Mohon tunggu...
Gress Timur Pahlawan
Gress Timur Pahlawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

semoga bermanfaat bagi saudara/i.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Bela Negara dalam Upaya Pencegahan Radikalisme

29 Juni 2022   15:27 Diperbarui: 29 Juni 2022   15:41 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bela negara merupakan benteng bagi negara dalam menyelamatkan kelanggengan kehidupan berbangsa. Negara menurut teori Kontrak Sosial, John Lock mempunyai tugas melindungi hak milik negara dan warganegaranya. 

Implementasi tugas melindungi hak milik negara dan warganegaranya, termasuk membela dan mempertahankan NKRI dari ancaman yang datang dari dalam maupun luar negeri meruapakan hak dan kewajiban setiap warganegara Indonesia. 

Hal ini telah tertuang dalam Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Pasal 30 ayat (1) dan (2), bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Rasa nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air yang merupakan unsur utama dari semangat bela negara menjadi suatu hal yang sangat penting, di tengah derasnya pengaruh dan dampak negatif dari perkembangan lingkungan strategis tersebut. 

Oleh karena itu, pembentukan sikap bela negara harus dilakukan sedini mungkin melalui program bela negara dengan cara memupuk kecintaan kepada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, kesediaan rela berkorban demi bangsa dan negara, menghayati dan mengamalkan Pancasila sehingga memiliki sikap mental yang menyadari akan hak dan kewajibannya serta tanggung jawab sebagai warga negara.

Mencermati kondisi munculnya konflik yang diikuti dengan kekerasan di era globalisasi dan informasi, apabila tatanan negara tidak dikelola dengan cerdas dan bijak, maka akan menimbulkan lunturnya semangat kebersamaan, rapuhnya kerukunan, merosotnya solidaritas serta terciptanya kerawanan disintegrasi bangsa yang mengakibatkan akan menurunnya harga diri dan kewibawaan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Masa transisi krisis identitas kalangan pemuda berkemungkinan untuk mengalami apa yang disebut Quintan Wiktorowicz (2005) sebagai cognitive opening (pembukaan kognitif), sebuah proses mikro-sosiologis yang mendekatkan mereka pada penerimaan terhadap gagasan baru yang lebih radikal (Colin:2015).

Alasan-alasan seperti itulah yang menyebabkan mereka sangat rentan terhadap pengaruh dan ajakan kelompok kekerasan dan terorisme. Sementara itu, kelompok teroris menyadari problem psikologis generasi muda. Kelompok teroris memang mengincar mereka yang selalu merasa tidak puas, mudah marah dan frustasi baik terhadap kondisi sosial maupun pemerintahan. 

Mereka juga telah menyediakan apa yang mereka butuhkan terkait ajaran pembenaran, solusi dan strategi meraih perubahan, dan rasa kepemilikan. Kelompok teroris juga menyediakan lingkungan, fasilitas dan perlengkapan bagi remaja yang menginginkan kegagahan dan melancarkan agenda kekerasannya.

Pembinaan kesadaran bela negara dalam menangkal beberapa fenomena di atas juga belum terselenggara secara komprehensif oleh penyelenggaran negara diantaranya menyangkut penggunaan atau pemanfaatan infrastruktur pembinaan kesadaran bela negara yang dimulai oleh kementerian dan lembaga seperti fasilitas pendidikan bela negara maka diperlukan koordinasi antara kementerian dan lembaga pemerintah. 

Karena pembinaan kesadaran bela negara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional sehingga pelaksanaannya tidak hanya menjadi tanggung jawab Kemhan saja akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama melalui kementerian/ lembaga serta segenap komponen bangsa lainnya.

Terdapat tiga institusi sosial yang sangat penting untuk memerankan diri dalam melindungi generasi muda. 

Pertama; institusi pendidikan, melalui peran lembaga pendidikan, guru dan kurikulum dalam memperkuat wawasan kebangsaan, sikap moderat dan toleran pada generasi muda. 

Kedua; keluarga, melalui peran orang tua dalam menanamkan cinta dan kasih sayang kepada generasi muda dan menjadikan keluarga sebagai unit konsultasi dan diskusi. 

Ketiga; komunitas: melalui peran tokoh masyarakat di lingkungan masyarakat dalam menciptakan ruang kondusif bagi terciptanya budaya perdamaian di kalangan generasi muda. 

Diperlukan upaya-upaya sadar dan terencana secara matang untuk menanamkan dalam diri warga negara landasan dan nilai-nilai bela negara sebagai berikut, yaitu :

a) Cinta terhadap tanah air. Program bela negara ini juga akan ditekankan pentingnya menumbuhkan sikap dan perilaku cinta tanah air. Hal ini, sesuai dengan definisi bela negara yakni sikap dan perilaku warga negara Indonesia yang dijiwai cinta tanah air berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

b) Sadar berbangsa dan bernegara. Bela negara biasanya dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada TNI. Dalam program bela negara juga menitikberatkan pada kesadaran bela negara yang merupa-kan satu hal yang esensial dan harus dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia, sebagai wujud penunaian hak dan kewajibannya dalam upaya bela negara. Kesadaran bela negara menjadi modal dasar sekaligus kekuatan dalam rangka menjaga keutuhan, kedaulatan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.

c) Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam program bela negara adalah yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, salah satu strategi dalam membangun daya tangkal bangsa untuk menghadapi kompleksitas ancaman. Strategi ini akan terwujud bila ada keterpaduan penyelenggaraan secara lintas sektoral, sebagai wujud tanggung jawab bersama pembinaan sumber daya manusia untuk mewujudkan keutuhan dan kelangsungan hidup NKRI. Diharapkan ada kesepahaman bahwa pembinaan kesadaran bela negara sebagai upaya membangun karakter bangsa Indonesia.

d) Rela berkorban untuk bangsa dan negara Indonesia. Program bela negara juga memupuk warga negara agar mempunyai jiwa rela berkorban untuk bangsa dan negara, yaitu ber-sedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa dan negara, siap mengorbankan jiwa dan raga demi membela bangsa dan negara dari berbagai ancaman, berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara, gemar membantu sesama warga negara yang mengalami kesulitan dan yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negara tidak sia-sia.

e) Memiliki kemampuan awal bela negara. Secara psikis, yaitu memiliki kecerdasan emosional, spiritual serta intelegensia, senantiasa memelihara jiwa dan raganya serta memiliki sifat-sifat disiplin, ulet, kerja keras dan tahan uji. Sedangkan secara fisik, yaitu memiliki kondisi kesehatan, dan keterampilan jasmani. Kelima nilai dasar bela negara hendaknya dipandang sebagai keutamaan-keutamaan hidup yang harus dihayati oleh para warga negara pada semua lapisan (Tippe:2017).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun