Menjadi seorang ayah merupakan tanggung jawab yang besar. Dahulu ayah hanya dianggap sebagai pencari nafkah bagi keluarganya sehingga perannya terbatas pada finansial. Di lain sisi, perkembangan emosional anak diharapkan dapat dipenuhi melalui peran ibu di keluarga.Â
Pembagian kedua peran ini kemudian menjadi budaya dan menghasilkan anak yang kurang dekat secara emosional dengan sosok ayahnya. Tidak dapat dipungkiri, budaya ini pun membuat sosok ayah enggan untuk terlibat dalam ranah pengasuhan dan membantu ibu dalam kegiatan domestik di rumah. Bagaikan lingkaran yang tidak dapat diputuskan, ayah tersebut akan membuat anak laki-lakinya juga tumbuh menjadi sosok ayah yang tidak dekat dengan anaknya.Â
Pembagian peran yang sepertinya kaku ini membuat semakin terlihatnya ketidaksetaraan gender. Padahal, keluarga sebagai tempat belajar pertama bagi anak memiliki peranan penting untuk membantu menumbuhkan pemahaman mengenai kesetaraan gender. Kenyataannya, dalam banyak keluarga, anak justru belajar bahwa ada ranah yang tidak ada ayah di dalamnya.
Pola pengasuhan yang mengajarkan mengenai pentingnya kesetaraan gender dimulai dari orangtua dan lingkungan rumah. Selama ini anak seringkali sudah ditanamkan perbedaan gender antara anak laki-laki dan perempuan sejak kecil, misalnya dari pemilihan mainan. Anak laki-laki diajarkan untuk menjadi kuat dan tidak cengeng sedangkan anak perempuan diharapkan menjadi anak yang lemah lembut.Â
Seringkali orangtua lupa untuk mengajarkan bagaimana memperlakukan orang lain dengan setara, yaitu bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik dan menghormati hak-hak wanita. Peran orangtua ini penting untuk menumbuhkan anak yang sadar akan isu gender sehingga mencegah munculnya perilaku negatif misalnya kekerasan akibat ketidaksetaraan gender di masa depannya.
Keterlibatan ayah bisa menjadi salah satu cara untuk mewujudkan kesetaraan gender di masyarakat. Para ayah yang mau untuk ikut terlibat dalam pengasuhan anak, terutama pada fenomena dual earner dimana laki-laki dan perempuan sama-sama bekerja dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Jika keduanya bekerja, tetapi peran untuk terlibat dalam pengasuhan hanya diserahkan kepada ibu, maka disini sudah terjadi ketidaksetaraan.
Untuk itu, ayah dapat membantu ibu dalam pengasuhan sehingga peran untuk fokus pada perkembangan anak ini menjadi milik keduanya. Di sinilah terjadi kesetaraan bagi ibu dan ayah. Wujud kesetaraan gender ini bisa dimulai dari sekarang, dari lingkup paling kecil yaitu keluarga, dan yakinlah dampaknya akan jauh lebih besar karena ada anak yang kemudian menjadi saksi, melihat, dan memahami bahwa ayah dan ibunya menyayanginya dengan setara pula. Ia pun bisa menjadi agent of change di masyarakat yang lebih luas lagi, baik di sekolah maupun lingkungan rumahnya. Dengan demikian, kita harapkan perubahan yang lebih besar dan berdampak pun bisa terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H