Tamu yang dimaksud bukanlah tamu yang sesungguhnya dalam bentuk manusia atau orang. Tamu yang dimaksud adalah "tamu" sebagai metafora atau pengandaian atau ilustrasi.
Berbagai bentuk pikiran negatif (marah, dendam, benci, iri, kecewa, cemas, takut, ragu, dan lain-lain) adalah "tamu" kurang ajar yang dimaksud. Ibarat tamu, berbagai bentuk pikiran negatif seharusnya hanya boleh sesekali mampir ke dalam "rumah" (baca: pikiran) kita.
Namun kenyataannya, banyak orang membiarkan "tamu" (pikiran negatif) ini sering berkunjung. Bahkan mereka membiarkan "tamu" tersebut bersemayam dalam pikirannya.
Lebih memprihatinkan lagi, "tamu" yang tidak tahu diri tersebut bahkan diberi "makanan" berlimpah oleh pikiran sendiri. Alhasil, "tamu" kurang ajar tersebut semakin lama semakin besar dan berkuasa.
Jadilah banyak orang "terusir" dari "rumah"nya sendiri. Mereka merasa kurang bahkan tidak bahagia dalam kehidupannya. Tanpa mereka sadari, merekalah yang justru berkontribusi besar atas ketidakbahagiaan tersebut.
Seharusnya mereka memelihara berbagai bentuk pikiran positif (cinta kasih, belas kasihan, simpati, kepuasan, keyakinan, semangat, keberanian, kepercayaan, dan lain-lain). Mereka harus menempatkan berbagai bentuk pikiran positif tersebut sebagai "tuan rumah" yang berkuasa di dalam pikiran mereka.
Keputusan ada di tangan kita apakah mau menempatkan "tamu" (baca: pikiran-pikiran negatif) sebagai "tamu" yang baik (hanya boleh sesekali saja mampir), atau membiarkannya menjadi "tuan rumah" (bersemayam) dalam "rumah" (baca: pikiran) kita.
Salah dalam mengambil keputusan, taruhannya adalah kebahagiaan dalam kehidupan kita.
**
Jakarta, 29 Januari 2022
Penulis: Toni Yoyo untuk Grup Penulis Mettasik