Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kulkas Pikiran, Tempat yang Nyaman Menimbun Sampah

19 Februari 2022   06:37 Diperbarui: 19 Februari 2022   06:40 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kulkas Pikiran, diolah pribadi, gambar: blog.fantasticservices.com

Dalam rumah tangga modern saat ini, kulkas bukanlah barang asing. Sebagian besar pasti memiliikinya sebagai tempat menyimpan makanan dan minuman agar tidak cepat busuk.

Kulkas ini sangat membantu ketika kita tidak ingin memakan atau mengolah makanan saat itu juga. Tetapi, banyak orang yang tidak menyadari kalau makanan atau minuman yang disimpan terlalu lama di dalam kulkas dapat menjadi sampah, dan menimbulkan bau tidak sedap.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi kulkas adalah lemari pendingin (tempat menyimpan makanan supaya tidak cepat busuk dan sebagainya). Tetapi dalam tulisan ini saya ingin mengibaratkan pikiran kita sebagai kulkas.

Pikiran kita banyak menyimpan bentuk-bentuk pikiran, ada yang baik, tetapi banyak pula pikiran yang tidak baik. Terutama setelah kita melihat, mendengar, mencium, ataupun merasakan sesuatu yang sangat berkesan bagi kita.

Ibarat makanan yang dimasukkan ke dalam kulkas, tentunya kita akan memasukkan yang baik ke dalam kulkas. Rasanya hampir tidak mungkin kita memasukkan sampah (makanan busuk) ke dalam kulkas.

Tetapi, dalam hal "kulkas pikiran" kita kerap kali memasukkan bahkan menyimpan yang busuk (bentuk pikiran negatif).

Oleh karena itu jangan biarkan kebencian, keserakahan, dan bentuk pikiran negatif lainnya masuk ke dalam kulkas pikiran, apalagi terus disimpan di dalamnya, karena itu adalah sampah.

Sampah akan mencemari kulkas kita, sehingga bau busuk akan tersimpan di dalamnya. Dan ketika dibuka, maka baunya akan menyeruak keluar dari dalam. Sama halnya dengan pikiran kita yang berisi bentuk-bentuk pikiran negatif, maka yang akan keluar adalah ucapan dan perbuatan negatif yang akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Seringkali kita mendengar orang yang membenci berkata bahwa ia dendam tujuh turunan. Bahkan jika tidak puas, kadang naik menjadi delapan tanjakan hingga Sembilan kelokan.

Di dalam Dhammapada Atthakatha syair kelima, ada "Kisah Kalayakkhini" yang menceritakan tentang perseteruan seorang wanita yang mandul dan pesaingnya. Permusuhan mereka terus berlanjut beberapa kelahiran berikutnya. Itu disebabkan karena kebencian terus dipelihara di dalam hati dan pikiran masing-masing.

Dapatkah kita membayangkan bagaimana beratnya beban pikiran yang terus menyimpan kebencian sampai tujuh turunan ?

Ibarat kita memegang segelas air di tangan kita, jangankan tujuh turunan, seharian saja tangan akan terasa pegal. Bayangkan kalau kita pegang terus sampai kita punya anak cucu tujuh generasi....... Berat Bro !

Mari kita periksa kulkas pikiran kita masing-masing ! Kalau banyak sampah (pikiran negatif) di dalamnya, cepatlah dibersihkan. Bagaimana cara membersihkannya ?

Kalau kebencian yang bersemayam di dalam kulkas pikiran, mari kita keluarkan dan ganti dengan cinta kasih (Metta).

Kalau keserakahan yang bersemayam, keluarkanlah dan ganti dengan kemurahan hati (caga). Senantiasa ringan tangan membantu orang yang membutuhkan.

Kalau kemalasan yang bersemayam, ganti dengan kesadaran dan semangat yang kuat (viriya). Agar kita dapat terus maju dan bermanfaat buat semua mahluk.

Ayo periksa !

Jangan biarkan kulkas kita penuh sampah, karena kita bukan manusia sampah. Kita adalah manusia yang sesungguhnya, mahluk yang berbudi luhur.

**

Sumber :

  • KBBI Online
  • Dhammapada Atthakatha, Vidyasena Production, Yogyakarta 2021

**

Tangerang, 19 Februari 2022

Penulis: Sima Budy untuk Grup Penulis Mettasik

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun