Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Bersepeda Bukan Hal yang Biasa-biasa Saja

17 Februari 2022   05:52 Diperbarui: 17 Februari 2022   06:25 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar Bersepeda Bukan Hal yang Biasa-biasa Saja (diolah pribadi, gambar: rei.com)

Banyak pelajaran hidup yang saya lalui mengajarkan tentang pentingnya menjaga keseimbangan

Saat kecil belajar bersepeda, berkali-kali saya terjatuh karena ketidakseimbangan. Sampai suatu saat menjadi mahir, bahkan bisa melepas tangan sambil bersepeda tanpa terjatuh.

Tapi, ketidak seimbangan akan selalu ada, meskipun kita sudah jago bersepeda. Bisa saja berasal dari sepeda yang kita kendarai. Komponen di dalamnya perlu diperbaiki.

Jadi, selain memahirkan diri, perlu juga merawat sepeda. Agar keseimbangan internal dan eksternal menjamin kita untuk senantiasa selamat bersepeda.

Hal ini akan terus berlaku dengan kendaraan bermotor yang lebih rumit. Keseimbangan antara pedal kopling, gas, dan rem, agar bisa mengendarainya. Selain sering berlatih, pastikan juga komponen di dalamnya terawat baik.

Saat berlatih basket, saya juga belajar keseimbangan. Bagaimana memegang dan melempar bola basket. Keseimbangan ini menentukan keberhasilan permainan.

Begitu pula dengan keseimbangan untuk berbagi. Basket adalah permainan tim. Bola harus senantiasa terdistribusi dengan benar agar dapat melesat masuk ke dalam keranjang.

Ketika batin sedang kesal, atau keserakahan muncul. Keinginan untuk menguasai bola sendiri akan membawa kegagalan.

Ketika saya belajar bela diri Aikido, keseimbangan adalah kuda-kuda sebelum pertempuran. Ketika ingin menjatuhkan lawan, pastikan tubuh mereka tidak seimbang.

Semakin tinggi tingkat latihan, maka tantangan terhadap keseimbangan tubuh semakin besar. Semakin kuat musuh yang dihadapi, kuda-kuda kita harus semakin kuat.

Keseimbangan dalam Aikido adalah hal yang penting yang harus terus-menerus dipelajari.

Keseimbangan bahkan bagian dari penciptaan teknologi. Mesin cuci misalkan. Setiap sudut tabung perlu terisi sama rata. Karena jika terjadi celah di antara tumpukan pakaian, maka tabung tidak akan berputar maksimal.

Proses mencapai keseimbangan itu perlahan, tidak bisa langsung cepat. Awal nya tertatih-tatih. Butuh kesabaran, keuletan, dan evaluasi.

Setelah semakin terbiasa, maka ritme kecepatan bisa ditambah, ini pun perlu penyesuaian lagi untuk tetap seimbang dalam kecepatan yang lebih tinggi. Setelah terbiasa, maka masuk ke tahap berikutnya.

Ketika terjadi ketidakseimbangan, maka sebaiknya mundur satu langkah. Setelah stabil, kita bisa kembali menambah kecepatan.

Meskipun telah menguasai keseimbangan, tetap saja ada perubahan-perubahan lingkungan bisa menganggu. Bisa dari mana saja, faktor manusia, alam, atau keadaan.

Keseimbangan juga mencakup hal yang lebih luas lagi, yakni faktor alam. Rumah yang jarang dibersihkan, akan menghasilkan sampah yang bertumpuk. Suasana akan menjadi tidak nyaman.

Sampah yang dibuang sembarangan, akan merusak ekosistem. Akibatnya banjir dimana-mana pada saat musim penghujan.

Begitu pula ketika sibuk bekerja. Terkadang kita sengaja menahan buang air. Akibatnya perut mulai terganggu dan mempengaruhi kualitas bekerja.

Asyik menonton acara favorit sehingga kurang tidur, maka keseimbangan tubuh mulai terganggu. Karena tubuh memerlukan pemulihan diri agar memiliki cukup energi untuk aktivitas besoknya.

Semakin dewasa dan berkeluarga, ternyata banyak aspek-aspek lain dalam kehidupan yang perlu saya seimbangkan. Antara aspek keuangan dan kesehatan. Antara hubungan keluarga dan sosial. Antara spiritual dan pekerjaan.

Semakin banyak peran yang kita ambil, maka semakin banyak pula keseimbangan yang perlu kita jaga, agar tidak mudah tergelincir dalam lubang penderitaan.

Ibarat helikopter yang bisa terangkat jika baling-baling yang berputar seimbang panjangnya, maka demikian pula dengan hidup kita. Hanya bisa semakin maju jika kita terus berupaya menyeimbangkan aspek-aspek yang kita geluti.

Keseimbangan batin di sisi lain juga diperlukan dalam menghadapi berbagai fenomena angin duniawi. Pujian-celaan, untung-rugi, terkenal-tidak dikenal. Semuanya merupakan bagian kehidupan yang datang silih berganti.

Ketika batin tergoncang keseimbangannya karena terpaan angin duniawi, maka perlu melakukan upaya untuk menyeimbangkannya kembali.

Saat goncangan kehidupan menerpa, akan berbeda dampaknya terhadap setiap individu. Bagi saya, ketika itu terjadi, saya akan evaluasi sampai seberapa kuat bisa diri ini mampu meredam goncangan.

Jika timbul kesal, marah, kepikiran terus, dan mulai mengganggu kegiatan sehari-hari, maka saatnya untuk rem. Berhenti sejenak, menghalau urusan yang menganggu batin tersebut.

Bermeditasi, atau bahkan ikut retreat meditasi. Ibarat shock breaker yang sudah diberi pelumas, maka batin menjadi lebih siap menghadapi goncangan duniawi berikutnya.

Jadi berkaitan dengan keseimbangan, perlu diperhatikan beberapa hal:

  • Tahu batas kemampuan kita dalam menerima goncangan,
  • Terus melatih ketrampilan menghadapi goncangan -- baik fisik maupun batin, bekali dengan keyakinan, perhatian, konsentrasi, keuletan, dan kebijaksanaan.
  • Tarik rem ketika keseimbangan sudah terganggu,
  • Jaga lingkungan pergaulan dengan teman-teman yang frekuensinya sama. Teman yang mengerti pentingnya mempertahankan keseimbangan dalam mengarungi arus kehidupan.

Semoga Bermanfaat.

**

Jakarta, 17 Februari 2022

Penulis: Fendy untuk Grup Penulis Mettasik

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun