Perlu diakui bahwa dari SD hingga kuliah, kita telah melalui banyak dinamika pertemanan. Pelan-pelan, kita melihat dan mengerti bahwasannya kita tidak bisa selalu cocok dengan lingkaran pergaulan tertentu. Ada saja satu dua hal yang membuat kita tidak cocok.Â
Namun, ada juga lingkaran yang justru membuat kita menjadi lebih bisa memaknai diri kita sendiri. Tulisan ini dibuat bukan dengan maksud untuk menggeneralisir satu dua lingkaran perteman atau membuat suatu lingkaran pertemanan lebih baik dari satunya. Namun lebih bermaksud kepada penjelasan akan interpretasi saya terhadap kenyataan mengenai macam-macam pergaulan yang saya alami.
Di jenjang pendidikan tinggi, setidaknya kita semua telah memiliki kesadaran yang lebih luas dari jenjang sebelumnya. Kita mulai bisa memahami realitas kehidupan yang sebelumnya belum pernah kita lihat. Hal tersebut juga sedikit banyak telah mempengaruhi kita dalam memilih keputusan akan lingkungan pertemanan kita.Â
Ada yang mensyaratkan teman-teman yang aktif untuk menjadi lingkungan pertemanannya, ada yang mensyaratkan status sosial sebagai syarat untuk menjadi lingkungan pertemanannya.Â
Ya, mungkin contoh diatas bisa benar bisa salah. Namun yang jelas, ada persyaratan tertentu yang terkadang kita buat secara sadar maupun secara tidak sadar.Â
Ada syarat-syarat tertentu yang seringkali dibuat berdasarkan penilaian kita akan suatu hal. Pendapat saya tersebut saya lontarkan karena jujur, secara tidak sadar saya telah membuat syarat-syarat tersebut guna memfilter lingkaran pertemanan.
Setiap orang memiliki motifnya masing-masing mengapa mereka memasukan beberapa persyaratan tersebut. Namun yang jelas, hal tersebut merupakan pilihan yang mereka pilih atas pengaruh kesadaran mereka sendiri.
Di masa kuliah, orang yang rantau dihadapkan dengan berbagai perbedaan baru. Misal, perbedaan budaya, perbedaan suasana, bahkan perbedaan suku beberapa teman.Â
Hal tersebut juga yang membuat lingkaran pertemanan kuliah terbang cukup unik. Menemui perbedaan yang sebelumnya belum pernah kita lihat, mencoba memahami hal baru dan memberikan sedikit banyak toleransi guna meiningkatkan hubungan pertemanan yang lebih baik.
Latar belakang dari seseorang juga yang membuat kita sedikit banyak memiliki ekspektasi tertentu akan sebuah pertemanan. Bukan soal berapa lama kita berteman, namun berapa banyak momen yang mungkin bisa membuat kita memaknai diri sendiri.Â
Mungkin, karena saya juga telah tinggal cukup lama di tanah rantau, jadi seringkali membanding-bandingkan lingkaran pertemanan di tempat kuliah dengan di kampung halaman.
Lama-kelamaan, mulai berpikir bahwa lingkaran pertemanan bukan bertujuan hanya sekedar canda tawa saja, namun lebih mulia dari itu. Bukan juga sebagai ajang untuk menjatuhkan satu pribadi dan pribadi lainnya, ajang pertemanan kiranya bisa membuat kualitas diri setiap orangnya menjadi meningkat didalam setiap pertemuan.Â
Mungkin, arti kata meningkat bukan berarti menunjukan produktifitas yang lebih baik, tapi lebih ke peningkatan akan penghargaan terhadap diri sendiri.
Kalau saya kutip dari Bang Andika Sutoro, tipe teman tu ada dua. Yaitu:
1. teman yang mendorong kita ke depan
2. teman yang mendorong kita ke belakang
Memang, pada prakteknya, kita tidak bisa terlalu memandang hitam-putih akan persoalan ini. Kadangkala juga diperlukan kompromi-kompromi yang (mungkin) justru akan mempererat pertemanan tersebut.Â
Karena ya, pada dasarnya tidak ada teori yang final dalam konteks pertemanan ini. Toh, akhirnya kita juga akan berhimpun dengan orang-orang yang ada di luar "lingkaran" kita. Entah suka ataupun tidak suka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI