Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Banjir yang Tidak Ada Musimnya

14 Desember 2021   05:48 Diperbarui: 14 Desember 2021   06:02 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir yang Tidak Ada Musimnya (theguardian.com)

Setiap tahun Indonesia selalu mengalami musim banjir. Mulai dari skala kecil hingga skala besar. Biasanya pada bulan September sampai bulan Desember. Bertepatan dengan musim penghujan di Indonesia. Bersamaan pula dengan rasa khwatir, kecemasan, dan ketakutan.

Banjir air bisa berakibat sangat fatal. Merusak bahkan menghilangkan segala sesuatu yang diterjangnya. Menimbulkan kerugian harta benda, kerusakan lingkungan hingga menghilangkan nyawa manusia.

Namun sesungguhnya ada "Banjir" yang berakibat lebih berbahaya dan dahsyat. Banjir ini tidak mengenal musim penghujan atau musim lainnya. Ia dapat terjadi setiap saat, setiap tempat, dan kepada setiap orang.

Banjir ini dapat dialami oleh orang biasa hingga seorang raja, rakyat jelata hingga pejabat negara, umat awam hingga tokoh agama, kaum papa hingga kaya-raya, tuna sekolah hingga cendikiawan.

Apakah banjir yang berakibat lebih berbahaya dan dahsyat ini ?

Banjir ini adalah Banjir nafsu indria atau kegelapan batin.

Terlalu banyak contoh kita temukan di tengah masyarakat, petaka terjadi karena tidak sanggup mengendalikan nafsu indria.

Hanya karena persoalan sepele, seseorang bisa membunuh. Hanya karena ingin memiliki harta, seseorang bisa korupsi, dan karena tidak dapat mengendalikan syahwat, seseorang lantas berbuat asusila.

Berbohong, memfitnah, mencaci maki, hingga mabuk-mabukan pun menjadi pelarian. Semua akibat nafsu yang kebablasan. Menjadi lemah kesadaran dan tidak bisa lagi membedakan yang mana yang baik dan buruk.  

Inilah banjir nafsu indria yang menciptakan keserakahan, kebencian dan kebodohan/kegelapan batin seseorang.

Menjaga moralitas itu yang utama. Dalam Buddhisme, moral juga disebut dengan sila. Ada lima sila utama yang menjadi pegangan bagi setiap manusia;

  • Tidak menyakiti/membunuh mahluk lain,
  • Tidak mengambil barang yang bukan milik sendiri,
  • Tidak berbuat asusila,
  • Tidak berbohong, dan
  • Tidak mabuk-mabukan.

Kelima sila ini adalah panduan dasar bagi seseorang untuk menjaga moral yang paling dasar. Kelihatannya sepele, mudah pula diingat. Namun, dalam kenyataanya, sering meleset dipraktikkan.

Dengan demikian, mengetahui tidak saja cukup. Menyadari untuk melengkapi, begitu baiknya.

Mindfulness adalah istilah yang sudah kerap terdengar. Ia merupakan sikap untuk selalu berfokus terhadap keadaan sekitar. Bisa saja berarti berkonsentrasi, tapi tetap ada perbedaannya.

Berkonsentrasi adalah berfokus. Mengulik sebuah keadaan dengan mencurahkan segala pikiran. Akhirnya tetap saja pikiran kemana-mana, agar yang dikonsentrasikan tetap berada pada tempatnya.

Sementara mindfulness justru menjaga pikiran tidak kemana-mana. Berfokus kepada suatu keadaan, tanpa tendensi, dan tanpa penilaian. Istilahnya menjaga "monyet" dalam pikirannya.

Yang dimaksud dengan monyet di sini adalah pikiran-pikiran yang mengembara kemana-mana. Dasarnya itu memang sifat pikiran. Konon kecepatan perubahannya bisa mencapai bermilyar-milyar per detik.

Baca juga: Seruput Kopinya, Tangkap Monyetnya, Praktik Filosofinya

Dengan demikian, sebagus apa pun konsentrasi kita, pikiran akan selalu bercabang. Karena memang itu alamiah.

Agar membuat pikiran kita berada pada tahap Mindfulness, maka kita harus berfokus dengan apa yang kita lakukan. Pada saat yang sama juga dianjurkan untuk merasakan emosi yang muncul dan menerimanya secara terbuka.

Tidak susah, sepanjang ada keinginan. Caranya adalah dengan melakukan praktik meditasi yang benar. Duduk diam dan memperhatikan nafas keluar masuk. Jika ada pikiran yang muncul, kembalilah kepada napas yang mengalir.

Sehari beberapa menit hingga semampumu. Akan sangat bermanfaat untuk membuat diri kita selalu tersadar. Menjauhi banjir nafsu pikiran yang dahsyat.

Mengikis keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Dan pada akhirnya kegelapan batin akan tergantikan dengan kebijaksanaan. Kita jadinya bisa membedakan yang mana yang baik, dan yang mana yang buruk.

Kita bisa menambah tabungan karma baik dengan menambah perbuatan-perbuatan baik yang baru. Kita bisa mengurangi keburukan yang sudah pernah dilakukan dengan mencegah perbuatan buruk yang baru.

Pada akhirnya, usaha ini sedikit banyak akan membuat kita tenang. Tercegah dari nafsu indria yang akan membuat kita terjebak dalam penderitaan.

Semoga kita semua dapat belajar agar terhindar dari bahaya Banjir yang tidak ada musimnya ini. Mulai dari sekarang kurangi kejahatan, tambahkan kebaikan, sucikan hati dan pikiran.

Semoga semua makhluk berbahagia.

**

Jakarta, 14 Desember 2021

Penulis: Rusli Widjaya untuk Grup Penulis Mettasik

dokumen pribadi
dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun