Suatu pagi, ketika bangun, kaki saya terasa tidak nyaman. Lutut sakit, sulit ditekuk. Rasanya hanya kaku. Keseluruhan kaki terasa berat. Kalau dipijat, tidak ada rasa nyeri. Ditepok pun, tidak ada rasa sakit
Cukup merepotkan. Akibatnya, saya kesulitan untuk melangkah. Tidak bisa berjalan normal, apalagi berlari. Untuk menyelesaikan urusan pribadi di kamar mandi, juga mengalami kesulitan. Tidak bisa duduk dalam posisi yang wajar.
Di rumah memang ada orang lain yang bisa membantu dalam urusan lain. Membantu menyiapkan makanan dan minuman. Mungkin menyiapkan obat-obatan. Membantu mengkompres dengan arak atau obat lainnya. Namun hanya sebatas itu saja.
Saya tidak bisa berbagi kaki bengkak tersebut kepada orang lain, bahkan kepada keluarga yang katanya selalu sayang. Tidak bisa berbagi kepada pasangang hidup yang katanya setiap sehidup semati, berbagi dalam suka dan duka. Hanya saya sendiri yang mengalami rasa sakit dan menjalani rasa sakit itu.
Ketika kawan saya kena Covid-19, tidak ada orang yang berani mendekat. Saya pun tidak berani berkunjung. Dia dirawat di rumah sakit. Tidak ada orang yang berani datang untuk membesuk. Dokter dan perawat pun mengenakan pakaian lengkap.
Kawan saya tidak bisa berbagi rasa sakit, rasa tidak nyaman yang dimiliki. Dia harus "menikmati' sendiri." Dia menjalani sendiri semuanya, mengikuti aturan yang ada, menjalani perawatan, minum obat. Syukur, akhirnya dia sembuh.
Saya yakin semua orang akan mengalami hal yang sama. Jangankan untuk sakit yang berat, sakit ringan pun tidak bisa dibagikan. Kita tidak bisa membagi rasa meriang, deman yang ada kepada orang lain di rumah. Tidak ada teman yang bersedia diajak berbagi.
Bagaimana dengan rasa bahagia, rasa senang, keberuntungan?
Misalnya saat kita berulang tahun. Keluarga dan teman-teman mengirim ucapan selamat, kue ulang tahun, atau hadiah lainnya. Mungkin kita pergi makan-makan ke rumah makan pilihan. Setahun sekali. Rasanya kita sudah berbagi kebahagiaan kepada orang lain. Mereka semua ikut bahagia.
Namun dalam kenyatan belum tentu seperti yang kita pikirkan. Kebahagiaan yang kita rasakan belum tentu sama dengan rasa bahagia dari mereka. Kadarnya jelas berbeda.
Ketika kita naik kelas, naik jabatan, dapat hadiah; kita tidak benar-benar bisa berbagi rasa bahagia tersebut kepada orang lain. Hanya diri kita sendiri yang merasakan. Bisa jadi ada orang lain yang iri hati dengan jabatan baru kita, dengan hadiah yang kita terima.
Pada akhirnya kita hidup sendiri di dunia ini. Kita tidak (benar-benar) bisa berbagi semuanya.
Ketika makan kenyang; tidak bisa membaginya kepada orang lapar. Tidak bisa membagi kesehatan dan rasa sakit kita. Tidak bisa berbagi rasa kecewa, sedih, senang, susah kepada orang lain.
Apa yang kita lakukan akan menimbulkan efek pada diri kita sendiri. Kenyang setelah makan, merasa bugar setelah olahraga. Kita berbuat, kita merasakan semuanya.
Orang-orang di sekitar kita memang bisa membantu kehidupan kita, secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai tempat untuk kita melatih diri. Namun dalam kenyataan kita akhirnya hidup sendiri. Dan kelak, mati pun sendiri.
**
Tangerang, 29 November 2021
Penulis: Dhana Putra untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H