Mohon tunggu...
Gresye Rumalarua
Gresye Rumalarua Mohon Tunggu... Penulis - Bachelor of Urban and Regional Planning | Graphic Design | Content Writer

I'm all about the details in my work and can handle projects solo or with a team.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Daerah: Eksistensinya di Tengah Arus Modernisasi

20 November 2020   08:03 Diperbarui: 28 April 2021   18:43 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa Ibu dikuasi pertama kali oleh manusia sejak lahir ke dunia ini melalui dialognya antara keluarga dan lingkungan masyarakat. Pada tahun 1999 silam, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), mendeklarasikan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional.

Penetapan ini bukanlah tanpa alasan, melainkan agar generasi muda setiap bangsa tetap sadar dan menjaga eksistensi bahasa ibu yang dimilikinya. Bahasa ibu yang juga identik dengan bahasa daerah, menjadi isu penting bagi seluruh bangsa di dunia, tak terkecuali bagi Indonesia. Indonesia yang merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi, diekspresikan pada semboyan nya yaitu Bhinneka Tunggal Ika, memiliki arti "Berbeda-beda tetapi tetap satu jua." Makna yang tersirat dari semboyan tersebut adalah mendeskripsikan keberagaman suku, RAS, agama, bahasa daerah, namun tetap satu sebagai bangsa Indonesia.

Di era modernisasi yang terus mengalami perkembangan, dapat mempengaruhi aspek dalam kehidupan, termasuk bahasa. Kesadaran masyarakat tentang penggunaan bahasa daerah mulai berkurang. Masyarakat cenderung menggunakan bahasa asing, hal ini dilakukan agar tidak ketinggalan zaman. 

Lantas sudah sejauh manakah kita mengenal bahasa daerah kita?

Keberadaan bahasa daerah di tengah-tengah masyarakat mulai kehilangan kepopulerannya. Akibat datangnya arus modernisasi, perlahan-lahan eksistensi bahasa daerah memudar dari pendengaran muda-mudi Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia tidak bisa mempertahankan kekayaan budaya yang dimilikinya. Bahasa daerah sebagai sekian dari kekayaan budaya yang di miliki Indonesia. 

Ada beberapa faktor yang menjadi alasan bahasa daerah mulai kehilangan eksistensinya, dimulai dari anak-anak muda yang enggan dan beranggapan bahwa bukan zamannya lagi menggunakan bahasa daerah karena dianggap kampungan, udik, atau kurang update seiring perkembangan zaman. 

Faktor lainnya adalah bahasa daerah itu sudah tidak dituturkan lagi oleh penuturnya itu sendiri, bisa saja karena penuturnya sudah meninggal atau memang tidak diwariskan ke generasi mudanya. Perkawinan campuran juga menjadi salah satu faktor bahasa daerah mulai kehilangan eksistensinya. Misalnya saja orang Maluku menikah dengan orang Jawa, yang kemudian memilih bahasa daerah yang dominan dalam rumah, sehingga salah satu bahasanya sudah tidak digunakan lagi. 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat terdapat 718 bahasa daerah di Indonesia, dimana sekitar 25 diantaranya merupakan bahasa daerah yang terancam punah terutama wilayah di kawasan timur Indonesia yang lebih rawan dibandingkan wilayah lain. Daerah-daerah tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Maluku, misalnya, tercatat mempunyai 62 bahasa daerah. Sayangnya, sekarang ini dialog menggunakan bahasa daerah setempat hanya dilakukan segelintir orang saja.

Dalam Undang-undang Dasar tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, Pasal 1 disebutkan bahwa, "Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia". Dan dalam Pasal 42, ayat (1) diatur bahwa "Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia." Ini merupakan amanat yang diberikan kepada kita bahwa pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan melestarikan bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Di tengah persaingan arus modernisasi, memang mengharuskan kita untuk mahir dalam berbahasa asing, namun itu bukanlah menjadi alasan untuk melupakan bahasa daerah kita. Bahasa daerah adalah milik kita, bangsa Indonesia. Karena itu, jangan biarkan bahasa daerah kehilangan tempat dan melupakan jati diri kita. Melestarikan bahasa daerah merupakan salah satu cara untuk mempertahankan budaya lokal, agar kita mempunyai ciri khas dan berkarakter di era modernisasi ini. 

Mari sebagai muda-mudi Indonesia, kita utamakan bahasa Indonesia karena itu merupakan bahasa persatuan kita, kuasai lah bahasa asing, namun tetap mempertahankan bahasa daerah karena itu merupakan ciri khas dan keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun