catatan kecil :
Pilgub DKI 2017, AHOK PATUT DIACUNGI JEMPOL ( ??? )
Untuk menyingkap bandrol tema kali ini, lebih efektif jika diuji juga dengan beberapa kalimat Tanya ;
SATU, “benarkah Ahok masih di atas angin [?]”
Hmmm, baik asumsikan “iya” maka menurut TP justru dia terposisikan ibarat layang-layang, dan Ahok shrsnya lebih bisa mawasdiri + hati hati. Karena makin terbang tinggi layang2 mengakasa maka makin butuh kekuatan elok untuk mempertahankan layang2 tetap “anteng”, bukan karena riuhnya angin yg membahyakannya, justru [inner beauty yg ada] benang / senar / kertas dan kerangka layangannya plus pemegang benang di bawah sana juga harus mengakar pada bumi pertiwi. Jika tidak maka sekali saja cuaca berubah, pasti kertas, benang bahkan yang memegangi dibawah sana takkan mampu menahan dinginnya air hujan apalagi dasyatnya topan. Menuntut ke-PEKA-an dlm melihat realitas keadaan, bukan sebatas menikmati capaian melayang apalagi dgn phose pasang “muka” kecut.
***INDONESIA minimal butuh 30 tahun lagi utk PENDEWASAAN politik namun sebaliknya BUTUH waktu maksimal cuma lima menit untuk MENENGGELAMKAN akal sehat, itu hanya berlaku JIKA masyarakat tidak mampu bergenggamlah IMAN.***
DUA, “sudahkah Ahok “pandai” menjaga nilai rasa karakterluhur bangsa ??”
Tersimak, sejak jauh bulan Ahok dgn "teman Ahok" nya yg sdh bekerja leras mampu menyatakan dengan lantang telah berhasil mengumpulkan satujuta KTP, bhkn, ststemeñ tsb hampir saja mengulang "sukses bikin skakmat" politikus lawan kena batu sperti yg pernah menimpa Anas versi "gantung di Monas" kali ini pun tak kalah ekstrim malah ada"parodi politik terjun bebas dari Monas" terujar oleh seorang tokoh parpol, shgg ketika jumlah satujuta KTP diproklamirkan "teman ahok" publik pun ikut ketarketir àkankah ada peeistiwa harakiri versi politikus di negeri ini benar2 akan terjadi (?) Pàrahnya, sekali lagi yg jadi iruni knp "tugu monas" yg dijadikan opsi melakukan ujar kedangkalan "akalsehat". Tugu monas mrpk "simbol" sejarah sakral yg melatari lahirnya NKRI haruskah terkotori oleh ambisi politik "oknum politikus yg daya (maaf) kesadaranya dibawah standar akal sehat. Cos, fakta tsb lah yg seolah Ahok pantas dijuliki "politikus baju besi sembrani" dimana ia mampu sprt mencuci otak baik "kawan maupun lawan" nya bertindak seolah "kehabisan akal sehat". Kondiai tsb pantaslah jika Partai Masdem yg dikenal diketuai oleh sosok yg berapi api dlm orasi (Surya Paloh) mjd partai perdana sukarela menyediakan Nasdem sbg kendaraan Ahok maju DKI, lalu diikuti oleh Hanura dan Golkar. Sekali lagi inipun, Ironi, Fenomenal memecahkan rekor sejarah “keparpolan” bertekuk lutut oleh silaunya dlm melihat sosok Ahok. Hebatnya dgn hembusan angin politik ini Ahok kian gegabah mengeluarkan jurus "ajimumpung" memilih maju lewat jalur Parpol meski Ahok sdh memikirkan kekecewaan moral teman Ahok dgn memerankan merekan mjd komunikator dlm proses ambising dgn Parpol pengusung, namun yg JUSTRU yg Ahok sepelehkan malah warga yg merelakan sejuta KTP nya, Ahoh lepas pertimbangan “menjaga nilai rasa dengan layak” diperparah aneh bin ajaibnya, Ahok mengatasi kondisi tsb hanya dgn peenyataan enteng : "warga yg telah merelakan sejuta KTP nya masik bisa dijadikan relawan saksi pd pilgub nanti jangan kuatir". Hmmm… begitu gampangnya Ahok menilai rasa pemilik KTP yg kali ini Ahok seperti sangay keliru dlm meniru jurus Gus Dur, “Begitu saja kok repot”. Sekali lagi, dari sisi ini sangat kelihatan bahwa Sense of leader maupun belonging tidak mampu diterapkan oleh Ahok secara take and give. Dan kondisi tersebiut bagi warga / orang yang kritis, apalagi yg terbiasa mengukur “nilai rasa” kesantunan, keetisan, keluhuran pakerti maka Ahok bisa dikatakan nilainya masih dibawah angka “5” dalam sisi ppangerten yg menjadi prinsip kepribadian luhur asli Bangsa Indonesia yg masing tetap di junjung tinggi selama ini oleh masyarakatnya. Tak heran, bibit keraguan yg selama ini tersugesti bhw sosok Ahok adalah sebuah HARAPAN Panjang suka tdk suka mulai menjadi tanda Tanya besar bagi warga. Dengan responsible kpd penyumbang KTP saja sikapnya seperti itu, sdh layakkan Ahok mendapat kepercayaan warga lebih jauh (?)
Namun kondisi nampaknya tdk membuat Ahok + teman ahok memetik hikmah, indikasinya, dlm proses ambising merangkul PDI-P nampak Ahok maupun teman ahok merasa memeiliki kartu jocker bagi pemenangan Pilgub DKI dgn mematok sbg DKI satoe, dan nampaknya ogah mjd DKI 2, sekalipun hrs berpasangan dgn "orang" PDIP sendiri. Pertanyaannya, haruskah PDIP rela ikut tiga Parpol terdahulu mengikuti jadi "follower" terhadap Ahok dan rela mengusung Ahok menggunakan Partainya namun Kader nya cuma menjadi DKI 2 saja ??? Hmmm sekali lagi masih test penggunaan AKAL SEHAT ! Namun andai ini benarbisa terjadi pada Parpol sekaliber PDIP maka Ahok sudah melampaui keberhasilan Jokowi dlm hal meng hallo effect situasi, baik dlm mendongkrak elaktibilitas, popularitas amupun kapasitas, apalagi SUGESTIFITAS. Dan TP pun akan mengucapkan “Turut berduka atas meninggalnya akal sehat” Bahkan, itupun pertanda bhw Negeri ini telah kehabisan "tekateki" stok pemimpin berkwalitas ; SANTUN, ARIF & BIJAKSANA [SAB]. Kondisi tsb akan memicu munculnya realitas terbalik jika PDIP "berani" membuang mental "follower" tak mau mengukuti tiga parpol yg telah bersimpuh lebih maka minimal NILAI TAMBAH akan kian mamantapkan PDIP sbg Parpol yg memperoleh "ruang sangat khusus" di hati masyarakat.
KETIGA ; Benarkah Ahok sosok Gubenurnya "wong cilik" (?)
Untuk menguji teks pertanyaan diatas agar terpenuhi unsur obyektifitasnya menurut TP bisa dilakukan dgn cara sederhana berikut : SATU, Inventarisir rekam jejak bang Ahok slm menjabat Bupati di Bilitung Timur, baik masa jabatanya, visi-misi nya dan korelasikan dgn capaian tindak yg sdh dihasilkan olehnya. DUA, Slm menjabat di DKI (baik sbg wagub maupun estafet Gub) inventarisir apa saja rencana tindak dan bagaimana capaian tindak, seperti poin (SATU) diatas, bagaimana realisasinya dan berapa penilaian anda [?]. TIGA, Relokasi, Operasi PKL, Polemik Sumber Waras hingga Reklamasi, dll, dsb, tmukan jawabnya siapa sesungguhnya pihak di untungkan (?). EMPAT, Atau bikin kritiria analisis versi anda yg bisa untuk menyimpulkan bhw Ahok lebih "tepat" berjuluk pemimpin "pro" wong cilik atau sebaliknya "pro" konglomerat (baca: ditambah imbuhan "or" juga boleh) ???