Mohon tunggu...
grover rondonuwu
grover rondonuwu Mohon Tunggu... Buruh - Aku suka menelusuri hal-hal yang tersembunyi

pria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menebarkan Kabar Gembira di Tengah Ancaman

7 April 2020   10:38 Diperbarui: 7 April 2020   10:59 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Virus Corona lebih banyak menyerang sisi psikologis manusia  dari pada fisiknya. Menurut data terakhir, jumlah orang yang terinfeksi Virus Covid 19 didunia ini, berkisar 1 juta orang. Bandingkan dengan jumlah penduduk dunia yang berkisar 7,7 milyar orang.

Virus Covid-19  merusak sisi psikologis manusia secara massal, merata diseluruh pernduduk bumi. Serangan psikologis ini mengakibtkan kekawatiran, ketakutan, kepanikan, kecurigaan dan  ilusi.

Dampaknya psikologis dari Covid-19 ini jauh lebih dasyat dari ancaman infeksi tubuh. Contoh sederhana, ketika orang bersin karena alergi debu, orang-orang disekitar serentak menghindar. Dokter-dokter, perawat yang menangani pasien infeksi Virus ini, diusir dari tempat tinggalnya. Korban mati ditolak oleh penduduk untuk dikuburkan. Dampak psikologis virus ini membuat orang kehilangan akal sehat dan kehilangan sensitivitas.

Karena itu penanganan pandemi ini bukan hanya urusan para medis saja. Terapi psikologis mestinya mendapat tekanan besar dari pakar psikologi sosisal dan psikologi klinis. 

Salah satu terapi psikologis yang terbukti efektif menimbulkan imunitas massal, yaitu membanjiri narasi-narasi positive kepada rakyat melalui media konvensional dan media sosial.

Penelitian di Universitas Oxford membuktikan bahwa narasi positif mengakibatkan partisipan lebih rileks, bahagia, dan nyaman dengan diri sendiri. Detak jantung  berfungsi baik dalam beragam situasi.

Kondisi ini berbanding terbalik saat  partisipan  diperdengarkan narasi negatif. Respon alami tubuh menunjukkan detak jantung meningkat dratis.

Narasi positif merangsang pikiran positif. Pikiran positif terbukti memperkuat sistem imun manusia. Demikian William Kuyken, Profesor Psikologi Klinis Universitas Oxford.

Narasi Positif Landasan Obyektif
Narasi positive bisa saja fiksi atau non fiksi. Sebuah narasi non fiksi dalam bentuk berita, mesti berlandaskan fakta obyektif yang positif juga. Bukan berita positif dengan landasan palsu atau tidak berdasar pada kenyataan dan tidak memenuhi kriteria akal sehat.

Contoh narasi positif yang membanjir dimedia sosial kita adalah, berita-berita tentang kesembuhan pasien-pasien yang terinfeksi virus Covid-19.

Berita kesembuhan itu adalah obyektif, karena faktanya tidak dibuat-buat, bisa diverifikasi. Berita seperti ini sangat baik dibagikan sebanyak-banyaknya kepada publik.

Media-media menyebut fakta kesembuhan itu sebagai "kabar baik", "berita suka cita" atau "kabar gembira".

Disebut kabar baik atau kabar gembira, karena kabar itu menimbulkan harapan. Bahwa ternyata orang yang terinfeksi virus Covid-19 itu, tidak selalu berakhir dengan kematian. Justru lebih banyak orang kembali menjadi sehat dari pada mati.

Kabar gembira itu membawa harapan akan kehidupan. Peluang untuk hidup bagi orang yang terinfeksi Virus Covid 19 itu, jauh lebih besar dari kematian.

Kabar baik atau kabar gembira itu membuat orang yang mendengarnya gembira. Kabar baik itu membuat rasa takut akan kematian  dan kekawatiran  akan masa depan menjadi sirna.  Akibatnya imun sistem dalam tubuh berkembang. Imunitas yang berkembang secara alamiah dalam tubuh inilah yang akan menangkal Virus Covid-19.

Narasi Positif Landasan Subyektif
Sebaliknya, adalah tidak bertanggung jawab, jika sebuah narasi positif dikembangkan tidak sesuai dengan fakta, dan terutama tidak sesuai dengan bukti-bukti ilmu pengetahuan.

Misalnya ada seorang ahli Virus Indonesia yang mengatakan bahwa, "Virus Covid-19 tidak berbahaya". Faktanya setiap hari ribuan orang mati karena terinfeksi virus itu. Faktanya dunia medis dan dunia ilmu pengetahuan dibuat bekerja dalam tekanan waktu yang hebat. Faktanya dunia sudah memasuki resesi ekonomi yang parah akibat ancaman virus itu.

Membuat narasi positif bahwa Virus Corona ini tidak berbahaya, justru sangat berbahaya. Karena penerima narasi seperti ini akan meremehkan upaya mitigasi.

Ada juga narasi positif yang dikembangkan tidak sesuai dengan fakta, misalnya "Sudah ditemukan obat penangkal dan vaksin anti virus Corona". Padahal sampai saat ini belum ada obat penangkalnya dan juga belum ada vaksinnya. Ilmuwan dinegara maju juga dinegara berkembang, masih berjibaku dilaboratorium. Mereka butuh waktu sekitar 2 tahun.

Lagi pula jika obat penangkal dan vaksinnya telah ditemukan, maka WHO akan mengumumkan bahwa Pandemi Covid-19 telah selesai.

Yang paling baik adalah,Ikuti saja anjuran pemerintah, hindari kerumunan, jaga jarak, sebisa mungkin tinggal dirumah. Narasi Pemerintah ini adalah narasi postif yang punya landasan obyektif. Positif karena tujuannya baik.Obyektif, karena berdasrkan rekomendasi ilmu pengetahuan. Karena itu lakukan anjuran pemerintah itu dengan disiplin, sabar tapi juga santai.

Percayalah Pandemi ini akan berakhir. Lagi pula jauh lebih banyak orang sembuh dari pada mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun