Mohon tunggu...
A.S. Adam
A.S. Adam Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan Editor

AS ADAM tidak lain adalah Griwo Degriva Adam yang lahir di Jogjakarta pada Agustus 1976. Ia sempat menetap tinggal di Palembang setelah gempa Jogja pada Mei 2006. Selama di Palembang, dirinya aktif menulis bahkan turut mendirikan sejumlah surat kabar harian umum, tabloid dan majalah di antaranya Koran Lokak, Kabar Sumatera, Koran Sumsel dan Minggu Pos. Selain itu, ia juga sempat mendirikan dan menerbitkan majalah Ladies dan Faster berikut tabloid Media Promo dan Azza. Selain di sejumlah media massa tersebut, jauh sebelum itu, Adam sempat menjadi ilustrator di majalah Suara Muahammadiyah dan Suara Aisiyah. Ia juga pernah menjadi editor di Sumsel Post. Kumpulan tulisannya pernah dimuat di berbagai media di antaranya Si Bujang Jauh, Udin Sang Penyaksi, Sastra untuk Siapa, Adjib Hamzah Si Ronggo Warsito, Mengaca dari Notoprajan, Jemek Supardi, Sastra Lembah Serelo, Kaum Para Pembohong, Za, Jogja, Nietzsche, Jembatan Bung Karno dan Mak Ijah. AS Adam adalah mantan musisi yang turut melahirkan band-band kondang seperti Saladdays (cikal bakal Newdays), Giant Ape, Akukecil dan Acropolis. Beberapa lagunya juga sering muncul pasca peristiwa 98. AS Adam juga mantan ilustrator, desainer grafis dan art director di sebuah agensi periklanan di Jogja. Meski begitu ia masih lekat dengan predikat sebagai penulis, jurnalis, editor, dan juru foto. Sebelum hijrah ke Palembang justru lebih aktif berkesenian ketimbang menulis. Adam yang lebih dikenal Griwo pernah terlibat pementasan "Oedipus Rex" karya WS Rendra bersama Sanggar Anom asuhan Genthong H.S.A. Ia juga pernah terlibat dalam konser kolaborasi musik etnik Indonesia-Jepang besutan Renville Siagian dari Yayasan Cempaka Kencana Indonesian Heritage Art and Culture.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Setan Lupa Diri

30 September 2024   19:12 Diperbarui: 30 September 2024   19:20 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selepas adzan Isya setan berkeliaran merambah rumah-rumah merangsek penghuni yang lupa diri.

Hingga di tengah malam pintu-pintu kerajaan iblis terbuka menyeret siapa saja yang menikmati celakanya.

Setan tidak kasat mata. Ia nyata berkrah warna. Menggerayangi manusia lupa diri meminjam tubuhnya.

Aku memilih berdiam diri bertafakur meski di sekelilingku adalah setan yang meminjam tubuh manusia.

Tak terasa mata meleleh membasahi sajadah.

Aku berharap malam ini turun kabut tebal membungkus rumah-rumah terlindung dari setan berkrah merah.

Hening
Semilir
Gamericik air
Suara jangkrik menakuti tikus-tikus layaknya petani mengusir hama di persawahan.

Sayangku.
Subuh masih lama.
Berbaringlah di dekatku.
Biarkan aku memelukmu.
Dan, selepas fajar nanti kubangunkan engkau bergegas mengambil air wudlu.
Memohonlah padaNya agar terlindung dari setan-setan serakah yang disumpah serapahi.

Jogja, 30 September 2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun