"Ini ipadmu. Sana, kamu main sendiri ya! Mama lagi repot, Papa mau berangkat kerja."
Sering kali kalimat ini diucapkan oleh orangtua yang memiliki sejuta aktivitas.
Rerata orang tua jaman sekarang akan menggunakan jurus andalannya; Bagaimana saya bisa terus menemani anak bermain. Memangnya tidak usah memikirkan biaya sekolah? Kebutuhan hidup yang semakin hari semakin melambung. Dan masih banyak lagi alasan lainnya, plus kapan "Me time".
Saat anak beranjak remaja, pergaulan dan lingkungan menjadi bagian yang krusial. Orang tua menjadi sulit untuk mengontrol serta mensupervisi.
Gadget menjadi sahabat karibnya. Gim online tidak lepas dari genggamannya. Dari pagi hingga larut malam. 24 jam non-stop.
Anak pun mempunyai kesibukan yang tidak kalah banyaknya dengan ayah dan ibunya. Terlebih ketika komunikasi yang tidak lancar, tersendat, frekuensi tidak ditemukan.
Belum lagi perlu memahami gaya bahasa anak milenial yang kekinian. Baper (bawa perasaan) melulu, 4EAE (forever and ever) mengatakan ortunya Gaje (ngga jelas, ngga ngerti) perasaannya.
"Pa, Ma, hari ini aku pulang malam. Belajar bersama di rumah teman!"Â Nyatanya pergi hang-out.
"Pa, Ma, aku besok akan berangkat ke desa Impian, ada kegiatan studi banding selama satu minggu."Â Berakhir dengan berpesta narkoba.
"Bentar, Ma! lagi seru nih. Lagi 'roaming' cari 'farming.'"
Seiring waktu usia orang tua bertambah. Ritme bekerja merosot. Menghabiskan waktu di rumah menjadi lebih menyenangkan. Kumpul keluarga. Banyak bercerita.
Namun prioritas anak pun mengalami perbedaan. Kondisi berbalik. Ayah, Ibu harus antri untuk mendapatkan giliran bersenda gurau dengan anak.
Contoh kasus di atas adalah fenomena yang sering ditemukan pada keluarga zaman now.
Sebuah penampakan ironis, ketika sepasang muda-mudi mengikat janji untuk membentuk keluarga harmonis berakhir dengan lika-liku penuh drama.
Berikut beberapa catatan kecil penulis yang dapat menjadi pola dasar penafsiran:
Anak adalah Copycat Orang Tua
Ia adalah peniru ulung. "Kenapa anak ini cerewet  banget ya?" Eeh, si ibu tidak sadar kalau suaminya berbicara satu kalimat, respons yang diberikan adalah satu paragraf. Sebaliknya ayah sering ringan tangan dan berkata kasar.
Akibatnya guru melaporkan si A suka memukul kawan kalau tidak mau main bersama. Bahkan sering mengatai kawanannya. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Kira-kira demikian.
BondingÂ
Chemistry tidak akan terbangun hanya dalam hitungan hari atau per minggu. Jadi teringat saat PDKT (ditembak oleh orang yang kita suka). Dibutuhkan proses agar GGC bisa terus membara. Hehehe, apakah masih sama untuk kondisi anak muda saat ini? Harusnya.
Bagi anak, terutama anak usia dini, pengalaman yang menyenangkan akan menguatkan literasi dini dan penanaman karakter melalui kesempatan:
- Bermain bersama
- Menemani, menjelajahi dunianya
- Bercerita, berceloteh,
- Melibatkannya dalam setiap aktivitas di rumah (Memasak, Berkebun, Merapikan rumah, Merawat hewan piaraan, Berbelanja)
- Berdoa bersama
- Membuat lelucon
- Dan masih banyak lagi lainnya.
Merancang Komunikasi Efektif Dua Arah
Orang tua sebaiknya tidak mendominasi setiap percakapan. Seringnya orang tua mengatakan "Papa, Mama sudah lebih banyak makan asam garam." Helo, ini abad 21! Memang, Papa dan Mama dulu pernah belajar melalui online platform? Order makanan pakai gofood? Anak perlu diberikan kesempatan untuk berpikir kritis dengan alasan yang mendasar.
Walk the Talk (Konsisten dan berkomitmen)
Sebagian orang tua berpendapat mereka melanggar adalah oke. Tetapi anak harus taat dan disiplin. Eit, itu membuat anak kurang respect.
Guru dan Orang Tua Harus Saling Bersinergi
Orang tua beranggapan, sekolah harus bertanggung jawab atas perilaku anak didiknya karena sudah mendapatkan bayaran. Lain lagi cerita guru. Anak menghabiskan waktu lebih banyak di rumah daripada di sekolah. Â Mindset menjadi ujung tombak isu ini.
Keputusan tentang cara orang tua mendidik dan mengedukasi anak memang sangat personal sekaligus mencemaskan.
Mengapa Menjadi Keseriusan?
Keberhasilan seorang anak menjadi manusia holistik, dimulai saat ia berada di lingkungan terkecil bersama ayah dan ibu. Berkelanjutan hingga ia menjadi seorang dewasa yang berkarakter atas diri dan lingkungannya.
Jangan salahkan pihak tertentu, gegara anak menjadi lepas kendali, amoral hingga menguras harta warisan orang tua, bahkan tak jarang mengusir kedua orang tuanya. Miris.
Kembali kepada poin no 1 dan 2 yang penulis uraikan diatas, anak adalah peniru ulung. Â Keterikatan dan harmonisasi harus dibina dan dipupuk. Nilai-nilai luhur kehidupan menjadi penting untuk dikokohkan pada setiap generasi muda.
Orang tua seyogianya menjadi role model dan menyiapkan lahan serta media pembibitan agar menghasilkan buah yang manis.
**
Semoga Semua Berbahagia.
**
Jakarta, 11 Februari 2022
Penulis: Iing Felicia untuk Grup Penulis Mettasik