Diriku membayangkan, bagaimana jadinya jika penyesalan diri tidak disertai permintaan maaf. Urusannya mungkin tidak lagi sepele. Ketidak bahagiaan bagiku dan anakku.
Pelukan pun kuberikan pada pagi hari itu. Meyertai kata maaf yang kedua kalinya. Kali ini keluar dari mulutku.
Aku yakin ia telah menjadi lembut. Dan berharap mamanya dapat memberikan contoh yang baik. Bahwa kata Maaf tidak memandang senioritas, posisi, atau pun jabatan.
Siapapun seharusnya bisa melihat permintaan maaf sebagai sesuatu yang sakral.
Dada terasa plong. Menyadari jika kemelekatan terhadap AKU di masa lalu masih belum benar-benar hilang. Ia bisa bermanifestasi dalam bentuk apa pun. Termasuk perasaan cinta yang mendalam.
Bila diekspresikan tanpa pemikiran yang bijak, ia hanya akan membuat orang lain terluka. Terlebih orang-orang terdekat yang kita sayangi.
"Ratiya Jayati soko, Ratiya jayati bhayam. Ratiya vippamuttlassa, natthi soko kuto bhayam"
Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelakatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. (Dhammapada, Piya Vagga, syair 214)
**
Jakarta, 13 Januari 2022
Penulis: Tjio Jolanda S. Â untuk Grup Penulis Mettasik