Kebajikan berdana akan memberikan kebahagiaan. Di saat memberi ataupun di masa mendatang ketika kita menyadari kebaikan yang sudah kita lakukan. Nyaman. Tenteram rasanya hati ini.
Tak peduli apakah kita sadar akan kenyataan ini atau tidak. Terlebih, jika niat itu dibarengi dengan pemahaman. Tentu kita dapat dengan cepat meningkatkan proses kematangan jasa kebajikan yang diperoleh lewat pemberian kita.
Nah, ada tiga faktor penentu besarnya jasa kebajikan sesuai tingkatannya.
Pertama; motif atau tujuan si pemberi kebajikan.
Kedua; bagaimana moral dan akhlak si penerima dana (baca: kebaikan).
Ketiga; bentuk dan jenis dana yang pas dan tepat bagi mereka yang membutuhkan.
Hukum sebab akibat adalah hukum alam yang berlaku bagi siapa saja atau hukum karma (ajaran Buddhisme). Apa yang ditabur, itulah yang akan dituai.
Perbuatan baik berbuah manis. Perbuatan jahat menciptakan akibat buruk. Karena kita sendiri yang akan mengalaminya. Pastinya kita berusaha mendesain karma baik sebanyaknya. Wajar kan?
Kembali kepada ketiga faktor yang sudah dikemukakan sebelumnya. Penulis fokus pada niat dan motif si pelaku (pemberi).
Niat -- Kehendak
Saat niat berbuat baik muncul. Usahakan agar kondisi itu terjaga. Sehingga ketulusan terbentuk.
Berikutnya adalah tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. Alhasil, penerima bersukacita dan puas karena pendana memberikan sesuatu yang bermanfaat dan dibutuhkan olehnya. Right person in the right place.
Namun seringnya pikiran tidak terkontrol, namanya juga manusia. Ada kalanya setelah berbuat baik. Terus timbul sesal, kenapa kasihnya kebanyakan? Kenapa enggak yang ini saja yang dikasih? Atau kenapa bukan kasih ke orang itu ya? Dan masih banyak kenapa, kenapa dan kenapa lainnya berkecamuk dalam pikiran.
Dalam ajaran Buddhis terdapat perbedaan mendasar antara tindakan berdana yang kurang bijaksana dan tindakan berdana yang didasari kebijaksanaan. Bobot yang kedua itu lebih tinggi daripada yang pertama.