Hal tersebut masih merupakan strategi bertahan dalam konsep sederhana, dengan peran pemain gelandang dan para bek menjadi aktornya. Sepuluh tahun terakhir, istilah gegenpressing menjadi upgrade besar dalam cara bertahan, dengan melibatkan seluruh pemain dalam sebuah tim.
Para striker menekan pertahanan lawan, pemain tengah bersiap melakukan sergapan, dan bek menaikkan garis pertahannya untuk mengurung lawan. Semua dilakukan dengan limit maksimal 10 detik setelah kehilangan bola!Â
Jika berhasil merebut bola, maka akan jadi peluang besar. Namun jika tim lawan ternyata bagus dalam membuka ruang dan mengakibatkan gagal merebut bola, formasi bertahan akan kembali ke basic plan.
Semua pemain jelas membutuhkan kesetiaan dalam pergerakan tanpa bola di strategi ini. Sekali lagi ya, ini bukan menjadi hak lagi, tetapi sudah menjadi kewajiban (tuntutan) di era sepak bola modern. Â
Formasi Menentukan, Strategi Melengkapi, Pemain Mengikuti
Pada akhirnya, keselarasan pelatih dan pemain menjadi output di atas lapangan. Formasi awal yang ditentukan harus dilengkapi dengan strategi yang jelas. Kemudian dari sisi pemain, kemampuan untuk mengikuti instruksi menjadi rapor besarnya, bukan skill yang ditunjukkan.
Sebagai pembanding, ada dua manajer yang memakai pendekatan berbeda dalam sistem permainannya. Pertama ada Carlo Ancelotti yang mahsyur karena formasi 4-2-3-1 atau 4-3-2-1 pohon natal-nya. Kedua, ada Pep Guardiola dengan 4-3-3 tiki-taka dan 3-4-1-2 inverted-fullback nya.
Carlo Ancelotti mahfum dinilai memberikan kebebasan kepada para pemain berskill tinggi untuk melakukan serangan. Ini bisa dibuktikan betapa cocoknya Don Carlo menggunakan para pemain Latin, seperti Kaka, Cristiano Ronaldo, hingga Vinicius Jr.
Tetapi tidak hanya semudah itu melihatnya, lho. Don Carlo memang memberi kebebasan kepada tiga pemain depan (biasanya dua winger dan satu striker), tetapi di sisi lain menginginkan permainan rigid (kaku) untuk empat bek dan dua gelandang bertahannya.
Kita jarang melihat Carlo Ancelotti memiliki fullback yang punya skill tinggi, kecuali Marcelo. Sebab ia ingin pemain di level pertahanan bisa mempunyai tanggung jawab besar dalam pergerakan tanpa bola.Â
Di lain pihak, ada Pep Guardiola yang menginginkan semua pemainnya melakukan pergerakan tanpa bola dalam skema yang ketat. Bahkan untuk pemain dengan skill tinggi seperti Jack Grealish, Bernardo Silva, hingga Phil Foden, ia hanya mengijinkan mereka menguasai bola tak sampai lima detik.
Kekakuan strategi ini membentuk sebuah kebiasaan dalam tim Manchester City, yang terus dikembangkan baik dalam skema gegenpressing maupun tiki-taka dalam bermain. Terupdate, musim ini sepertinya mereka sudah mengembangkan strategi baru lagi dengan menambah momentum dalam gegenpressing menjadi peluru yang mematikan.