Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gegara Calistung, Ayah Ibu Kelimpungan, Anak Menjadi Korban

4 Januari 2022   06:59 Diperbarui: 4 Januari 2022   07:13 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebayang enggak sih, saat orangtua mau mendaftarkan si kecil yang berusia balita ke Kindergarten -- TK (baca: PAUD -- Pendidikan Anak Usia Dini). Rimpung. Tanya sana sini, berselancar di media sosial, cek mbah Google. Minta rekomendasi dan referensi dan lain-lainnya.

Perlukah mendaftarkan anakku ke TK (Taman Kanak-kanak)?

TK adalah bagian dari pendidikan anak dan akan berpengaruh kepada masa depan anak. Cikal-bakal anak ke depannya. Riset menunjukkan, usia keemasan kehidupan anak adalah saat ia berada di usia 0-6 tahun. Sekitar 80% perkembangan otak anak berkembang pada periode tersebut.

Ternyata, tahapan ini menjadi poin penting bagaimana anak siap menghadapi tantangan dengan segala disrupsi, inovasi, dan evolusi zaman yang saat ini belum tampak wujudnya.

Artinya memilih sebuah pra-sekolah atau TK tidak sesederhana dan semudah yang dipikirkan.

Beberapa tips dapat dijadikan acuan antara lain:

(1) Lokasi, jarak tempuh.

Adalah salah satu faktor untuk dipertimbangkan. Tidak macet, waktu persiapan tidak terlalu lama. Anak masih fresh saat tiba di sekolah.

(2) Kurikulum dan cara pengajaran.

Bahan pembelajaran dan metode yang dipakai perlu mendapat perhatian. Sejatinya value yang diajarkan kepada anak didik akan menjadi penentu apakah sekolah ini layak menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan. Bagaimana anak dapat menjadi individu yang bertanggung jawab bagi dirinya sendiri dan sebagai warga dunia.

Cerdas berkarakter*1 diperlukan pada abad 21 seperti yang sering digaungkan oleh Mas Menteri Nadiem Makarim. Tertuang dalam profil pelajar Pancasila*1: Beriman, taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Merdeka belajar*2 adalah cara bagaimana guru dapat membersamai, memediasikan dan memberi teladan bagi peserta didiknya.

(3) Kualitas guru.

Anak suka belajar karena guru mengajar dengan hati. Ia paham bagaimana menyampaikan pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan. Sehingga kehadiran guru selalu dinantikan oleh anak didik.

(4) Sarana dan Prasarana (Lingkungan).

Keamanan dan kenyamanan lingkungan belajar menjadi catatan berikutnya. Dikatakan lingkungan adalah guru ke tiga setelah orang tua, dan guru sekolah.

Diantara tips yang penulis sampaikan. Butir nomor dua menjadi highlight. Mengapa?

Ini yang menjadi kegelisahan dan kerisauan. Melihat fakta yang ditemukan jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda. Bahkan semakin terasa dampaknya saat ini akibat PJJ. Miris.

Sebagian orang tua menganggap enteng pendidikan usia dini. Padahal golden age*3 seorang anak hanya sekali selama kehidupannya. Priceless.

Saat wawancara dengan calon orang tua siswa, seringnya pertanyaan yang muncul adalah:

(1) Apakah baca tulis dan berhitung (calistung) diajarkan setiap hari?

(2) Apakah lembar kerja (LK) alisan PR (pekerjaan rumah) pasti ada?

(3) Apakah anak saya siap untuk baca tulis berhitung sendiri ketika masuk sekolah dasar (SD)?

Ketika sudah bersekolah, persoalan berikutnya:

(1) Kenapa anak saya belum bisa baca, tulis dan berhitung?

(2) Apakah anak saya perlu diberikan tambahan bimbingan belajar (baca: Les) baca, tulis dan berhitung?

(3) Dibandingkan sepupunya dan anak tetangga, dia jauh tertinggal. Bagaimana nanti di SD?

Akibatnya anak mempunyai jadwal kegiatan yang padat seperti ayah dan ibu yang bekerja di kantor. Bahkan lebih dari itu. Mulai dari pukul 07.00 pagi bersekolah, makan siang di perjalanan. Dilanjut dengan les baca, berikutnya les matematika, disambung dengan les lainnya hingga petang sambil menunggu dan menjemput ayah dan ibu untuk pulang bersama.

Cerita lainnya. Setiap kali anak saya ditanya, jawabannya "Di sekolah cuma main dan main." Jadi untuk apa saya bayar uang sekolah kalau cuma untuk main doang? Dia bisa main di rumah sama asisten rumah tangga. Gratis. Padahal hanya dikasih gadget oleh si mbak supaya anteng.

Sebenarnya cara belajar anak adalah bermain*4. Bermain*5 berarti bekerja bagi anak usia dini. Pembelajaran terintegrasi dalam permainan. Moral, Motorik, Bahasa, Kognitif, Sosial-emosional, dan Seni terstimulus. Saat itulah perkembangan dan pertumbuhan otak anak berkembang. Jumlah sinapsis dalam otak anak usia 3 tahun, tiga kali lebih banyak dibandingkan pada saat dewasa.

Menjelang usia 5 tahun perkembangan otak anak semakin menyesuaikan dengan pengalamannya. Peristiwa demi peristiwa dalam kehidupan si kecil akan membentuk sinapsis secara langsung.

Dapat dibayangkan apabila faktor lingkungan tidak mendukung, sinapsis-sinapsis ini akan terpangkas karena tidak terkoneksi dan tidak digunakan.

Penulis pun melakukan kilas balik. Kapan ada pertanyaan "di usia berapa kamu bisa baca dan menulis?" Selama ini belum pernah. Pun pada saat sesi wawancara lamar kerja.  Yang pasti adalah pertanyaan seputar soft skill, logika berpikir, penyelesaian masalah, membangun tim kerja, dan personality atau attitude.

Menilik khitahnya, pendidikan memiliki tugas dan fungsi utama sebagai sebuah investasi jangka panjang yang hasilnya tidak mungkin dinikmati dalam hitungan hari. Bukan drilling untuk mendapatkan pencapaian akademik secara instan.

Keputusan orang tua memegang peranan penting untuk pembelajaran anak usia dini (AUD). Namun, seyogianya, hal-hal fundamental seorang anak perlu dicermati, agar kelak anak dapat meraih keberhasilan, hidup mandiri, dan bertanggung jawab sebagai komunitas dunia.

**

Jakarta 04 Desember 2021

Penulis: Iing Felicia untuk Grup Penulis Mettasik

Referensi: 

*1  *2  *3  *4  *5 

dokumen pribadi
dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun