Pada detik itu, Gala langsung menyadari jika semua kekhwatirannya 20 menit yang lalu hanyalah semu. Ia cemas menjadi korban di hari pertama. Ia khwatir bakal jadi bahan ledekan. Hari pertamanya sudah dibayangkan berantakan.
Namun, semuanya semu. Pada hari itu ia justru berhasil menghibur seisi kelas. Bonusnya, Gala akan selalu diingat sebagai badut pemecah suasana kelas.
Gala bahagia, keterlambatannya membawa berkah. Bikin orang lain juga bergembira.
**
Kisah Gala ini memang fiksi buatan penulis. Tapi, bukankah diri kita juga begitu? Kelewat cemas, khwatir, padahal kenyatannya berbeda. Dua puluh menit yang lalu tidak sama dengan sekarang.
Jadi, untuk apa menerawang. Badannya di sini pikirannya mengawang. Hidupnya sekarang ketakutannya sudah mendatang. Cape deh.
Akan tetapi, bukan juga berarti kita harus cuek dan abai. Waspada itu tetap harus ada. Caranya adalah sadar dengan apa yang sedang kita lakukan sekarang.
Bukan menyesal gegara hal yang sudah lewat, bukan pula khwatir dengan masa yang belum tentu datang melawat. Jangan sampai jika waktunya tiba, kita akan kehilangan kesempatan karena salah buka pintu.
**
Jakarta, 16 Desember 2021
Penulis: Uya untuk Grup Penulis Mettasik