Salah satu contohnya pada tahun 2007, seorang warga Amerika Serikat yang tinggal di Jerman bernama Timothy Ray Brown dinyatakan sembuh dari HIV setelah menjalani terapi sel punca. Dugaan awal para ahli akan kasus ini menyebutkan virus-virus HIV dalam tubuh Brown tidak dimengerti bagaimana caranya dapat disingkirkan oleh sel-sel darah baru hasil terapi sel punca yang dijalaninya.Â
Dugaan yang sangat mentah itu dan penelitian yang masih terus berlanjut menjadi harapan bagi 33 juta pasien HIV/AIDS di dunia. Selain contoh pengobatan HIV yang berhasil, terdapat satu contoh tempat dimana terapi sel punca diterapkan yaitu di salah satu rumah sakit terkenal di dunia yang mengaplikasikan teknologi sel punca untuk terapi kanker nama rumah sakit tersebut  adalah Modem Cancer Hospital Guangzhou di China.
Dengan fasilitas kultur stem cell embrionik, tulang sumsum yang diambil dari pasien sendiri akan dimasukkan lewat pembuluh darah vena dan pembuluh darah arteri pasien setelah dibuat mengalami proses stimulasi hingga saat telah dimasukkan, akan membentuk sel-sel baru yang bebas kanker.Â
Hingga sel-sel organ yang telah terkena kanker akan dilawan dan disingkirkan oleh sel-sel baru tersebut. Meskipun dilihat secara global perkembangan pengobatan ini belum begitu pesat, tetapi tetap ada keberhasilan yang membuat penelitian dan usaha memajukan teknologi pengobatan melalui sel punca ini tetap berlanjut.
Sedangkan di dalam Indonesia sendiri telah terdapat 11 rumah sakit yang diizinkan melaksanakan terapi sel punca. Rumah sakit tersebut, antara lain adalah RS Cipta Mangun Kusumo, Rs Sutomo, RS M Djamil, RS Persahabatan, RS Fatmawati, RS Dharmais, RS Harapan Kita, RS Hasan Sadikin, RS Kariadi, RS Sardjito, dan RS Sanglah.Â
Penyakit jantung dan radang sendi adalah penyakit-penyakit yang umumnya diatasi oleh 11 rumah sakit tersebut. Perizinan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 32 tahun 2014 tentang Penetapan Rumah Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis Penelitian dan Pendidikan Bank Jaringan dan Sel Punca. Dapat dikatakan adanya peraturan perizian tersebut  menjadi jawaban bagaimana perkembangan terapi sel punca di Indonesia.
Dibalik perkembangan pengobatan melalui terapi sel punca yang ada di Indonesia maupun di dunia, terdapat paling tidak tiga kendala. Yang pertama, kendala pada biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk dapat melakukan terapi sel punca itu sangatlah besar. Tidak semua orang dapat melakukannya, sebaliknya hanya orang- orang yang menengah ke atas yang dapat menerima pengobatan tersebut.Â
Sedangkan orang-orang menengah ke bawah tidak dapat menerimanya karena begitu besar biaya yang diperlukan sampai BPJS saja tidak mau menanggung biaya pengobatan tersebut. Yang kedua, keamanan pengobatan. Sel punca dapat menyebabkan tumor, dan rejeksi imun apabila tubuh pasien menolak sel yang dimasukkan ke dalamnya. Yang ketiga, kesulitan dalam kultur sel punca embrionik.
Sebelum masuk ke penjelasan kendala yang ketiga, kita akan masuk terlebih dahulu ke macam-macam jenis sel punca menurut asal sel. Ada 4 jenis sel punca. Pertama, sel punca embrionik. Sesuai namanya, sel ini diambil dari embrio yang didapatkan dari proses bayi tabung yang berusia 3-5 hari. Sel punca ini dapat beratus-ratus kali lipat memperbanyak dirinya karena memiliki jangka waktu yang sangat panjang.
Sel apapun dalam tubuh dapat dikembangkan melalui sel punca jenis ini. Tetapi sel punca jenis ini yang paling kontroversial sampai saat ini. Kedua, sel punca non-embrionik atau sel punca dewasa. Sel jenis ini diambil dari tubuh bayi ataupun anak-anak. Sel jenis ini telah memiliki peran sebelumnya hingga ia hanya dapat memperbanyak diri sesuai perannya.Â
Terdapat dua macam sel jenis ini pertama, sel yang akan membentuk sel darah merah, sel darah putih dan keping darah yang disebut sel punca pembentuk darah (homatopoetik) dan sel yang akan membentuk sel tulang, otot, tendon, ligament, dan lemak yaitu sel punca multipotensi (mesenchimal). Ketiga, sel punca perinatal.Â