Niat menulis preview Copa America 2024 maupun EURO 2024 mendadak terehenti sejenak, usai membaca berita mengenai dicopotnya Dekan FK Unair Prof. Budi Santoso.
Berikut artikelnya yang termuat di kompas.com. "Dekan FK Unair Dicopot Usai Tolak Rencana Menkes Datangkan Dokter Asing"
Saya pribadi pernah bertemu beliau yang adalah dokter Obstetri dan Ginekologi, kala menjadi Sales salah satu Bank Darah Tali Pusat. Sosok yang sangat dihormati kalangan Dokter Obgyn, bahkan anggota Ikatan Dokter di Jawa Timur pada umumnya.
Yang membuat saya sangat punya atensi tentang kabar mengejutkan ini, adalah latar belakang penonaktifannya. Menurut media, adalah karena Prof Budi Santoso menolak rencana Menteri Kesehatan yang mau mendatangkan 6.000 dokter asing, menjadi salah satu polemik internal.
Dokter asing sebanyak 6.000 orang? Saya baca dulu dong artikel lain yang berkaitan dengannya, hingga menemukan satu kata yang bisa menjadi sumber filterasi, Naturalisasi.
Ya, naturalisasi yang sudah terjadi di sepakbola Indonesia sukses membantu mengangkat derajat Indonesia di mata negara-negara kuat Asia. Ini akan diberlakukan juga di "meja bedah"!
Berikut penjelasan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait komparasi dunia sepakbola dan kedokteran.
"Kenapa tim (sepakbola) Indonesia sekarang jauh lebih bagus dibandingkan yang dulu? Menurut saya karena masalah kualitas. Indonesia sekarang mengambil pemain asing yang dinaturalisasi," ucap Menkes Budi dalam acara Forum Komunikasi Tenaga Kesehatan, Selasa (21/5/2024).
Alasan kuat rencana mendatangkan 6.000 dokter ini, secara khusus "menyerang" ranah Prof Budi Santoso dan kolega yang merupakan dokter Obgyn. Yakni, menyelamatkan 6.000 dari 12.000 lebih bayi yang memiliki kelainan jantung bawaan.
"Kalau enggak (cepat ditangani) meninggalnya tinggi. Sampai sekarang kapasitas kita melakukan operasi itu 6.000 per tahun, jadi 6.000 bayi tidak tertangani. Nah, kedatangan dokter asing itu sebenarnya untuk menyelamatkan 6.000 nyawa ini," kata Menkes Budi, Selasa (2/7/2024) dikutip dari kompas.com.
Nah lo! Naturalisasi atau asing, Pak Menteri? Berikut saya memberikan pandangan awam tentang kebijakan non-populis ini.
Pak Menteri Harus Clear-kan Dahulu, Naturalisasi atau Asing
Sebagai orang awam, yang lebih paham urusan sepakbola daripada kedokteran, saya sebenarnya menyambut baik jika Naturalisasi Dokter dilakukan untuk menambah kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Syaratnya sama seperti pemain bola, punya setengah darah Indonesia, dan mengabdi sepenuhnya untuk Indonesia.
Calvin Verdonk, Thom Haye, Marten Paes, Jay Idzes dkk bisa dikatakan merupakan gerbong mercusuar "keberhasilan" membawa pulang bakat-bakat terbaik Indonesia yang berada di luar negeri. Prosesnya juga ketat loh, harus mengikuti aturan FIFA, hubungan diplomasi antara dua federasi negara, baru kemudian diproses oleh lembaga legislatif Indonesia.
Nah, 6.000 dokter tadi kalau saya hitung-hitung, sewajarnya sih mustahil akan di naturalisasi semua. Tidak bisa membayangkan bertapa sibuknya Bu Puan Maharani dan DPR mengesahkan 6.000 dokter ini sekalipun tidak di satu waktu.
Bisa jadi memang ini dokter asing, ya?
Nah, pertanyaan ini yang harus dijawab dahulu oleh Menkes Budi Gunadi. Karena kalau Naturalisasi, saya rasa masih banyak yang pro. Tapi kalau murni asing, ya pantaslah banyak yang marah. Lahan cari makan warga sendiri kok malah digelontor Warga Negara Asing.
Flashback Statement Prabowo Subianto Mengenai Kekurangan Dokter
Mengingat jabatan Kabinet Presiden Jokowi hanya tinggal hitungan bulan, saya jadi penasaran ingin flashback lagi pernyataan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di debat Capres lalu mengenai kurangnya dokter di Indonesia.
Beliau tidak secara khusus membicarakan mengenai 6.000 nyawa bayi yang berpotensi memiliki kelainan jantung bawaan. Tetapi, rasio 1:1.000 yang ditetapkan WHO (World Health Organization) memang belum bisa dipenuhi Indonesia. Maksudnya, 1 dokter paling tidak mewakili 1.000 orang.
"Kami akan segera mempercepat mengatasi kekurangan dokter di Indonesia. Kita kekurangan sekitar 140.000 dokter dan itu akan kita segera atasi dengan cara kita akan menambah fakultas kedokteran di Indonesia. Dari yang sekarang 92, kita akan membangun 300 fakultas kedokteran," ujar Prabowo saat debat kelima Capres dikutip dari kompas.com.
Jadi secara holistik, Prabowo Subianto sadar bahwa ada kekurangan dari sisi jumlah, tetapi tidak menggunakan istilah "impor dokter asing" sebagai solusinya. Beliau berjanji akan menambah menjadi 300 Fakultas Kedokteran.
Janji tetaplah jani, kebijakan adalah hal lain. Di sini adalah peran praktisi (para dokter) maupun konsumen (masyarakat) yang harus menyorot kebijakan ini secara terbuka, seperti halnya TAPERA.
Bidan dan Perawat Bisa Jadi Penambah Skala
Subbab terakhir yang akan saya bahas ini murni adalah opini, sebagai orang awam saja ya.
Jika faktanya hanya dokter yang diperhitungkan sebagai skala ketersediaan dokter WHO (1 banding 1.000), maka ada dua profesi yang bisa mengekskalasi skala tersebut. Bidan dan Perawat.
Hemat saya, dua profesi ini mempunyai angka yang sangat banyak di Indonesia, jauh lebih banyak daripada dokter. Istri saya sendiri juga merupakan lulusan bidan. hehehe.
Jadi saya berpikir, daripada menunggu lulusan dari 200 an fakultas kedokteran baru yang dijanjikan Pak Prabowo, apa tidak lebih baik memberikan kemudahan bagi Nakes Perawat dan Bidan untuk naik kelas? Mereka banyak loh yang sebenarnya ingin menjadi dokter tetapi tidak punya dana yang cukup.
Naturalisasi dokter boleh saja dilakukan asalkan sah menurut undang-undang, di mana ini bisa menambah wawasan brainstorming masalah kesehatan yang ada di negara lain.
Tetapi kalau dokter asing? Saya jujur agak ragu. Logikanya, kalau kualitas mereka sebgitu baiknya, negara asal pasti akan membela mati-matian tidak diekspor, bukan?
Semoga pemerintah segera menjelaskan mengenai Usulan Menteri Kesehatan ini secara gamblang, agar tidak menjadi polemik di masyarakat.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI