Sosok caregiver, yakni Rachel, acapkali mempunyai nasib yang sama dengan sejawatnya. Belum mempunyai pasangan hidup karena waktunya habis untuk mengurus orang tua, hidupnya juga tidak terstruktur sebab mengikuti ritme kesehatan orang tua, dan yang paling menyakitkan, adalah cap bahwa ia tidak mampu memperoleh sebuah kesuksesan dalam hidup.
Katie adalah sosok yang paling agresif menyerang Rachel, dengan sebutan "masih seperti anak kecil". Rachel yang terbentuk introvert karena tugas hidupnya, tidak bisa meledak dan hanya mendiamkan saja semua serangan yang diberikan Katie, termasuk selentingan yang menyebut ia ingin hak atas apartemen tersebut.
Dibutuhkan sosok orang luar, yakni Benjy sahabat Rachel, untuk menyadarkan Katie dan Christina bahwa Rachel sudah mengorbankan hidupnya untuk bisa menjaga sang ayah sampai sejauh ini. Ketidakhadiran Katie dan Christina dalam momen belasan tahun tersebut, tidak layak untuk dibandingkan dengan kesuksesan hidup mereka yang di atas Rachel.
Dan yang pasti, tidak pernah keluar dalam mulut Rachel sendiri, bahwa ia mengingini apartemen sang ayah untuk dirinya sendiri.Â
Fix, ini pasti merupakan dilema sebuah potensi komunikasi buruk yang kerap kita dengar dalam kalimat, "pamali membahas harta sebelum orang tua meninggal."
Memanggil Lagi Kenangan Masa Kecil
Christina, yang diperankan dengan sangat apik oleh si cantik Elisabeth Olsen, merupakan sosok penengah dari ketiga saudari ini. Ia harus membuka dirinya, yang dianggap paling bahagia oleh kedua saudarinya karena tidak pernah mengeluh. Cap negatif dari saudari yang lain atas usahanya menutupi masalah, adalah tukang pamer.
Sudut pandang ini ternyata tidak ada dalam benak Christina. Ia bukan bermaksud memamerkan seluruh kebahagiaan keluarga kecilnya kepada Rachel yang belum berkeluarga, ataupun kepada Katie yang ternyata mempunyai masalah dengan anaknya yang beranjak remaja.
Salah satu ide yang bisa dilakukan untuk mencoba mendamaikan ego ketiganya, adalah memanggil lagi kenangan masa kecil mereka.Â
Memang tidak utuh, sebab masa kecil mereka cukup jarang dihabiskan bersama. Ingatan yang berhasil dipanggil, adalah momen-momen bahagia dengan sang ayah saja. Mereka lalu berusaha mendokumentasikannya, sebagai "buku kenangan hidup" jika sang ayah nanti sudah meninggal.
Sayang, sudah terlambat, Vincent
Film ini memang berakhir bahagia dengan akurnya ketiga saudari tersebut. Namun, turning-point yang menjadi pereda ketegangan ketiganya bukanlah sebuah jalinan cerita yang hilang, tetapi adalah kematian Vincent itu sendiri.
Jalinan cerita itu tetap keluar dari mulut Vincent, yang disajikan secara "mimpi" oleh sutradara Azazel Jacobs. Vincent yang merupakan sosok penyambung patahan cerita mereka bertiga, hendak menyampaikan bagaimana ketiganya memiliki keterikatan semenjak masa kecil mereka.