Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Dilema Badai Cedera Sebagai Akibat Virus FIFA

12 September 2024   09:34 Diperbarui: 12 September 2024   09:34 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen cedera yang dialami Martin Odegaard di laga Norwegia vs Austria (10/9/24). Sumber : www.tribunnews.com

Sudah menjadi cerita lama, jeda internasional merupakan momok yang ditakuti oleh sejumlah klub-klub sepakbola. Meskipun sang pemain merasa bangga terpilih untuk bela negara, namun apabila mereka kembali dengan membawa cedera, klub yang menggaji akan dirugikan. Dilema ini sering disebut sebagai virus FIFA.

Bahkan sebelum diadakannya UEFA Nations League, para pemain sudah memprotes jadwal berlebihan yang diberikan FIFA, Kontinental, ataupun otoritas liga yang bersangkutan dengan dalil "eksploitasi". Memang akhirnya timbul pro dan kontra, terlebih karena gaji pemain sepak bola dinilai sangat melebihi pasar upah tenaga kerja.

Dalam dua minggu jeda internasional yang baru saja berakhir, muncul kembali keluhan tentang badai cedera pemain Timnas ini. Real Madrid harus mendapati Aurelin Tchouameni, Ferland Mendy, dan Eder Militao cedera, bahkan saat baru mengikuti pemusatan latihan.

Barcelona juga mendapat kabar buruk, bahwa Dani Olmo cedera saat Spanyol menghadapi Serbia di matchday 1 UEFA Nations League A. Tak ingin mengambil resiko, Blaugrana memulangkan pemain barunya tersebut alih-alih bersiap menghadapi Swiss di matchday 2.

Klub Premier League, Arsenal, menjadi korban yang paling dahsyat. Riccardo Calafiori menderita cedera betis saat tidak sengaja diterjang Ousmane Dembele pada laga UEFA Nations Leagua. Terbaru, kapten Gunners Martin Odegaard harus menangis kesakitan saat engkelnya bermasalah kala memperkuat Timnas Norwegia menghadapi Austria.

Dengan jadwal laga tandang menghadapi Tottenham Hotspur akhir pekan ini, Mikel Arteta tentu dibuat puyeng mendengar kabar tersebut. Absennya dua pemain itu melengkapi skorsing Declan Rice, serta cedera sebelumnya yang dialami Takehiro Tomiyasu, Mikel Merino, serta Kierran Tierney.

Manchester City juga terjangkit virus FIFA. Pemain penting mereka Nathan Ake, harus berurai air mata saat membela Timnas Belanda melawan Jerman (11/9/2024) karena cedera hamstring. Diperkirakan bek serba bisa ini akan meninggalkan tim minimal selama sebulan.

Pesaing kedua tim di atas, Liverpool, juga menghadapi masalah serupa. Harvey Elliott yang mulai mendapat kepercayaan Arne Slot untuk mengisi lini tengah, harus mengalami retak kaki saat training camp bersama Timnas Inggris U-21.

Kalau sudah begini, siapa yang salah? Pemain dan klub toh tidak boleh menolak panggilan Timnas. Mari kita bahas.  

Nations League sebagai Virus Terbesar

Sebelum adanya Nations League di berbagai kontinental, negara-negara hanya mengakui dua ajang besar untuk skala turnamen antar-bangsa. Piala Kontinental dan Piala Dunia.

Di wilayah Eropa, Piala Kontinental ini bernama Piala Eropa atau EURO, yang jadwalnya selalu memiliki selisih dua tahun dengan Piala Dunia. Jeda di antara jadwal dua turnamen ini bisa disisipi Babak Kualifikasi untuk menentukan kelolosan anggota UEFA yang cukup gemuk, yakni 55 negara.

Di Amerika Selatan ada Copa America yang jadwalnya sering berubah-ubah, karena mereka tidak memerlukan Babak Kualifikasi. Yang pasti, mereka tidak akan mengganggu jadwal Piala Dunia, dan diadakan pada libur musim panas. 

Lalu ada pula Piala Asia dan Piala Afrika, dengan penjadwalan sedikit berbeda yakni di musim dingin (Desember-Februari) karena alasan cuaca.

Lantas mengapa penting diadakan Nations League sebagai pengisi jeda internasional? FIFA mempunyai opini, bahwa jeda internasional sebelumnya hanya digunakan negara-negara kuat untuk melakukan pertandingan persahabatan secara ala-kadarnya, tanpa ada level kompetisinya. 

Kalau tidak untuk mengerek poin FIFA, biasanya friendly match ini digunakan sebagai sarana pengeruk uang dengan mengunjungi negara-negara berkembang. Seperti Argentina kala berkunjung ke Indonesia tahun lalu, ada biaya bagi tuan rumah untuk mendatangkan negara elit tersebut.

Inilah yang membuat kontinental, UEFA khususnya, mempunyai pemikiran mengadakan sebuah liga yang bisa mengakomodir jeda internasional agar lebih "berjiwa kompetisi" daripada sekedar laga persahabatan.

Jika dahulu di laga persahabatan, ada pemain top yang ditackling ringan saja mencak-mencak karena takut cedera, dengan adanya UEFA Nations League mereka tidak bisa melakukan hal itu. Malahan, tackling brutal harus siap mereka terima sebagai akibat negara-negara lain tentunya tidak ingin kalah pada kompetisi tersebut.

Ya, intinya FIFA atau kontinental yang memasukkan elemen kompetisi di Nations League telah menjadi virus terbesar, dengan menambah resiko cedera bagi pemain. 

Lalu apa untungnya bagi FIFA? Jelas, itu menambah fulus. Dalihnya? Uang tersebut sebagai subsidi silang pemerataan sepak bola di negara berkembang. Nah lo...

Klub Besar Menjadi Lebih Kapitalis

Anda kangen era Serie A yang melibatkan persaingan enam tim besar tahun 1990-2000? Atau momen saat Big-four Premier League menjadi perhatian dunia di era 2000-2010? 

Momen tersebut sepertinya akan kecil kemungkinan terulang dengan adanya Virus FIFA di atas. Sebabnya, klub-klub besar yang sudah mapan secara finansial, akan merekrut lebih banyak lagi pemain berkualitas dengan gaji mahal, sekalipun hanya berstatus pemain rotasi tim.

Bench pemain cadangan Arsenal dan Manchester United era 2000-an, tidak bisa semewah Manchester City di era sekarang. Pada masa itu, pemain hanya mau pindah jika dipastikan menjadi pemain utama klub barunya.

Tren itu berubah sekarang ini. Dengan ada resiko cedera karena Virus FIFA, klub bermodal besar akan menambah pemain berkualitas meskipun mereka hanya akan menjadi penghangat bangku cadangan. Kalvin Phillips dan Julian Alvarez adalah contoh tepatnya.

Apakah itu salah? Tidak juga. Klub juga berpikir untuk tetap berprestasi di tengah resiko dari pihak eksternal (cedera kala membela Timnas). Dengan menjadi lebih Kapitalis lewat perekrutan pemain top, kestabilan prestasi akan terjaga, sehingga uang sponsor akan terus mengalir. Inilah buah yang didapatkan Manchester City dengan menguasai Premier League 10 tahun terakhir.

Sementara itu, klub-klub menengah dan papan bawah hanya menjadi lumbung padi yang siap dipanen. Sesekali mereka akan merangsek ke papan atas karena kualitas sepak bolanya, tetapi tawaran uang akan meruntuhkan kesetiaan pemain mereka.

Garis Tangan Suram Kompetisi Domestik

Selain klub bermodal besar, dengan adanya penambahan jadwal bagi pemain sepak bola, akan berdampak pada skala prioritas menghadapi musim kompetisi. Liga tetap menjadi yang utama, dengan prestasi tingkat regional (Champions League) menjadi fokus berikutnya.

Sedangkan kompetisi domestik lain, seperti Piala Carabao dan Piala FA bagi klub-klub Inggris, akan menjadi suram garis tangannya. Semua klub tidak akan sungkan lagi menurunkan pemain pelapis dan pemain junior di ajang ini. Barulah ketika menginjak fase akhir, semifinal atau final, para pemain inti akan bermain.

Ini sudah terjadi di beberapa musim terakhir. Seperti saat Liverpool menjadi juara Carabao Cup dua musim lalu, Jurgen Klopp setia dengan pemain-pemain mudanya yang disusupi satu-dua pemain senior saat kalahkan Chelsea di Final.

Klub naik-daun seperti Aston Villa, yang pemainnya juga banyak dipanggil Timnas, juga melakukan hal serupa. Ollie Watkins dan John McGinn bisa diistirahatkan di dua turnamen ini, begitu pula dengan kiper Emiliano Martinez. 

Sampai sekarang, pihak penyelenggara (Carabao Cup dan FA Cup) belum berteriak akan hal ini. Bagaimana jika mereka menuntut tim harus menurunkan mayoritas pemain inti? Atau membatasi hanya beberapa pemain akademi saja yang dimainkan? Bisa jadi runyam.

Pada awal musim depan, FIFA punya kalender baru Piala Dunia Antarklub yang punya skema kompetisi. Tidak tahu lagi, bagaimana lagi ini akan disikapi oleh klub-klub besar. Ada satu fakta, Cole Palmer dengan sengaja dicoret Chelsea dari ajang Conference League musim ini untuk menyambut turnamen tersebut loh!

Maka dari itu, akhirnya kolaborasi antara Timnas dengan klub juga harus terjalin dengan apik. Seperti saat Spanyol mengizinkan Dani Olmo balik cepat ke Catalan, Timnas juga tidak boleh pragmatis terhadap kepentingannya saja.

Atau kalau mau lebih aman, bangun saja Timnas dengan mayoritas pemain cadangan, seperti Timnas Indonesia. Ini fakta dan otokritik, loh ya, jangan baper...

Salam olahraga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun