Berikut ini merupakan kondisi umum yang memungkinkan seorang pemain muda dapat dilirik oleh pencari bakat dalam dunia sepakbola.
1. Pemain harus merupakan bagian dari sebuah tim atau klub sepakbola.Â
Jelas alasannya, karena sepakbola adalah olahraga tim. Jadi jarang sekali pemain atau calon pemain, bisa ter-ekspose sendiri tanpa menjadi elemen sebuah tim.
Ini cukup berbeda dibandingkan olehraga atletik perorangan yang bisa dilakukan tanpa menjadi anggota sebuah tim. Bahkan olahraga bola basket masih bisa lebih longgar, dimana ada momen atau permainan one-on-one yang bisa digunakan sebagai sarana asah kemampuan.Â
2. Pemain harus mengikuti turnamen kategori umur.
Masih minimnya kompetisi kategori umur, terutama di pelosok, tentu menyebabkan ketimpangan peluang penyaringan bakat-bakat sepakbola terbaik. Pemain-pemain yang sudah tergabung dalam klub, harus aktif berpartisipasi dalam berbagai turnamen agar bisa tercium bakatnya oleh segelintir pencari bakat nasional.
3. Di atas semuanya, ekonomi keluarga pemain masih menjadi penunjang utama.
Dua proses di atas tentulah membutuhkan modal. Inilah yang menjadi alasan klasik sejumlah orang tua tidak bisa mengusahakan anaknya menjalani proses pembibitan di level grassroot. Tak dapat dipungkiri, biaya pendaftaran, latihan, seragam maupun mengikuti turnamen bisa cukup besar bila diakumulasikan.
Memang kita bisa berpikir pragmatis bahwasanya kondisi tersebut merupakan tanggung jawab keluarga pemain yang bersangkutan. Tapi sekali lagi, saya mengajak melihat dari sisi oportunis. Jutaan anak bisa terjaring bila digarap bersama, dengan potensi finansial tanpa batas.
Lawan Utama Adalah Diri Sendiri
Berbicara mengenai level grassroot, di negara yang sepakbolanya maju merupakan pembinaan pemain di usia 5 hingga 12 tahun. Namun untuk negara sepakbola berkembang seperti Indonesia, usianya masih bisa direntangkan di kisaran 5 hingga 18 tahun. Semakin berkembang pembinaan level grassroot, maka akan semakin mengecil interval tersebut.