Mohon tunggu...
G Riana
G Riana Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis amatir

Write hard for memories.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa yang Dilakukan dan Tidak Dilakukan Orangtua Anak Berprestasi dengan Anak Biasa Saja? Poin ke-5 Transfer!

18 Maret 2021   10:47 Diperbarui: 18 Maret 2021   10:54 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com

Siapa, sih yang tidak ingin punya anak berprestasi? Pasti semua mengimpi-impikan anaknya memiliki segudang prestasi baik di bidang akademis maupun non-akademis. Saya sering mendengar ibu-ibu yang bertanya pada orang tua anak dengan pretasi di berbagai bidang non-akademis. Kok bisa, sih anaknya juara ini dan itu? Dikasih makan apa? Atau susunya mahal, ya waktu kecil? Ini bukan perkara makanan! Ya, meskipun makanan juga penting untuk pertumbuhan. Tapi yang akan saya bahas di sini adalah cara meningkatkan prestasi non-akademis anak. 

Bicara soal pretasi non-akademis tentu erat hubungannya dengan minat dan bakat. Di zaman serba enak sekarang ini mengapa masih ada remaja yang bingung bahkan tidak tahu apa bakatnya? Banyak anak SMA yang tidak tahu hal potensial apa dalam dirinya yang bisa dikembangkan dan digali sehingga dapat berprestasi. Padahal usia SMA adalah usia di mana akan segera menentukan karir. Nah, ini yang mau saya bahas.

Di sini peran orang tua sangat penting, tapi bukan sebagai penuntut melainkan sebagai fasilitator dan support system bagi anak dalam menemukan bakatnya. Menjadi fasilitator atau penyedia bukan hanya sekadar memberikan anak barang-barang, alat, dan bahan yang berhubungan dengan minatnya saja. Melainkan juga siap sedia jika anak membutuhkan dampingan juga dukungan emosional tanpa harus diminta. Nah, inilah yang sudah diterapkan oleh orang tua anak-anak berprestasi sejak anaknya usia dini dan seringkali diabaikan oleh sebagian orang tua. Sehingga ada sebagian anak SD yang ketika ditanya bakat ia sudah tahu, sedangkan ada pula anak SMA yang merasa belum menemukan bakatnya.

Lalu bagaimana dengan anak anda? Anda bisa menerapkan hal-hal di bawah ini untuk membantu anak menemukan dan menggali potensi dirinya sejak dini.

Memberi arahan pada anak untuk mengikuti jejak anda. Biasanya orang yang bekerja di bidang seni akan gencar memperkenalkan dunianya kepada sang anak. Ambilah contoh penyanyi, banyak sekali anak-anak penyanyi yang mengikuti jejak orang tuanya menekuni bidang tarik suara. Ada Arsy putri Anang dan Ashanty, Kiesha Alvaro yang merupakan anak vokalis band Ungu, dan masih banyak lagi. Bakat yang mereka miliki tidak serta merta ada begitu saja. Terlepas dari jejak digital orang tua mereka ketika bernyanyi, sebenarnya orang tua merekalah yang paling berperan mengenalkan dunia bernyanyi pada mereka. 

Hal inilah yang paling sering disepelekan oleh beberapa orang tua. "Ah, biarin saja, toh masih kecil ini. Nanti kalau besar juga nemu bakatnya sendiri." Sayangnya tidak semua anak begitu. Sebagian anak usia remaja merasa tidak punya bakat apalagi berprestasi di luar kelas. Oleh karena itu, sebelum terlambat alangkah baiknya mengarahkan anak pada bidang tertentu sejak dini.

Jika anak ternyata tidak berminat pada bidang yang anda arahkan, maka berilah anak wawasan lebih luas. Beri kesempatan pada anak untuk mencoba banyak hal dalam konteks positif. Biarkan ia mengikuti ekstrakurikuler yang ia suka di sekolah. Bila perlu anda bisa memberi jam lebih untuk minatnya dengan les privat. Bisa les vokal jika anak suka bernyanyi, les melukis, les musik, dan lain sebagainya. 

"Ah, buang-buang uang saja les begituan. Mending les matematika atau bahasa Inggris." Jangan pernah berpikir seperti ini. Tidak ada hal yang sia-sia. Ketika anda ingin anak berprestasi, berarti anda harus memfasilitasi. Seperti yang sudah saya bilang di atas, prestasi non-akademis itu asalnya dari bakat. Bakat itu perlu digali dan dilatih terus-menerus.

Relasi. Ketika anak sudah menemukan hal yang ia sukai dan ia merasa senang melakukannya, bantulah anak anda mendapatkan relasi. Misalnya, anak anda ternyata suka melukis dan kebetulan teman anda seorang pelukis. Anda bisa mengenalkannya pada sang anak. Atau minimal berilah izin kepada anak untuk bertemu dengan komunitas yang sesuai bakatnya. Anak butuh berdiskusi dengan orang-orang yang satu server atau satu bidang dengannya. Bertukar pengalaman dengan teman sesama bidang akan memberi wawasan lebih luas dan memberi insprirasi untuk menentukan titik manakah yang akan ia capai. Seberapa jauh dan seberapa besar dakpak positif yang akan ia dapat jika terus mendalami bakatnya. Hal ini juga akan memicu semangat anak untuk maju berprestasi.

Luangkan waktu. Ketika anda menginginkan sesuatu tentu anda akan meluangkan waktu untuk mendapatkannya. Sama halnya ketika anda ingin anak anda menjadi anak berprestasi. Anda harus siap sedia meluangkan waktu untuk anak. Sekadar memujinya sebagai apresiasi saat ia berhasil meningkatkan skill-nya, menemani ke tempat les, dan lain-lain. 

Oh, iya, jangan pernah mengeluh saat anda menjemput atau mengantar anak dalam rangka mengembangkan potensi diri. Berkaca dari pengalaman saya sendiri, dulu saat saya SMP pernah menjadi tim inti pramuka di sekolah. Setiap hari tertentu dalam seminggu selalu latihan di sekolah, pulangnya sekitar jam lima sore. Saat itu musim hujan, ibu saya kehujanan ketika menjemput saya. Lalu beliau mengatakan, 'Jangan ikut yang kayak begini lagi, nyusahin saja, pulangnya sore banget nanti capek! Lebih baik kamu belajar saja yang giat biar juara kelas.' Nah, ini benar, terbukti peringkat saya selalu tiga besar. Tapi lebih banyak salahnya. 

Sebelumnya saya tidak menyalahkan orang tua saya di sini. Mengingat tidak ada otang tua yang tidak menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, yang saya sesalkan adalah sikap ibu saya, terkesan tidak mendukung minat saya. Padahal saya sangat senang mengikuti kegiatan pramuka. Satu hal yang lebih saya sesalkan lagi adalah ketika saya masuk SMA, waktu awal perkenalan kelas ada dua teman saya yang memiliki lima puluh lebih prestasi di bidang pramuka dan banyak juga di bidang lainnya. Nggak menyesal gimana coba? 

Rasa sesal ini juga yang mendorong saya untuk menulis artikel ini. Terkadang saya geram pada orang tua yang seperti tidak memedulikan prestasi anak di luar prestasi akademis. Padahal prestasi itu tidak melulu nilai bagus saat ujian. Justru bermain game, musik, membuat konten video, dan semacamnya itu termasuk prestasi yang patut didukung sekarang ini. Terbukti dengan adanya turnamen game tingkat nasional maupun internasional juga semakin eksisnya para pembuat konten video di masa sekarang. Namun, bukan berarti anak dibebaskan bermain game terus-menerus. Tentu ada jam-jam tertentu untuk minat dan belajar.

Transfer kepercayaan diri. Orang tua harus menjadi support system pertama bagi anak. Orang tua juga harus sadar bahwa setiap anak itu unik, mereka memiliki bakat spesialnya masing-masing. Dan seperti pepatah yang pernah saya dengar, jangan bandingkan lembar pertamamu dengan lembar ke sekian orang lain. Terkadang itu hanya akan membuat semakin down. Berilah kepercayaan pada anak bahwa ia bisa melakukannya. Dengan kepercayaan dari orang-orang terdekatnya akan lebih mudah menumbuhkan rasa percaya diri anak. 

Simpelnya begini, "Oh iya ya, orang-orang saja percaya aku bisa, kenapa aku sendiri malah enggak percaya sama diriku?"

Tanamkan jiwa pemenang. Menanamkan jiwa pemenang bukan berarti anda mengharuskan anak selalu menang dalam setiap perlombaan. Melainkan jiwa yang bisa menghargai setiap usaha yang sudah dilakukan secara maksimal dan pantang menyerah. Ajarkan anak untuk lebih mementingkan proses daripada sekadar hasil. Tapi perlu diingat bahwa pencapaian juga dibutuhkan.

Namun, untuk menerapkan hal-hal di atas perlu diimbangi dengan pemahaman terhadap karakter anak, khususnya remaja. Tidak semua anak terutama usia remaja yang suka diatur. Oleh sebab itu; jangan memaksa anak melakukan ini dan itu terlalu keras, jangan membandingkan anak dengan saudaranya maupun orang lain, pahami dan dukung apapun minat anak selama itu positif.

Sekian artikel kali ini. Semoga memberi manfaat untuk banyak orang dan saya sendiri. Jika ada saran mengenai pembahasan di atas sangat boleh berkomentar. Terima kasih sudah membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun