Fenomena tersebut bak bola salju yang perlahan bergulir. Berusaha tampil bagus, dan juga takut membuat kesalahan. Saling tarik menarik tanpa henti. Tidak efektif dan tidak produktif.
Tentu saja itu hanya terjadi di dalam diriku. Kusimpan rapat-rapat hal ini. Pikiran-pikiran yang begitu banyak membuatku seperti tidak hidup di saat ini.
Aku sadar bahwa itu semua adalah aspek psikologis yang terbentuk dari pengalaman. Lalu berlanjut dalam bentuk memori yang mempengaruhi perilaku, dan bersambung dengan pola pikir selanjutnya. Sesuatu yang berubah menjadi "monster anxiety".
Terlalu panjang untuk diceritakan. Suatu saat aku sangat kelelahan mempertahankan pola pikir demikian.
Seperti rumah kaca yang telah retak dan siap pecah. Sosok diriku sebagai perempuan yang kuat, lemah lembut, sabar dan selalu tersenyum tak dapat lagi kupertahankan.
Aku merasa diriku tidaklah seperti itu. Aku merasa seperti sosok bertopeng. Aku merasa, aku bukanlah orang yang baik. Aku merasa di dalam diriku penuh dengan 'kekotoran batin'.
Aku tak memberi apresiasi sedikitpun pada diriku, meski aku sudah melakukan hal-hal lain yang bermanfaat. Aku orang yang paling kejam terhadap diriku sendiri. Tak satupun kuhargai dari semua yang pernah kulakukan.
Di saat aku sudah sangat lelah, aku mulai mencari berbagai kegiatan untuk mencari jati diriku. Mulailah aku melakukan perjalanan pencarian diriku. Pergi mengikuti beberapa kegiatan retreat meditasi, meski aku bukanlah meditator yang baik.
Banyak Guru Meditasi yang mengajarkan "kehidupan adalah jalannya". Sesungguhnya hal menyenangkan maupun hal yang tidak menyenangkan dapat membawa kita pada jalan kebijaksanaan.
Penderitaan pun demikian. Melalui pendekatan mindfulness dapat membantu kita mengubah penderitaan kita menjadi jalan kebijaksanaan.     Â
Awalnya, aku belum memahami maksud ini. Aku selalu menjalani kehidupan dengan mencari penyebab penderitaan. Aku belum memahami apa itu "jalan kebijaksanaan."