Dunia modern ditandai perkembangan teknologi yang berubah sedemikian cepatnya ibarat pedang bermata dua.
Di satu sisi, kehidupan manusia menjadi semakin mudah. Membuat mereka tanpa sadar senantiasa berupaya terus menuruti nafsu keinginan yang tiada batasnya. Semata-mata hanya untuk meraih kebahagiaan duniawi; harta, tahta, nama harum dan status sosial di masyarakat.
Semua cara dilakukan agar kebahagiaan duniawi yang dianggap sebagai kebahagiaan tertinggi tersebut dapat dicapai. Walaupun terkadang harus bertentangan dan tidak sesuai dengan norma etika, moral dan hukum yang ada.
Sebaliknya di sisi lain, permasalahan hidup pun semakin kompleks. Kehidupan dunia modern dan perkembangan teknologi tanpa disadari menimbulkan pula permasalahan hidup yang semakin kompleks. Baik dari tingginya tingkat stres, gangguan kesehatan mental dan kejiwaan, hingga renggangnya hubungan antar manusia dan hubungan sosial kemasyarakatan.
Untuk mengatasi hal tersebut, disinilah agama berperan sangat penting. Sebagai solusi menghadapi kehidupan yang bersifat tidak kekal dan mengalami perubahan silih berganti.
Apakah ajaran Buddha dapat memberikan solusi dan memiliki relevansi untuk menghadapi kehidupan dunia modern tersebut?
Selama ini masyarakat menganggap ajaran Buddha adalah ajaran yang sudah kuno, ketinggalan jaman dan tidak up-to-date. Belum lagi anggapan bahwa ajaran Buddha kelihatannya lebih menitikberatkan pada tradisi-tradisi ritual yang jumlahnya cukup banyak, terkesan rumit dan dianggap merepotkan. Apakah memang demikian?
Apakah ajaran Buddha yang telah berusia lebih dari 2500 tahun sudah ketinggalan jaman? Sehingga mulai banyak ditinggalkan karena dianggap sudah tidak relevan dengan kehidupan dunia modern yang serba praktis, simpel dan mudah termasuk dalam hal beragama.
Untuk menjawabnya, kita terlebih dahulu harus mengetahui apa sebenarnya ajaran Buddha itu. Dhamma, ajaran Guru Agung Buddha adalah ajaran mulia yang indah pada awal, indah pada pertengahan, dan indah pada akhirnya. Dibabarkan atas dasar cinta kasih dan kasih sayang kepada dunia, demi kebaikan, manfaat, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.
Dhamma menekankan pada pendekatan yang masuk akal dan ilmiah dalam ajaran-ajarannya. Dhamma berisikan pedoman moral dan filsafat yang menuntun menuju kebahagiaan. Dhamma merupakan hukum kebenaran universal yang mengajarkan bahwa sumber kebahagiaan dan penderitaan sebenarnya terletak dalam diri kita sendiri.
Dhamma mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan kita harus bertanggungjawab atas diri sendiri. Kebahagiaan merupakan hasil usaha kemampuan diri sendiri. Manusia bertanggungjawab atas nasibnya sendiri, mampu memperbaiki hidupnya dan mencapai Pembebasan.
Dengan menyadari hal ini, kita tidak akan mudah menyalahkan kondisi atau pihak lain atas penderitaan yang sedang dialami. Namun, kita mampu menjadi orang yang bertanggung jawab dan mandiri atas setiap pikiran, ucapan dan perilaku yang kita lakukan agar kebahagiaan hidup dapat diraih.
Hal ini membuat Dhamma ajaran Buddha menjadi sumber nilai-nilai religiusitas yang mengajarkan nilai-nilai tata cara hidup bersosial dan nilai-nilai kemanusiaan.Â
Untuk dapat hidup bahagia, setiap orang hendaknya memiliki pengertian yang benar tentang fenomena kehidupan ini, memiliki pemahaman tentang apa yang dinamakan "diri" dan memiliki pengetahuan tentang jalan menuju pada Kebahagiaan Sejati (Nibbana).
Semua ajaran Guru Agung Buddha berintikan pada : tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan sucikan hati dan pikiran. Serta memiliki tiga pokok latihan, yaitu : latihan susila (sila), latihan meditasi (samadhi), dan pengembangan kebijaksanaan (panna).
Dalam Digha Nikaya II, hal. 94, 123 disebutkan bahwa : "Barangsiapa terlatih dalam sila, meditasinya akan berkembang; barangsiapa terlatih dalam meditasi, kebijaksanaannya akan berkembang; berangsiapa terlatih dalam kebijaksanaan, batinnya akan terbebas dari kekotoran...".
Kenyataan yang ada dunia modern membuat manusia menjadikan kebahagiaan duniawi tujuan utama. Untuk memuaskan nafsu keinginannya, mereka tidak dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Aspek duniawi menjadi tujuan utama, sedangkan aspek spiritualitas dikesampingkan. Yang akhirnya berakibat pada permasalahan hidup yang makin kompleks.
Ajaran Buddha telah memberikan pemahaman yang sangat jelas bahwa kebahagiaan duniawi bukanlah kebahagiaan tertinggi. Nibbana lah yang menjadi Kebahagiaan Sejati.
Dengan dapat melatih dan melaksanakan semua ajaran Buddha secara tekun dan konsekuen, maka bukan hanya kebahagiaan duniawi yang akan dapat dicapai, tetapi pada akhirnya pula Kebahagiaan Sejati (Nibbana) akan dapat terealisasi. Â Â
Berbagai kejadian dan peristiwa yang dialami dalam keseharian merupakan konsekuensi logis daripada kehidupan yang harus dihadapi. Kebahagiaan dan penderitaan timbul sebagai akibat dari pikiran seseorang dalam menyikapi kejadian dan peristiwa tersebut.
Sang Buddha menegaskan pentingnya pikiran, sebagaimana tertulis dalam Dhammapada Syair 1. Yaitu : "Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya".
Dalam Dhammapada Syair 2 disebutkan : "Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak akan meninggalkan bendanya".Â
Sementara dalam Dhammapada Syair 36 tertulis : "Pikiran sangat sulit untuk dilihat, amat lembut dan halus, pikiran bergerak sesuka hatinya. Orang bijaksana selalu menjaga pikirannya, seseorang yang menjaga pikirannya akan berbahagia".
Orang yang dapat berpikir positif akan tetap merasa bahagia seberat apapun kenyataan yang dihadapi, sebaliknya orang yang berpikir negatif akan tetap merasa hidupnya menderita walau semudah apapun kenyataan yang ada.
Hidup yang tidak kekal ini membuat kondisi yang menyenangkan dan kondisi yang tidak menyenangkan datang silih berganti.
Ajaran Sang Buddha adalah ajaran yang senantiasa menekankan seseorang untuk selalu berpikir positif dalam berbagai kondisi yang dihadapinya. Termasuk dalam kondisi yang tidak menyenangkan sekalipun, seseorang tetap diajarkan untuk dapat berpikir positif serta melihat kondisi tersebut dari sisi positifnya. Â Â Â
Berpikir positif adalah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Berpikir positif merupakan proses pikiran yang dapat melihat segala sesuatu apa adanya, yaitu : timbul, bertahan dan tenggelam. Â
Pikiran positif yang dilandasi dengan pengertian kebenaran universal yang akan membentengi diri kita dari berbagai hal yang dapat membuat pikiran kita tidak dapat melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya.
Pentingnya melatih pikiran ini menjadi penekanan dalam ajaran Buddha. Meditasi merupakan pokok latihan penting dalam melatih pikiran. Melalui meditasi kita melatih pikiran agar dapat senantiasa terkonsentrasi sehingga dapat memiliki pikiran yang positif, tenang dan damai. Apalagi di tengah kehidupan dunia modern yang penuh dengan stres dan gangguan kejiwaan yang cukup tinggi.
Lebih dari 2500 tahun yang lalu ketika dunia modern dan teknologi belum mampu menguraikan dan menjelaskan cara kerja pikiran dan manfaat melatih meditasi, Sang Buddha telah mampu menguraikannya dengan detil dalam Abhidhamma Pitaka dan filsafat Buddha.
Dan kini, dunia sains utamanya ilmu kedokteran dan ilmu kejiwaan telah mampu membuktikan secara ilmiah cara kerja pikiran dan manfaat melatih meditasi sebagaimana yang telah diuraikan oleh Sang Buddha. Ini membuktikan bahwa ajaran Buddha masuk akal dan punya dasar ilmiah. Ajaran Buddha menekankan pada penjelasan yang dapat diterima akal sehat.
Ajaran Buddha dapat memberikan solusi dan sangatlah relevan dengan dunia modern di abad ke-20 ini. Ajaran Buddha mampu dibuktikan oleh dunia sains dan dapat dibuktikan oleh mereka yang mempelajari, mempraktikkan dan merealisasikan Dhamma dalam kehidupannya.
Karena nilai-nilai universal Dhamma ajaran Buddha sangat relevan dengan dunia modern dan adalah jalan menuju Kebahagiaan Sejati (Nibbana).
**
Makassar, 07 Februari 2022
Penulis: Miguel Dharmadjie untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H