Berjalan cepat tanpa menghiraukan mahasiswa lain. Tiada satu pun yang menarik perhatiannya. Termasuk gadis cantik yang seharusnya dilirik. Hanya satu dalam pikiran Gala, duduk aman dan tenang di dalam ruang kuliahan.
Tiba di depan kelas, Gala memastikannya tidak salah. Pelan-pelan, Gala melongok melalui jendela kecil yang ada di pintu. Memastikan isinya adalah teman-teman yang sudah dikenalnya dari orientasi kemarin.
Benar! Teman-temannya sudah duduk memerhatikan dosen, kelas sudah mulai, dosen sudah berdiri di depan kelas menjelaskan sesuatu yang tentunya tidak bisa Gala dengar.
Gala menatap teman-temannya, berharap mendapat informasi. Bingung, galau, apa yang harus dilakukan, Gala nekad membuka pintu kelas
"DUG! KAN! Dikonciin kan kalo telat!" Gala membatin dalam hati.
Gala mencoba lagi. Pintu didorong untuk kali kedua. Hasilnya serupa. "Gak bisa dibuka!"
Gala terhenyak, dari dalam ruangan ia bisa mendengarkan suara tawa meledak. Bak bunyi piring pecah yang belingnya membuat wajah terkoyak. Sakitnya tuh disini!
Menyesal, Merenung, Mengutuk dirinya sendiri. Kenapa bisa sampai terlambat. Akhirnya Gala menyerah. Kantin pun akan ia jadikan tempat persinggahan hatinya yang sedang sedih.
Gelak tawa yang barusan dia dengarkan masih terngiang di telinganya. Bagi Gala dunia universitas lebih kejam dari ibu kota. Dikunciin, diketawain, dibullying pula. Ah, sedih.
Baru saja ingin melangkahkan kakinya, dosen lelaki muda membuka pintu. Sambil tetawa ia berkata, "pintunya ditarik kok, bukan didorong."
Seketika perasaan sedih berubah lega. Tawa teman-teman kelas semakin membahana, tapi tidak lagi kedengaran menyakitkan. Lebih mirip sambutan hangat.