UJI PERTANYAAN ke EMPAT dan seterusnya dan sebagainya bisa anda ptak dan atik scr analitis sendiri.
(Pembuktian; jika KITA mau, sesungguhnya KITA ini bukan BANGSA BEBEK)
PERTANYAAN INTI, [seperti mencomot iklan produk obat nyamuk] ; “Adakah SOSOK PEMIMPIN yang lebih LAYAK dan LEBIH TEPAT DIBANDING AHOK untuk DKI 2017-2023 ???
TP yakin jika ANDA juga sepakat seperti TP untuk menjawab pertanyaan sefersi Iklan Produk Obat nyamuk tersebut kta tidak harus ikut membebek / latah bermental sama “follower” dengan menkopi paste Jawaban ;
“Yang lebih mahal, banyak”.
“Mengulang Romantisme Sukses PDIP-GERINDRA, menekuk lutut incumbent”
Jelang jeda waktu memasuki penahapan awal Pilgub DKI 2017 msh banyak "kejutan" yg akan dan seharusnya muncul.
Keangkuhan Ahok dan mental Follower teman Ahok akan dipaksa oleh keadaan untuk segera menyadari "impian yg jauh dari sempurna" yg mereka teledorkan akan kandas. Indikasi PERTAMA, sdh sangat nampak setidaknya "gerakan" yg sdh tak lagi samar di jajaran PDIP yg dilansir oleh Bambang DH setidaknya sdh menjadi suara serempak meneriakkan "lawan Ahok". KEDUA, pengalaman "tdk sedap" pada pilgub DKI sebelumnya tdk pernah ingin terulang lagi oleh PDIP. KETIGA, dlm menghadapi pilpres 2019 PDIP patut antisipasidini menghadapi kondisi terburuk jk nanti Jokowi sampai berubah sikap "maju" diluar perhitungan PDIP maka pilgub DKI 2017 adalah "ajang" penggodokan kader "unggulan" untuk memastikan tersedianya stok "candidaad" yg mumpuni lagi terpenuhi criteria SAB tetap SAVED dlm mengahadapi prediksi terburuk.
Akan tetapi diingatkan jika PDIP pada Pilgub DKI 2017 meniru gaya over PD Ahok, dengan “egosentris” ingin mendulang sukses Pilkada Surabaya yakni mengusung KADER KEMBAR (baca: pasangan samasama kader PDIP) maka TP memprediksi "momen" nya kali ini sangat berbeda baik situasi apalagi kondisinya. Mengapa ??? Sangat jelas sekali Pilgub DKI kali ini memiliki situasi dan kondisi yg saling berlawanan SUHU maupun Latar Orientasi, yakni : disisi lain ada Pihak (baca: kelompok) yg bisa dikatakan "setengah putus asa" sehingga cara berfikir mereka sangat sederhana yakni pesimistis berasumsi jika memaksa ikut naik diatas pentas pasti mereka anggap sia sia mk mereka mengambil keputusan tergesa-gesa menyerahkan "surat dukungan" teramatdini, itu sama saja seperti bermain bidak politik diatas papan catur taubahnya mengharap rasa simpati pemain lain. Kelompok lainnya, adalah kelompok yg sabar memasang mata dan telinganya dgn jeli bhkn memakai hidung untuk mengendus bau tak sedap yg mungkin menyruak tercium dan menunggu saat rasa kantuk mendera pemain yg selebrasi menari-nari diatas irama yg belum tentu serasi maka disitulah "celah" akan terbuka baginya.
Teranglah, dgn situasi kondisi tsb PDIP sekali lagi TP ingatkan bhw "kesempatan tdk bisa terulang dua kali" itu kata pameo yg msh efektif terbukti dlm konstelasi Politik, des untuk pilgub DKI kali ini PDIP wajib mempertimbang nilai tawar koalisi, terutama memasang PAKET pasangan tdk lagi "kembar" sprt pada pilkada Surabaya. Percaya atau tidak prediksi TP bhw memaksakandiri "calon kembar" pada pilgub DKI akan membawa hasil akhir yg justru berbalik orientasi, bakhan resiko paling buruk yakni GATOT (baca: gagal total). Masih ngotot tidak ingin buktikan [?]. Ingat, KATA sesal takkan terucap didepan, dan tidak akan mungkin mengembalikan sesuai RENCANA awal. Ringkasnya, duet PDIP-Gerindra kali ini sangat berpeluang mendulang sukses menumbangkan incumbent DKI sprt pilgub sebelumnya dgn catatan, jangan memimpikan lagi memaksakan PAKET pasangan calon KEMBAR. Hmmm, yang pasti PEMIMPIN DKI harus bisa mewakili kepribadian asli bagsa Indonesia yakni SOSOK memiliki sense-sense Kesalehan Sosial sekaligus Kesalehan spiritual, dan yang Top Urgent, BELIAU harus memiliki sifat : SANTUN, ARIF dan BIJAKSANA.. karena itulah CIRI KEPRIBADIAN Bangsa INDONESIA yg ASLI dan tidak boleh ditawar-tawar lagi laiknya, NKRI , itu harga mati !
MBAK RISMA dan PDIP-nya, PIL pahit BASUKI C.P (?)
Entah ini kebetulan apa Penguwasa langit sudah menentukan, melahami momen pilgub DKI 2017 mulai NAMPAK sangat sederhana, opsinya :
SATU, Tarik ke DKI salah satu kader "unggulan PDIP" yg sdh teruji mampu dan layak sipertarungkan di DKI, dan sosok salah satunya adalah MBAK RISMA, kenapa ??? Ya, Setidaknya ada beberapa alas an berikut : [Pertama] jika Risma ditarik ke DKI mk PDI tetap "aman" di Pemkot Surabaya, krn sejak Risma maju dgn Wisnu (sama2 kader PDIPnya) TP sdh yakin strategi politik yg digunakan PDIP memasang Risma adalah strategi Standar Ganda dlm konotaai "plus plus". Tentu, antisipasidini jika kursi walkot Surabaya "ditinggalkan" oleh Risma akan tetap aman sigenggaman PDIP. [Impact kedua], bila maju ke DKI ternyata Rsma meraih Nilai Pemenangan yg gemilang maka pada Pilpres nanti PDIP pun tak merasa was-was jika saja terjadi hal terburuk Jokowi "tetpaksa" mjd "anak nakal" yg maju pakai Partai lain. [Ketiga], Sdh waktunya PDIP menguji kader unggulannya semumpuni apa [Risma] dlm "kawah condro dimuko" yg gak kepalang tanggung, yakni pilgub DKI, barometer politik di NKRI. Dan Risma sangat punya bnyk sisi "LEBIH" dibanding Ahok antara lain : [1] Risma mempunyai strong character yg lebih jelas SANTUN dlm menyikapi KEADAAN bhkn dlm menSOLISIKAN keadaan. [2] Risma sisamping tidak sekalipun pernah mempelihatkan arogansi sbg seorang Kepala Daerah tiap menghadapi sikon apapun, apalagi kata-kata kasar, kotor dll yg tdk sesuai dgn nurma luhur asli bangsa Insonesia. [3] Risma bukan besar krn "pencitraan" ataupun “mengekor keberuntungan” tapi dia tak segan turun bertindak langsung member tauladan yg baik tanpa rasa risi, dan hebatnya meski dlm keadaan menahan emosi sekalipun dia mampu menunjukan bhw dia anak negeri yg berluhur budi berkatakata, bersikap dgn siapapun (bawahan, orang kecil, media hingga pejabat), sama.
Dengan track record "plus-plus" yg dimiliki Risma, serta sikap kepemimpinan yang SAB yg ditampilkannya tidak akan kesulitan untuk berkompetisi dgn Ahok di DKI bhkn siapapun kawan DKI 2 nya yg mendampinginya itu tdk akan mjdkan MAJALAH. Faisya Alloh.. itu pasti. Dan hikmahnya yg sangat PASTI jika RISMA bs menjugrukkan imet "Ahok spt dipuncak Awang-awang Perpolitikan" hikmah yg dapat dipetik oleh segenap nk bangsa adalah :
Satu, pendidikan politik bahwa sebaik baik pemimpin adalah Dia Yang Tetap Memegang Unggah-ungguh Nurma Luhur Bangsa". Kedua, pameo, "jika kita mau sesungguhnya kita bukan bangsa follower, apalagi mjd bangsa BEBEK" pun tetap terbukti. Ketiga, pileg , pilkada serta Pilpres ke depan PDIP sdh punya REKAM JEJAK yg pasti dlm mengembalikan JATIDIRI berbangsa yg BERMARTABAT. Maka, jangan ragu ucapkan : "Selamat tinggal mental pembebek" negeriku takkan membutuhkan gaya megal-megolmu lagi.
Sebesar apa sisa peluang Basuki C.P di pilgub DKI 2017 ???
Tetap, Menarik, dicermati cara berfikir, bersikap serta cara bertindak "tokoh over PD" yg satu ini dlm menyikapi perkembangan (bc: perubahan) situasi dan kondisi yg telah / sedang / akan terjadi cenderung dan terkesan (maaf) memaksakan "asbun". Mengulang cara sikap dlm menanggapi isu "kembalikan KTP ku", kali ini Ahok sprt ketiban "palu godam" meski tdk meradang namun pernyataan yg meluncur slalu terkesan mengabaikan "nilairasa", Ahok lupa bahwa slm ini dia hidup di bumi Nusantara yg masyarakatnya sangat kental menjunjung tinggi adap sopan dan kesantunan diatas segalanya dibanding segunung materi. Kali ini selama menyikapi isu PDIP memanggil Risma maju ke DKI justru Ahok berkomentar tidak simpatik, miring di media dgn nada sindir bhw Risma ke DKI juga punya rencana bersaing dgn Jokowi pd Pilpres nanti. Jelas lah statmen Ahok yg tak ada mendung apalgi hujan namun tergelegar petir tsb menuai "geram" para kader PDIP. Tdk selesai disitu, Ahok bhkn terkesan mulai galau mendengar nama "Risma" hingga ibarat orang yg lagi kintir oleh banjir bandang anggapannya spy selamat maka apa saja ia pegang sekenanya, kesan itu nampak msh berepisode "politik tepuk air" Ahok membuat pernyataan yg tak perlu, bhkn TP yakin (kebenaranya sulit sikonfirmasi) bhw Tegas Ahok yg dilansir media senin 1 / 8/ 2016 tadi : "ketiga parpol pengusung akan mendanai kampanye pakai duit sendiri". Begitu enteng pernyataan Ahok mengeluarkan jurus "politik hipnotis" kpd 3 parpol. Benarkah ini pertanda Ahok kian "PD" atau justru terpaksa mengeluarkan jurus "mabuk-nya" dan mengajak (mensugesti) ketiga Parpol ikut menjadi "drunker masters" eepisode film silat. Hmmm, Dalam sudut pandang TP mmg sisi ini kelebihan Ahok yg blm sempat disadari oleh partai pengusung bhw sprt mengulang sukses "menghipnotis" sejuta warga penyumbang KTP ketika diisukan minta pertanggung jawaban (isu kembalikan KTPku) Ahok keburu merespon tanpa menimbang dulu dan memikirkan nilai rasa. Diyakinkan oleh Ahok meminta warga penyumbang sejuta KTP agar tidak kwatir bhw mereka msh dipakai dan punya kesempatan tetap dipakai dan dijadikan relawan saksi pd pilgub DKI nanti. Cara sikap Ahok sprt itu menurut TP justru terkesan "ego" nya yg masih tinggi dlm menghadapi situasi yg "suddenly accident" dan keburu membikin episode "janji ataupun sugestis" dgn harapan outomatis jalan keluar terlahir. Namun dlm sikon tsb Ahok lupa bhw gaya politik "menepuk air" tdk selamanya menyegarkan baik bagi pihak yg terciprati maupun si penepuk air bersangkutan bisa jadi air yg ditepuk kali itu sudah terlanjur "berbau tak sedap" mk bisa dibayangkan pihak yg terciprat akan mjd (maaf) "jijik" terganggu oleh bau yg sdh tak sedap tsb belum lagi ditambah dampak gatal-gatalnya. Begitipun bagi yg menepuk air bisa jadi "bau" tsb pasti dia sadari juga sdh ydk nyaman serta berakibat rasa gatal namun terpaksa dia tutupi dgn "kilah-kilah" yg lainya. Hmm.. pst lah akan semakim runyam. Dan bila hal tsb terjadi, apa ke "sombongan" tsb bisa menyelamatkanya lagi ? Kita tunggu sejauhmana kepongahan bisa dipelihara untuk berharap mampu "menggetarkan bumi pertiwi" ???