2. Risiko investasi teknologi informasi yang tidak sesuai strategi bisnis
Saat ini, digitalisasi adalah suatu kebutuhan dari para nasabah, yang tidak dapat dihindari dalam upaya transformasi digital perbankan. Untuk menopang digitalisasi tersebut, bank tentu perlu mengalokasikan modalnya dalam jumlah besar untuk penyediaan infrastruktur teknologi informasi. Namun, transformasi menjadi digital banking tidak menjamin profitabilitas suatu bank jika tidak disertai dengan rencana bisnis yang jelas dan manajemen risiko yang baik.Â
Karenanya, mengingat besarnya belanja modal untuk teknologi informasi, maka bank perlu menyusun strategi yang tepat dalam mengembangkan teknologi informasi dengan mempertimbangkan cost and benefit. Apabila rencana strategis teknologi informasi dan strategi bisnis bank tidak berjalan secara selaras, nantinya akan berdampak pada ketidaksesuaian produk dan layanan bank dengan kebutuhan dan ekspektasi pasar sehingga bisa berujung pada kegagalan dalam digitalisasi bank tersebut.
3. Risiko penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence)
Dalam sektor perbankan, teknologi artificial intelligence telah dimanfaatkan pada beberapa bidang yang mengotomatisasi beberapa pekerjaan transaksi seperti money laundering, mendeteksi fraud, atau decision engine process dalam pengajuan kartu kredit. Biarpun begitu, potensi penyalahgunaan artificial intelligence yang dapat merugikan konsumen bank terbilang cukp tinggi. Beberapa risiko artificial intelligence yang dapat diidentifikasi adalah deepfakes, bias algoritma, dan kemampuan membuat keputusan sendiri.Â
Deepfakes, yang sempat ramai diperbincangkan, adalah proses yang dapat dipergunakan untuk memalsukan profil seseorang dengan sangat nyata. Proses ini dapat disalahgunakan untuk melanggar privasi konsumen dan melakukan pembobolan akun konsumen terutama apabila teknologi informasi menggunakan sistem pengenalan wajah (face recognition) sebagai metode autentifikasi.
4. Risiko kejahatan dan serangan cyber
Serangan cyber merupakan salah satu ancaman terbesar yang perlu diwaspadai dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Data dari Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional BSSN menunjukkan bahwa adanya cyber attack sepanjang tahun 2020 yang mencapai 495 juta serangan, dimana naik sebesar 5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Mayoritas kejadian fraud dengan menggunakan cyber pun dilaporkan terjadi pada bank umum milik pemerintah secara, disusul oleh bank swasta, dan bank asing.
Tingkat literasi keuangan digital nasabah bank yang rendah juga dapat menjadi salah satu faktor pemicu kejahatan cyber pada nasabah, penipuan daring menjadi aduan tertinggi dan menunjukkan rendahnya pemahaman masyarakat atas risiko transaksi digital.
5. Risiko ahli daya (outsourcing risk)
Bank seringkali mengalihdayakan teknologi informasi kepada pihak ketiga, dan kegiatan outsourcing tersebut berpotensi meningkatkan risiko bagi perbankan. Beberapa potensi risiko yang dapat timbul dari kegiatan alih daya antara lain risiko operasional, risiko strategis, risiko reputasi, risiko regulasi dan kepatuhan, hingga risiko konsentrasi.