Air yang berisi banyak kopi akan memiliki endapan yang tebal. Alias kilesa yang tebal. Endapan ini akan ada terus di dalam lubuk batin kita yang dalam.
Setiap kali ada pemicu, maka kondisi yang tidak menyenangkan itu akan teraduk-aduk. Ia menjadi semakin keruh.
Lantas, bagaimana cara mengurangi kekotoran batin tersebut? Meditasi senjata pamungkasnya.
Mungkin bagi sebagian orang terkesan klise. Tapi, mari kita merenung sejenak.
Kilesa yang mengendap di dasar batin, akan terus berada di sana. Ia tidak akan hilang jika tidak ada usaha-usaha kecil atau besar yang menanganinya.
Bagaimana cara agar bubuk kilesa ini tidak naik ke permukaan? Cara yang terbaik adalah dengan tidak mengaduknya. Duduk diam dan memperhatikan napas. Ini sama dengan menyimpan sendok pengaduk.
Lantas, cara kedua adalah dengan tidak menambahkan bubuk "kopi" baru. Caranya adalah dengan meredam segala sesuatu yang masuk lewat lima indria. Konsentrasi pikiran hanya masuk pada jalan masuk dan keluar napas (yang saya sebut dengan Objek Meditasi). Diamati!
Pada saat awal kita melakukan meditasi, kita dapat dengan mudah mengamati napas keluar-masuk. Tapi, tunggulah hingga "sang monyet" akan datang mengacau.
Siapakah "sang monyet" tersebut? Ia adalah pikiran kita sendiri. Bergelantungan dari satu pohon kesadaran ke pohon kesadaran berikutnya. Ia mencari kopi!
Fenomena ini akan muncul, karena memang kebanyakan diri tidak pernah tenang. Atas nama pintu yang berderit dan tagihan kartu kredit, sang monyet melompat tanpa rasa bersalah.
Lawanlah Sang Monyet. Jangan ditembak, ia hewan dilindungi. Cara terbaik adalah MENYADARI. Tetap sadar bahwa pikiran sedang menggembara. Dari satu tempat ke tempat lainnya.