget lagi ketika mendengar informasi dari maminya yang merupakan koordinator sumbangan untuk yayasannya. "Teman mami itu yang paling rutin menyumbang."
Si pemilik toko juga rajin menyumbang, tapi jumlahnya tidak sebesar si nenek. Betapa malunya dirinya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!