Nama saya Davino, namun saya lebih sering dipanggil Vino. Saya adalah anak dari ibu saya yang bernama Bintang dan ayah saya yang bernama Rendi, saya hidup bersama paman yang bernama Juda karena kedua orangtuaku meninggal saat saya masih kecil, menurut cerita paman orangtuaku meninggal karena kecelakaan mobil. Paman sendiri merupakan seorang pengusaha yang sukses, hidupku elegan, namun saya sendiri kurang komunikasi dengannya karena ia sibuk.Â
Dalam keseharian saya lebih sering bermain dengan supir di rumah, ia bernama Pak Handa dan menurutku dia satu-satunya manusia di dunia ini yang paling mengertiku, karena sejak kecil segala hal yang saya bias saat ini diajarkan olehnya dan semua masalah yang saya alami di sekolah saya ceritakan padanya. Saya sendiri tidak mempunyai sahabat atau teman di sisiku, karena saya orangnya terlalu memilih dalam berteman dan cenderung pendiam.
Suatu ketika saya sedang bermain bola di rumah dengan Pak Handa dan beliau tiba-tiba terjatuh dan tidak bisa terbangun. Ia segera dilarikan ke rumah sakit dan ternyata ia mengedap stroke, karena ia sudah menjadi salah satu kepercayaan paman saya sehingga seluruh biaya ditanggung oleh paman. Namun keadaan Pak Handa tetap mencemaskan dan saya sendiri merasa ketakutan karena saya berpotensi kehilangan satu-satunya teman berbincang saya.
Berbulan-bulan telah terlewat dan kondisi kesehatan Pak Handa sangat labil, terkadang membaik dan terkadang semakin parah. Seminggu setelah Penilaian Akhir Semester (PAS) dan saat itu sedang libur, Pak Handa meninggal dunia dan saya berada di dekatnya pada masa-masa terakhirnya bersama keluarganya dan paman saya. Pak Handa sebelum menghembuskan nafas terakhirnya berkata pada saya untuk mencari teman dekat siapapun itu, agar saya tidak menyendiri apabila paman sedang sibuk.
Libur telah berlalu dan saya kembali masuk sekolah, dengan situasi hati saya yang masih sedih, saya tetap ingin memenuhi permintaan terakhir Pak Handa, namun saya bingung untuk mulai suatu hubungan pertemanan yang sejenis seperti saat bersama Pak Handa.Â
Saat itu saya sedang duduk sendiri dan merenung, tiba-tiba ada anak yang saya tidak kenal masuk ke dalam kelas dan duduk di sebelah saya. Saya berasumsi bahwa ia adalah anak baru, dia terlihat pendiam, mungkin memang itu efek menjadi murid baru di sekolah ini. Saya memulai pembicaraan dengannya, hanya basa basi untuk mencairkan suasana.
"Halo, nama kamu siapa? Saya Davino."
Dia membalas "Saya Alfi, salam kenal Davino."
Saya merasa Alfi ini adalah anak baik dan saya bisa berteman dengannya seperti keinginan Pak Handa. Saya mengajak Alfi ke kantin dan ia mengangguk. Semua murid di kelas melihat kami berdua, terutama saya, karena sebelumnya saya tidak pernah ke kantin, dan kebetulan saat ini saya ke kantin dengan teman baru saya, Alfi.
Waktu pulang sekolah telah tiba dan saya dijemput oleh supir baru, saya mengajak Alfi untuk ikut dengan saya untuk mengantarnya pulang, namun ia menolak. Saya tidak berpikir terlalu banyak sehingga saya hanya mengucakan selamat tinggal dan saya pulang. Sampai di rumah saya berbicara dengan diri saya sendiri, namun saya membayangkannya seolah-olah sedang berbicara pada Pak Handa.
"Hari ini aku punya temen baru, namanya Alfi. Kalau Pak Handa sempat ketemu dengannya pasti akan suka dengannya."