Suara binatang dan serangga yang berbeda dengan yang sering saya dengar di Indonesia. Suara daun-daun yang bergerak ditiup angin. Belum lagi ada bayangan-bayangan yang berkelebatan di antara pepohonan.
Rasanya ingin segera saya menyudahi meditasi jalan ini dan masuk ke dalam kuti mencari rasa aman. Tapi, saya tidak mau menyerah.
Tekad saya sudah kuat plus rasa bersalah jika ditanya oleh Luangpo, guru kami. Saya tidak mau mengecewakan beliau yang telah bersedia membimbing kami bermeditasi.
Akhirnya saya melanjutkan meditasi jalan sambil menggenggam senter. Begitu ada suara "kresek", saya langsung arahkan senter ke suara itu. Ternyata memang tidak ada apa-apa, hanya daun-daun kering.
Ketika ada bayangan yang berkelebat, saya arahkan senter lagi. Ternyata hanya bayangan pohon bergerak akibat pantulan cahaya lilin.
Malam itu benar-benar penuh dengan pergolakan batin. Senter digunakan laksana "senjata." Mengusir rasa takut, mengidentifikasi semua gerakan, dan mengenali semua suara yang ada di sekeliling.
Sampai akhirnya saya mulai "berkenalan" dengan setiap suara dan gerakan. Pada saat itu pun rasa takut mulai berkurang.
Malam itu di hutan Thailand, saya akhirnya memahami apa yang dimaksud dengan menaklukkan ketakutan dengan menghadapinya.
Apa yang bisa kita pelajari dari sini?
Pertama, rasa takut muncul ketika kita dihadapkan pada hal-hal yang tidak kita ketahui, hal-hal yang tidak kita mengerti.
Kedua, pikiran kita mudah dipenuhi oleh ilusi-ilusi seram, diiringi rasa takut yang mencekam. Orang Jawa sering menyebutnya "Nggambar buto". Alias menggambar raksasa di dalam batin yang pada akhirnya membuat diri sendiri ketakutan.