Pada dekade 80an, tidak banyak hiburan yang tersedia bagi anak remaja. Paling hanya nonton bioskop, televisi, majalah atau mendengarkan lagu saja. Bagi saya, di antara semua pilihan yang terbatas, musik adalah yang terfavorit.
Meskipun hanya melalui kaset, radio, atau piringan hitam saja, tapi itu semua adalah barang mewah di zamanku.
Memang sih, kecanggihan spotify atau ipod belumlah ada. Tapi, nuansa musik yang ada sudah cukup beragam. Jenisnya mulai dari Pop, Dangdut, Rock, Heavy Metal, Jazz, Disco, Keroncong, hingga Rap.
Sejak dulu ada yang namanya penyanyi terkenal. Baik yang tampil solo, duet, atau pun grup band. Mungkin sebagian sudah tidak lagi terkenal, tapi ada juga yang telah berubah menjadi legenda. Saya tumbuh dan besar di era tersebut. Â
Di zamanku, belum ada istilah viral atau trending, namun semangat yang sama sudah membara. Biasanya ditransformasikan dalam bentuk model rambut, fashion, atau pun tempelan poster penyanyi favorit di kamar tidur.
Belum ada medsos, tapi tukar-menukar kaset tidak kalah serunya. Tidak ada Sing, Smule, atau Starmaker. Tapi, model karaokean kami lebih alamiah. Bisa dimana saja.
Top Play List pun ada. Namanya keren, "Lagu Kebangsaan." Bukan hanya sekadar lagu saja, tapi kadang ia muncul bersamaan dengan momen penting dalam kehidupan. Seperti pada saat lulus ujian, jadian, ketemuan TTM, atau pun saat dighosting.
Maklum, lagu zaman dulu tidak sepatuh sekarang. Radio menjadi moda penting, karena belum ada internet yang bisa mengatur-atur lagu kesayangan.
Saya pun demikian, mendapatkan sebuah "Lagu Kebangsaan" dari mama tercinta. Beliau menceritakan bagaimana secara tak sengaja lagu A Whiter Shade of Pale dari Procol Harum ia dengarkan pasca kelahiranku.
Jadilah lagu tersebut sebagai Lagu Kebangsaan pertamaku. Menandakan kelahiran diriku dan kenangan indah Bersama diri mama yang telah bersusah payah mengandung, melahirkan, dan menjagaku hingga kini aku berada.